Kamis, 29 Maret 2018

SALIB KRISTUS : KEMATIAN YANG MENGHIDUPKAN

Nas : Yohanes 12: 24-33 , “Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya jikalau biji gandum tidak jatuh ke dalam tanah dan mati, ia tetap satu biji saja; tetapi jika ia mati, ia akan menghasilkan banyak buah. ... Sekarang jiwa-Ku terharu dan apakah yang akan Kukatakan? Bapa, selamatkanlah Aku dari saat ini? Tidak, sebab untuk itulah Aku datang ke dalam saat ini. ... dan Aku, apabila Aku ditinggikan dari bumi, Aku akan menarik semua orang datang kepada-Ku." Ini dikatakan-Nya untuk menyatakan bagaimana caranya Ia akan mati.”

____________

 .         Semasa kecil, kita sering mengungkapkan cita-cita kita kepada guru atau pun kepada sahabat-sahabat terdekat. Pilot, dokter, guru, tentara dan polisi adalah beberapa diantaranya yang menjadi pilihan favorit. Tidak ada satu pun dari kita yang menghendaki cita-cita dan masa depan yang suram, hidup dalam penderitaan, apalagi menghendaki kematian. Hal-hal ini adalah tujuan hidup yang memang secara wajar ingin dicapai oleh semua manusia. Namun terdapat hal yang sangat berbeda ketika kita berbicara mengenai tujuan hidup Kristus. Hanya Kristus satu-satunya manusia yang pernah hadir dalam sejarah dimana Ia dengan terus terang memberitakan tujuan hidup-Nya yang tragis, yaitu salib. Bahkan pemberitaan ini diproklamasikan pada saat Ia berada dalam puncak karier-Nya sebagai seorang rabi yang memiliki banyak pengikut dan dengan berbagai kuasa mujizat. Itu sebabnya Petrus dengan sigap menegur Dia agar jangan berkata demikian (Mat. 16:23).

 .          Ya, karya salib adalah inti, tujuan hidup, dan puncak dari misi yang diemban Kristus ketika Ia datang ke dunia ini. Hal ini sekaligus menjadi pondasi yang menyokong keyakinan iman kristiani akan keselamatan, sebagaimana yang dinyatakan oleh Firman Allah dalam berbagai simbol pengorbanan hewan dalam PL (Ibr. 9:22), dan penggenapannya di dalam PB oleh Kristus (Ef. 1:7; Yoh. 1:29, 36). Suatu rancangan agung karya keselamatan Allah bagi kita yang dimulai semenjak kekekalan (1 Pet. 1:20), dinyatakan pada saat kejatuhan manusia pertama (Kej. 3:15), digenapi oleh kehidupan Kristus (1 Pet. 1:20; Ibr. 1:1-2), dan diakhiri dengan luar biasa di atas kayu salib ketika Ia menyerukan, “Sudah Selesai!” (Yoh. 19:30). Karya penyelamatan menjadi tergenapi ketika seruan kemenangan ini bergema di atas bukin tandus golgota. Tanpa pengorbanan dan kematian Kristus di atas kayu salib, maka tidak ada keselamatan bagi Saudara dan saya. Tanpa pengorban Kristus maka sia-sialah iman kita. Itu sebabnya John Stott mengatakan bahwa agama lain mampu berdiri tanpa pendirinya karena berpusat pada hukum dan aturan, tetapi kekristenan tidak. Kekristenan tanpa pribadi dan karya Kristus pasti bukanlah Kristen!

 .          Dalam bacaan di atas, kita menjumpai suatu pengajaran yang paradoksal mengenai pesan salib Kristus; untuk memperoleh kehidupan, haruslah melalui jalan kematian. Tuhan Yesus menggunakan perumpamaan biji gandum, suatu pengajaran yang merujuk kepada diri-Nya yang harus “mati” terlebih dulu untuk kemudian menghasilkan banyak buah kehidupan. Hal ini kemudian dipertegas dalam ayat 32-33, “apabila Aku ditinggikan dari bumi, Aku akan menarik semua orang datang kepada-Ku. Ini dikatakan-Nya untuk menyatakan bagaimana caranya Ia akan mati." Dengan kata lain, Ia ingin menegaskan bahwa kematian-Nya di atas kayu salib adalah jalan yang ditentukan Bapa untuk Ia lewati agar Saudara dan saya memperoleh buah kehidupan kekal sebagai akibat dari kematian-Nya itu. Pesan firman ini juga mengingatkan kepada kita bahwa hanya melalui salib Kristus, kita didamaikan dengan Allah (Ef. 2:16; Kol. 1:20). Hanya oleh salib Kristus kita memperoleh hidup baru (Rm. 6:4), dan hanya oleh salib Kristus kita memperoleh jaminan kehidupan kekal (Rm. 8:1; Ef. 1:14; Ibr.7:22). Untuk itu kita menolak setiap klaim tidak berdasar mengenai peristiwa penyaliban yang menyatakan bahwa pribadi yang disalibkan bukanlah Tuhan Yesus tetapi orang lain. Teori ini tentu saja kontradiktif dengan kesaksian firman Allah, kesaksian para nabi, pernyataan Tuhan Yesus (lihat. ay. 27 di atas), para rasul, dan juga sejarawan sekuler pada jaman itu. Kematian Kristus adalah fakta historis yang tak terbantahkan. Suatu ketentuan dan ketetapan Allah dalam kekekalan sehingga tidak dapat dibatalkan! Kematian-Nya adalah satu-satunya jalan untuk menghidupkan kita. Jika Kristus tidak mati, maka Saudara dan saya tidak memperoleh anugerah pengampunan dosa dan kehidupan kekal, sebab hanya “di dalam Dia dan oleh darah-Nya kita beroleh penebusan, yaitu pengampunan dosa, menurut kekayaan kasih karunia-Nya” (Ef. 1:7; Kol. 1:14).

 .          Anugerah keselamatan yang dikaruniakan melalui salib Kristus bukanlah gratis dan cuma-cuma, karena dibayar oleh Kristus dengan pengorbanan-Nya. Sebaliknya, anugerah ini diberikan kepada Saudara dan saya justru karena kita tidak mampu untuk memperolehnya, maka Allah dengan kehendak kasih-Nya menganugerahkan kepada kita yang hina ini. Kiranya momentum Jumat agung ini dapat menjadi refeksi iman yang dikemudian hari dapat menghasilkan buah-buah kehidupan dan berkat bagi orang lain. Seperti Kristus yang rela memberikan hidup-Nya bagi kita, maka hendaklah kita pun rela memberikan hidup kita untuk mengasihi, melayani, dan menjadi berkat bagi Tuhan dan sesama. Amin!

Selamat merayakan Jumat agung dan selamat jelang Paskah 2018,
Tuhan Yesus memberkati kita.

Salam,
yb.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar