Minggu, 14 Januari 2018

RENUNGAN : BATU TIMBUL

Nats : Mazmur 49:13, 18 (TB) "Tetapi dengan segala kegemilangannya manusia tidak dapat bertahan, ia boleh disamakan dengan hewan yang dibinasakan. ... sebab pada waktu matinya semuanya itu tidak akan dibawanya serta, kemuliaannya tidak akan turun mengikuti dia."

_______

             "Batu timbul", judul dari tulisan ini merupakan salah satu jenis bebatuan yang memiliki bobot masa ringan, sehingga dapat mengapung di atas air. Pada daerah pesisir seperti di kampung halaman penulis (kota Ambon), jenis batu demikian akan sangat mudah dijumpai. Jenis bebatuan ini memang unik, unik karena seperti penampilannya batu tersebut mirip dengan bebatuan yang lain, namun isinya kosong, rapuh, dan mudah hancur.

           Filosofi tersebut memberikan gambaran real mengenai jiwa dan pengharapan umat manusia modern yang juga terkesan kokoh, namun sesungguhnya rapuh! Kerapuhan ini memang telah berakar lama. Khususnya pada saat Revolusi Sains yang dimulai oleh para pemikir sekuler seperti Descartes dan Bacon. Dampaknya, manusia modern menjadi para pemimpi yang mendeifikasikan (mengangkat menjadi Tuhan) dirinya menggantikan Tuhan. Suatu dosa klasik yang juga dilakukan oleh Hawa, Adam serta Nimrod, para pengkudeta Tuhan.

          Para pengkudeta ini menanamkan satu benih perlawanan yang sama bagi manusia modern. Suatu benih yang menghipnotis manusia modern untuk mengandalkan dirinya sendiri. Manusia modern dipaksa untuk hidup otonom, dan terlepas dari kebergantungan kepada yang Ilahi. Mereka menyangka bahwa kegemilangannya dan kemuliaan yang telah dicapai melalui serangkaian studi ilmiah dapat menggantikan posisi Tuhan (Yer. 17:5). Deisme dan Teologi Liberal merupakan contoh produk yang nyata dari para pengkudeta Tuhan bagi zaman ini, khususnya di dataran Eropa dan Amerika.

            Namun apa jawaban Firman Tuhan? Ayat di atas mengingat dengan tegas akan kesombongan manusia. "Kegemilangannya tidak dapat bertahan!", "kemuliaannya tidak akan dibawa mati!". Suatu pukulan keras yang hendaknya menghancurkan ego serta menyadarkan manusia modern bahwa semua pencapaian yang terbaik, tertinggi, dan termulia sekalipun tidak akan pernah dibawa dalam peti jenazah. Tidak pernah mengubah posisi manusia menjadi Tuhan.

             Kesadaran ini seharusnya membawa kita pada kerendahan hati id hadapan Tuhan. Maka palingkanlah wajah kita dari ilah-ilah zaman kepada Tuhan, mohonlah anugerah dari-Nya, mintalah pimpinan dari Roh-Nya yang kudus, dan dengan ucapan Syukur seharusnya kita bertelut mengadakan wajah dan tangan kepada-Nya dan berkata seperti Daud, "apakah manusia, sehingga Engkau mengingatnya? Apakah anak manusia, sehingga Engkau mengindahkannya? ; Dapatkah debu bersyukur kepada-Mu"

Jangan berbangga dan berharap pada Kesuksesan Saudara, tetapi berbanggalah dan berharaplah kepada Tuhan oleh karena Ia mengasihi Saudara. Amin...

(yb).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar