Selasa, 27 Maret 2018

RENUNGAN: NARSISME SPIRITUAL

Nas : Markus 2: 16 , Pada waktu ahli-ahli Taurat dari golongan Farisi melihat, bahwa Ia makan dengan pemungut cukai dan orang berdosa itu, berkatalah mereka kepada murid-murid-Nya: "Mengapa Ia makan bersama-sama dengan pemungut cukai dan orang berdosa?" Yesus mendengarnya dan berkata kepada mereka: "Bukan orang sehat yang memerlukan tabib, tetapi orang sakit; Aku datang bukan untuk memanggil orang benar, melainkan orang berdosa."

________

               Dalam konteks beragama, manusia sering terjebak dalam salah satu ekstrem yang berbahaya—Narsisme spiritual. Ekstrem ini memiliki ciri utama pada penekanan hubungan vertikal yang berlebihan dengan Tuhan, sehingga lupa pada penerapan praktis di sisi horisontalanya dengan sesama manusia. Akibatnya golongan ekstrem demikian sering kali menganggap dirinya paling kudus, paling suci, dan paling benar Orang-orang lain di luar komunitasnya akan selalu dipandang sebelah mata, seolah-olah mereka sampah masyarakat, manusia-manusia tidak berguna yang berbeda derajatnya. Ini adalah gambaran yang paling rill tentang perilaku narsisme spiritual, suatu sikap pengagungan diri sendiri dengan berusaha memaksakan dan memberi nilay tinggi pada diri sendiri!.

               Ayat di atas adalah contoh yang paling jelas dalam Alkitab. Ahli Taurat, dan kaum Farisi mempraktekkan konsep demikian, narsisme spiritual. Menganggap diri paling benar dan tidak berdosa sehingga ketika mereka menjumpai Tuhan Yesus melayani kaum marginal mereka langsung memprotes. Seolah-olah mereka ingin katakan, “kita sebagai Rabi adalah orang-orang kudus, jadi tidak boleh bersentuhan dengan orang-orang berdosa”. Bukankah hari-hari ini kita banyak menyaksikan hal demikian? Atau mungkin kita adalah salah satu di antara mereka yang menganggap diri paling kudus? Saudara, Tuhan Yesus memiliki konsep beragama dan cara pandang yang sangat berbeda. Perhatikan jawaban Tuhan Yesus ini, "Bukan orang sehat yang memerlukan tabib, tetapi orang sakit; Aku datang bukan untuk memanggil orang benar, melainkan orang berdosa.". Jawaban Tuhan Yesus ini merupakan sebuah pukulan telak bagi para Narsisme spiritual, dan sekaligus menerangkan inti dari iman kristiani yang sejati.

              Bagi para narsisme spiritual yang selalu menganggap diri “benar”, maka tentu saja mereka tidak akan membutuhkan kehadiran Tuhan Yesus karena mereka “menganggap” dirinya telah benar dan mampu menyelamatkan dirinya sendiri, bahkan tanpa bantuan dari Tuhan! ini adalah sebuah penyakit yang mematikan, namun tidak disadari oleh para “Farisi dan ahli Taurat modern”. Mereka tidak butuh Juruselamat. Perhatikan, di dalam komunitas demikian Tuhan justru tidak ada di sana! Yang ada hanyalah ego dan narsisme mereka! Di sisi lain, pernyataan Tuhan bahwa “Aku datang bukan untuk memanggil orang benar, melainkan orang berdosa”, memberikan penekanan penting kepada iman kristiani bahwa sayarat utama untuk menerima uluran tangan Kristus adalah kesadaran bahwa “Kita adalah orang-orang sakit dan berdosa yang membutuhkan Tabib Agung itu!”. Tanpa kesadaran bahwa Saudara dan saya adalah orang berdosa, maka tentu kita tidak akan menerima Dia sebagai Juruselamat, dan kita tentu telah terjebak dalam cara beragama para Farisi. Di sinilah letak ini sebenarnya dari langkah awal meuju keselamatan itu, menyadari keberdosaan dan ketidak mampuan kita untuk menyelamatkan diri. Itulah kekristenan!

 .           Saudara terkasih, dalam bacaan ini sebenarnya kita menjumpai dua komunita orang sakit yang sama-sama membutuhkan tabib. Hanya saja, komunitas pertama kaum farisi dan ahli taurat (kelompok Narsisme Spritual) tidak menyadari bahwa mereka pun adalah para pesakitan yang butuh Juruselamat karena terlalu “PD”, sehingga mereka menolak Kristus. Sebaliknya, kaum marginal, dan para pendosa yang adalah sampah masyarakat ini menyadari benar akan kondisi mereka, sehingga dengan penuh sukacita dan ucapan syukur mereka menerima Kristus sebagai Juruselamat mereka. Di dalam kekristenan tidak ada tempat bagi Narsisme spiritual, karena kita menyadari bahwa kita tidak mampu menyelamatkan diri kita sendiri. Kekristenan yang sejati memiliki gambaran yang serupa dengan kelompok yang kedua ini. Kita semua adalah orang-orang berdosa yang memperoleh anugerah pengampunan di dalam Kristus, maka tidak ada hal apapun yang dapat kita sombongkan, selain ucapan syukur dan pengabdian diri dalam melayani Tuhan seumur hidup kita. Amin!

Selamat Jelang Jumat Agung,
Tuhan Yesus memberkati kita,
Salam.
Yb.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar