Minggu, 14 Januari 2018

FILSAFAT : Kritik Atheisme Feuerbach--Bag. II

"Bercermin dari ateisme Feuerbach: Sebuah Catatan Kritis bagi Feuerbach dan kritik bagi teologi praktika Kristen postmodern." (Bag. II)

Oleh: Yosep Belay

          Pada bagian sebelumnya, saya telah menjabarkan secara singkat mengenai pemahaman ateisme Feuerbach (Lihat bahasan sebelumnya di, http://josephbelay.blogspot.co.id/2018/01/filsafat-kritik.html) . Saudara mungkin bertanya, apa hubungannya antara ateisme Feuerbach dengan konsep teologi praktika orang percaya? Secara sederhana, korelasi antara kedua hal tersebut tentu saja tidak saling berhubungan, namun terdapat satu ide mendasar yang tanpa disadari banyak Orang Kristen mempraktekkan kehidupan imannya yang sangat mirip dengan pemikiran ateisme Feuerbach. Dengan kata lain, banyak orang Kristen yang sesungguhnya beriman, namun memiliki kehidupan yang sama dengan para ateis.

           Dalam salah satu bukunya yang berjudul "The Christian Atheist", Craig Groeschel membuka mata banyak orang mengenai iman Kristen mereka dengan kalimat sederhana pada sub judulnya. Ia menambahkan kalimat berikut, "Percaya kepada Tuhan Tetapi Hidup Seakan Dia Tidak Ada". Kalimat ini mengungkapkan permasalahan mendasar dari kehidupan praktis umat kristiani. Kebanyakan dari kita mengaku percaya, mengaku bahwa Ia ada, namun sering sekali kita menganggap "sepi" Tuhan. Kita jarang sekali berdoa, mengucap syukur, memuji Dia, bahkan untuk sekedar menyapa "hai" kepada-Nya, kita tidak memiliki waktu. Bahkan Kita memperlakukan Tuhan seperti Doraemon dengan kantong ajaibnya untuk memenuhi ambisi pribadi kita yang duniawi. Kadang kita meminta Ia menjadi satpam rumah kita, atau bahkan menjadi pelayan kita! (Bukankah kita sering berdoa dengan nada ancaman kepada Tuhan untuk meminta sesuatu?). Kita memposisikan Dia seperti berhala-berhala di tempat pesugihan. Ini merupakan fenomena iman hari ini, suatu fenomena yang menjungkir-balikkan makna iman yang sejati. Iman yang seharusnya "takut dan gentar", menjadi mentalitas iman yang tidak beretika. Bahkan perhatikan, para ateis seperti Feuerbach pun tidak pernah memperlakukan Tuhan dengan cara yang demikian.

         Pada titik inilah terletak kesamaan antara kesesatan teologi praktika postmodern dengan pemikiran ateisme Feuerbach. Feuerbach dan kelompok orang-orang Kristen yang memperlakukan Tuhan dengan cara yang tidak pantas tersebut, sama-sama memiliki konstruksi pemikiran yang sama. Mereka sama-sama "menciptakan" Tuhan menurut kehendak mereka! Namun pada titik yang lebih ekstrem, saya berpendapat bahwa Feuerbach masih lebih terhormat dari pada mereka yang mengaku percaya, mengaku beriman, namun memperlakukan Tuhan sesuai dengan kemauan mereka. Ini merupakan Hal yang sangat fatal.

        Fakta tersebut seharusnya membuka mata kita untuk kembali merefleksikan iman dalam pemikiran yang dipimpin oleh Roh Kudus sehingga menghasilkan praktek iman yang juga dilandaskan atas etika Kristen yang alkitabiah. Meski kita hidup di dalam jaman yang maju dalam berbagai hal, namun fokus serta nilay-nilay iman harus tetap konsisten.

Epilog.

         Tulisan ini tentu saja merupakan sebuah kritikan tajam, bukan hanya bagi umat Tuhan, namun juga secara umum bagi umat beragama. Apapun agamanya. Tentu saja kritikan tidak selalu bermuatan negatif, namun terdapat unsur positif yang membangun (Amsal 27:5).

           We are not atheism!, so, "Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu dan dengan segenap kekuatanmu (Mrk. 12:30). Dan kepada-Nyalah harus kamu takut dan terhadap Dialah harus kamu gentar." (Yes. 8:13).
Soli Deo Gloria!
Salam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar