Minggu, 14 Januari 2018

FILSAFAT : Kritik Terhadap Atheisme Feuerbach

"Bercermin dari ateisme Feuerbach: Sebuah Catatan Kritis bagi Feuerbach dan kritik bagi teologi praktika Kristen postmodern."

Oleh: Yosep Belay

Prolog.

        Ludwig Andreas Feuerbach (1804-1872) merupakan salah satu tokoh ateisme besar abat ke 19, yang bukan hanya sempat menggoncang iman para teolog, namun juga mendirikan suatu pondasi ateisme bagi generasi berikutnya seperti Sigmund Freud dan Karl Marx. Dapat dikatakan, Feuerbach merupakan soko guru dari Freud dan Marx. Ide-Ide ateisme dari tokoh-tokoh ini telah membuat sebagian besar orang yang beragama merinding. Bagaimana tidak, yang mereka lawan dan kritisi bukanlah manusia, namun Tuhan. Bahkan dibeberapa karya filsafat, tokoh-tokoh tersebut dijuluki sebagai para "Pembunuh Tuhan".

Tesis Feuerbach.

           Kritik Feuerbach yang paling terkenal terdapat dalam bukunya yang berjudul "Essence of Christianity". Suatu bentuk perlawanan yang bukan hanya mencoba untuk menghantam "Christian world view", namun juga sekaligus merupakan kritikan terhadap konsep agama universal (Smith dan Raepper; 2000, 91). Dalam buku tersebut Feuerbach mengemukakan ide originalnya mengenai konsep Agama dan ke-Tuhan-an. Feuerbach menulis,
"Bukan Tuhan yang menciptakan manusia menurut rupa dan gambarnya (Kej. 1:26), melainkan manusialah yang mencipta bayangan tentang Tuhan menurut rupa atau bentuk manusia." (B.E.Matindas; 2010, 70).

          Jadi menurut Feuerbach, Allah adalah semacam kebutuhan psikologis dari dalam diri manusia, dimana manusia terpaksa "menciptakan" Allah untuk menjamin kehidupannya, menjaganya, serta memberikan jaminan di masa depan yang penuh dengan misteri. Bagi Feuerbach Allah hanyalah sebuah ilusi yang menopang kebutuhan psikologis manusia (Istilah ini mirip dengan istilah yang digunakan R. Dawkins dalam bukunya, "God's Delution", tokoh ateisme terkenal saat ini). Ide tersebut yang di kemudian hari dikembangkan oleh Freud dengan istirahat yang lebih extreme, "Agama merupakan gangguan neurosis". Kepercayaan kepada Tuhan dianggap sebagai suatu penyakit kejiwaan (teori ini sebagian besar masih diyakini dan diserap dalam konsep Ilmu Psikologi modern, meskipun masih diperdebatkan oleh para pemikir Psikologi modern, maka bagi para siswa Psikologi perlu lebih bijak).

Catatan singkat bagi Feuerbach.

          Kesimpulan yang diambil Feuerbach dalam penggalan kalimat di atas merupakan kesimpulan yang prematur. Prematur karena pada dasarnya manusia bukanlah pusat dari alam semesta yang ada, manusia hanya merupakan "debu yang hinggap pada keagungan tata surya". Artinya jika Allah memang merupakan proyeksi psikologis manusia, maka Allah tidaklah eksis karena Allah hanyalah khayalan. Namun permasalan belum berhenti di sana karena ternyata ada Makhluk hidup dan benda-benda lain yang juga eksis di alam semesta ini dengan keragaman, keteraturan, kerumitan struktur dan anatomi yang tidak mungkin muncul begitu saja tanpa ada yang menyebabkannya. Dari mana asal semuanya ini? Mengenai misteri ini Feuerbach diam seribu bahasa.

       Di sisi lain, Alkitab memecahkan misteri ini dengan jelas dan memberikan pernyataan bahwa Allah adalah pencipta dari keberadaan alam semesta (Kej. 1) Termasuk Feuerbach! Allah adalah penggerak yang tidak digerakan, kata Aristotle. Maka keyakinan dasar iman Kristen, dimulai dan bergantung sepenuhnya kepada Allah, bukan ilusi psikologis seperti pernyataan Feuerbach. Wahyu di dalam Alkitab merupakan penyataan Allah kepada manusia, maka Kebenaran tersebut bukanlah hasil imajinasi psikologis manusia, akan tetapi merupakan Kebenaran yang absolut karena bersumber dari Allah, dimana hal tersebut sekaligus membuktikan eksistensi Allah.

         Jadi meskipun menurut Feuerbach Allah hanyalah khayalan, namun pada faktanya, Ia tidak dapat membantah eksistensi Allah yang terlihat pada hasil karya-Nya yang dijumpai dalam keagungan alam semesta ini.

        Kedua, adalah peryataan Feuerbach mengenai "manusia yang menciptakan Tuhan menurut rupanya". Terdapat suatu Kebenaran universal dalam kalimat ini, Namun Feuerbach menggunakan kalimat dan pemaknaan yang keliru. Pertama, Feuerbach tidak pernah mempertanyakan dari mana asal ide tentang Allah itu? Siapakah yang menanamkan ide tentang semacam "Allah" dalam pikiran manusia? Mengenai hal ini lagi-lagi Feuerbach membisu. Kedua, Feuerbach tidak menyadari bahwa Ia telah terjebak dalam presuposisi buta mengenai penolakan terhadap Allah sehingga berbuah ateisme.

         Agustinus Seorang filsuf terbesar Kristen pernah memberikan suatu kalimat penting demikian, "Tuhan telah menciptakan kita sedemikian rupa sehingga kita tidak dapat tenang sebelum berpaling kepada-Nya". Agustinus memahami bahwa terdapat ruang kosong dalam hidup manusia yang hanya dapat diisi oleh Allah. Para Antropolog juga mengkonfirmasikan hal serupa. Menurut mereka manusia adalah makhluk sosial dan makhluk religius. Manusia merupakan makhluk penyembah. Dari mana manusia memperoleh "sense of religious" tersebut? Dari mana? Ketika Feuerbach diam membisu Alkitab memberikan jawaban bagi kita.
Kejadian 1:26 (TB) Berfirmanlah Allah: "Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita, ...
 Kejadian 2:7 (TB) ketika itulah TUHAN Allah membentuk manusia itu dari debu tanah dan menghembuskan nafas hidup ke dalam hidungnya; demikianlah manusia itu menjadi makhluk yang hidup.

           Perhatikan dua istilah penting dari ayat-ayat di atas. Pertama, "Gambar dan rupa Kita", dan "nafas" dalam ayat berikutnya. Kedua ayat ini memberikan jawaban bagi kita tentang darimana asal "sense of religious" tersebut, yaitu dari Allah! Itu sebabnya seberapa pun hebatnya perkembangan teknologi namun manusia akan tetap memiliki jika yang kosong jika tidak diisi dengan keberadaan Allah.

           Bahkan perhatikan, ketika Feuerbach berusaha dengan gigih untuk menyingkirkan Allah dalam hidupnya, pada saat yang sama, bukankah hal itu justru membuktikan keberadaan Allah yang begitu kuat hadir dalam hidupnya?

________
Bag. II.Bagaimana wajah teologi praktis yang diterapkan Kekristenan hari ini, apakah mereka berbeda dengan Feuerbach, ataukah justru sama? (... bersambung).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar