Rabu, 25 April 2018

STUDI PASTORAL : Politik Sungsang [Sebuah Perspektif Teologis]


 Oleh : Yosep Belay.


“Tetapi Yesus memanggil mereka lalu berkata: "Kamu tahu, bahwa pemerintah-pemerintah bangsa-bangsa memerintah rakyatnya dengan tangan besi dan pembesar-pembesar menjalankan kuasanya dengan keras atas mereka. Tidaklah demikian di antara kamu. Barangsiapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu,”
(Matius 20:25-26)

“Yesus Tidak Berpolitik Praktis, Tapi Yesus berpolitik etis”
(Prof. Warsito Utomo)



PENDAHULUAN.
          
         Berbicara mengenai politik berarti berbicara mengenai kekuasaan. Berbicara mengenai kekuasaan berarti berbicara mengenai “Siapa” yang berkuasa. Dan berbicara mengenai “Siapa” yang berkuasa berarti berbicara mengenai siapakah si “Siapa” itu sehingga ia dapat dan layak berkuasa. Terdapat berbagai macam alasan mengapa seseorang berkuasa, mulai dari SDM, kharisma, relasi, uang, ambisi, dll. Hal-hal ini terlihat dengan jelas ketika kita memasuki masa-masa pesta demokrasi. Segala macam cara dipergunakan untuk mencapai kursi kekuasaan. Mulai dari cara-cara bijak; pemaparan program-program unggulan, hingga cara-cara keji; fitnahan serta kampaye hitam. Di dalam konteks politik, kita nyaris tidak dapat membedakan mana kawan—mana lawan, mana hitam—mana putih, mana malaikat—mana setan, karena di dalam politik semua serba berubah, serba abu-abu, tidak ada teman/seteru abadi, dan tentu saja tidak ada “partai malaikat vs partai setan”, yang ada justru sebaliknya, “malaikat dan setan pun dapat dikoalisikan” demi ambisi politis manusia.


          Setidaknya seperti ungkapan salah seorang guru besar Ilmu politik kemarin memberikan sedikit pencerahan bagi kita. Kutipan kalimatnya kira-kira berbunyi demikian, “Indonesia ini tidak maju karena oknum-oknum pejabat yang disumpah dibawah kitab suci itu tidak takut Tuhan.” Suatu gambaran umum tentang keadaan politik bangsa ini yang nyaris dipenuhi oleh para penjahat berdasi yang haus kekuasaan dan mata duitan. Jika agama dan Tuhan saja sudah menjadi alat propaganda dan instrumen untuk mencapai tujuan politik, maka siapakah yang mampu menghentikannya? Meskipun fakta ini tidak mewakili pandangan universal mengenai kondisi politik di negeri ini, namun setidaknya realitas gunung es yang sedang tampak dalam wajah perpolitikan saat ini mengkonfirmasikan hal-hal tersebut. Lantas sebagai Anak-anak Tuhan bagaimana seharunya kita menyikapi fenomena politik belakangan ini?


WACANA EKSEGETIKAL.

          Dalam konteks iman Kristen, hubungan antara politik dan kekristenan selalu mengalami pasang surut. Pertanyaan-pertanyaan mengenai apakah umat Tuhan boleh terjun ke dunia politik yang suram itu pun seringklai diperdebatkan. Akan tetapi perintah Tuhan untuk menjadi terang dan garam dunia tentu saja tidak dibatasi dalam satu bidang, karena perintah itu bersifat universal maka kita memahami bahwa sebagai umat Tuhan, kita pun harus turut berpartisipasi dalam panggilan dan hak politik kita sebagai warga negara. Dengan demikian, kita akan mampu membawa terang bagi sistem-sistem dunia yang telah korup sehingga mengalami pencerahan dan perubahan, secara khusunya bagi mereka yang terpanggil menjadi seorang Politisi.

          Dalam ayat di atas Tuhan Yesus memberikan satu pola dan gaya berpolitik yang sangat mengagumkan. Bukan dengan pedang seperti  Alexander agung, bukan dengan kekerasan seperti Hitler dan para perintis Marxisme—Komunisme, bukan pula dengan uang seperti para politikus zaman now, namun dengan melayani! Sekali lagi, dengan gaya melayani. Suatu pola yang berbanding terbalik dengan semua pola pendekatan politik di dunia ini. Tuhan Yesus mempraktekkan gaya politik sungsang—politik etis! Politik etis berbicara mengenai dua hal mendasar yang menjadi prinsipnya. Pertama, politik etis bukanlah politik praktis, karena poltik etis tidak menjadikan kekuasaan sebagai tujuan pencapaiannya akan tetapi penekanan utama pada pelayanan kasih. Dalam politik etis, pelayanan humanisktik merupakan tujuan utamanya. Penekanan ini terlihat dengan jelas dalam ayat di atas, “Barangsiapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu.” Di dalam kekristenan sekali lagi, kita dipanggil untuk mempraktikkan gaya politik etis yang terbalik dengan dunia, “Siapa yang hendak menjadi pemimpin, maka ia harus rela menjadi seorang pelayan”. Mengapa menjadi seorang pemimpin harus mempraktekkan gaya seorang pelayan? Karena pemimpin yang melayani adalah tipe dari seorang pemimpin yang tidak berpusat pada diri sendiri, tetapi pada orang yang ia layani; Pemimpin yang melayani sudah pasti menganggap orang yang dilayani adalah objek kasih maka mereka penting dan terutama; Pemimpin yang melayani tidak akan memanfaatkan dan mengorbankan orang-orang yang dia pimpin untuk kepentingannya; bahkan pemimpin yang melayani bersedia berkorban bagi orang yang ia pimpin. Bukankah Tuhan Yesus juga menunjukan hal yang sama bagi kita ketika Ia dengan sukarela meninggalkan kemuliaan-Nya di Sorga demi melayani kita? Bukankah hal ini juga ditunjukan ketika Ia dengan rendah hati mencuci kaki para murid-Nya? Konsep politik etis adalah gaya berpolitik dengan hati nurani yang murni, untuk  itu di dalam konsep demikian tidak ada ruang bagi kemunafikan dan kerakusan. Percaya atau tidak, praktik Politik etis akan menjadi dasar yang kokoh bagi praktik politik praktis. Setidaknya, tidak ada rakyat yang rela kehilangan seorang pemimpin yang dengan tulus melayani dan mengasihi mereka! Kecuali bagi mereka yang memang bukan pemilih rasional (yang mungkin saja tergolong pemilih “irasional”). Inilah ciri utama yang Tuhan Yesus kehendaki sebagai ciri seorang politisi maupun pemimpin Kristen.

          Kedua, politik etis merupakan politik spiritual. Artinya, mempraktetkan konsep politik etis berarti mempraktekkan gaya hidup kristiani yang dipertanggung-jawabkan secara langsung kepada Tuhan dalam relasinya dengan penerapan politik praktis. Maka perhatikan, kekristenan tidak pernah memisahkan secara dualisme antara politik dan spiritualitas. Semua profesi dalam kehidupan umat Tuhan terkorelasi dengan Tuhan, tak terkecuali dalam konteks politik. Hal ini merupakan prinsip dasar dari konsep teologi reformasi—aspek teologis terkoneksi dengan aspek politis. Dengan demikian, setiap umat Tuhan yang terjun ke dunia politik praktis harus memandang bidang profesinya itu sebagai sebuah mandat budaya yang dipercayakan Tuhan pada dirinya, dalam rangka memproklamirkan nilay-nilay kebenaran firman Tuhan untuk memberkati masyarakat dan mempermuliakan Tuhan. Di sini kita melihat suatu kebebanaran yang tak terpisahkan antara konsep berteologi dan konsep berpolitik. Dengan kata lain, cara saudara berteologi akan sangat mempengaruhi cara-cara berpolitik. Orang-orang yang meletakan konsep teologisnya dengan benar pada Tuhan sebagai dasar pertanggung jawaban politik mereka, sudah pasti akan berjuang untuk berdiri teguh dalam kebenaran-Nya dan tidak menyimpang pada kejahatan. Ini merupakan kunci utama dari seorang Politikus Kristen yang sejati. Sebaliknya, sekalipun Saudara memiliki sederet gelar dan bahkan gelar teologis sekalipun, namun memiliki landasan yang bukan pada kebenaran firman Tuhan, maka sudah pasti menyimpang. Suatu contoh buruk mengenai hal ini diperlihatkan beberapa waktu lalu oleh seorang politikus muda bergelar Master teologi, yang juga merupakan anak seorang Pendeta “besar”, namun harus tersandung kasus hoax dan pencemaran nama baik. Sangat disayangkan. Penekanan penting ini perlu diperhatikan dengan seksama, karena konsep teologis mempangaruhi konsep politik kita, maka milikilah cara pandang teologis yang kokoh dalam kebenaran firman Tuhan sebelum Saudara bertolak pada medan peperangan politik praktis. Intinya gaya berpolitik etis dimulai dan dibangan dengan gaya teologi salib—Veritkal dan Horisontal. Dimulai dari Tuhan dan untuk kemuliaan Tuhan, dengan aplikasi praktis yang memberkati masyarakat dalam tindakan kasih yang konkret.

PENUTUP.

          Politik merupakan suatu panggilan kodrati umat manusia dalam kehidupan komunitas masyarakat, sebagai bentuk usaha membangun peradaban manusia itu sendiri, namun karena manusia itu pun datang dengan berbagai konsep, ideologi, wawasan dunia serta beragam kepentingan, maka sebagai umat Tuhan, kita perlu meletakan dasar yang benar untuk membangun suatu konsep berpolitik yang berlandaskan kebenaran firman Tuhan. Dari dua poin ini kita melihat relevansi konsep politik etis sebagai suatu hal yang sangat relevan bagi kondisi bangsa kita, dan praktik politik di mana pun. Suatu konsep politik sungsang yang sudah dari jauh hari dinasehatkan Tuhan kepada murid-murid-Nya. Politik etis adalah prinsip dasar dan seruan bagi kita untuk mempraktekkan gaya berpolitik yang mempermuliakan Tuhan. Namun karena gaya Politik Etis juga merupakan gaya berpolitik sungsang—suatu gaya politik anti mainstrem—maka mintalah pimpinan dan kekuatan dari Tuhan selalu. Saya berdoa semoga Saudara/i yang terpanggil untuk terjun dalam kancah Politik Praktis senantiasa berpaut pada kebenaran firman Tuhan, dan semoga menjadi berkat bagi Bangsa kita tercinta—Indonesia. Selamat melayani. Amin!

“Cara Saudara berteologi akan mempengaruhi cara Saudara berpolitik.” (yb).

Salam!

         


___________
Sumber gambar : https://kumpulankhotbahalkitabiah.blogspot.com
         



Kamis, 19 April 2018

RENUNGAN : IMAN SEORANG PENDOSA

Nas:      Yosua 2:8-9, 11 (TB) Tetapi sebelum kedua orang itu tidur, naiklah perempuan (Rahab) itu mendapatkan mereka di atas sotoh dan berkata kepada orang-orang itu: "Aku tahu, bahwa TUHAN telah memberikan negeri ini kepada kamu dan bahwa kengerian terhadap kamu telah menghinggapi kami dan segala penduduk negeri ini gemetar menghadapi kamu. ..., sebab TUHAN, Allahmu, ialah Allah di langit di atas dan di bumi di bawah."

______

          Kisah Rahab merupakan salah satu kisah Alkitab yang mengusik sekaligus menguatkan saya. Mengusik karena bagaimana mungkin seorang wanita penghibur memiliki kepekaan spiritual serta iman yang luar biasa hingga menyelamatkan ia serta keluarganya. Alkitab bahkan dengan terus terang menulis statusnya sebagai "perempuan sundal", sebuah penekanan yang benar-benar menjatuhkan. Namun Rahab memiliki sesuatu yang bahkan tidak dimiliki oleh sebagian besar umat Israel dan orang sebangsanya, Yerikho. Rahab memiliki iman yang menyelamatkan!

          Kisah Rahab menjadi peringatan keras bagi umat Tuhan yang kadang terlalu sibuk melihat "selumbar di mata saudaranya, namun lupa dengan balok di matanya!". Rahab, "perempuan sundal" itu mengajarkan tentang bagaimana seharusnya hidup yang beriman dan takut akan Tuhan itu. Sebuah teguran yang sangat keras! Sebuah teladan iman yang justru lahir dari tempat yang "kotor".

         Tentu saja pelajaran penting ini tidak dimaksudkan sebagai suatu teladan hidup yang menyangkut "profesi" Rahab, tetapi bagaimana respon imannya terhadap pesan Tuhan melalui situasi yang terjadi. Dan sebuah bentuk pembelajaran tentang pesan Kebenaran yang disampaikan dengan terus terang, agar semua umat Tuhan tahu dan mengerti bahwa kasih dan Anugerah-Nya itu tidak hanya terbatas pada tembok-tembok Gereja, namun juga menjumpai mereka yang adalah sampah masyarakat. Singkatnya, Tuhan tidak pernah melihat masa lalu kita, akan tetapi Ia melihat kesungguhan pertobatan kita. Saudara, di mata Tuhan, tidak ada manusia yang terlalu bersih sehingga tidak membutuhkan anugerah-Nya, dan tidak ada manusia yang terlalu "kotor" sehingga tidak dapat diubahkan oleh kasih-Nya. Tangan kasih-Nya sudah terulur dan sedang menanti Saudara, hampirilah Ia segera. Amin!

Tuhan mengasihi kita.
Salam,
yb.
:)

Selasa, 17 April 2018

RENUNGAN : DASAR IMAN YANG TEGUH


Nas    : Ul. 31:6; Yos. 1:5, “Kuatkan dan teguhkanlah hatimu, janganlah takut dan jangan gemetar karena mereka, sebab TUHAN, Allahmu, Dialah yang berjalan menyertai engkau; Ia tidak akan membiarkan engkau dan tidak akan meninggalkan engkau. ..... seperti Aku menyertai Musa, demikianlah Aku akan menyertai engkau; Aku tidak akan membiarkan engkau dan tidak akan meninggalkan engkau.”

_________

          Harus diakui bahwa sebagai manusia, ketakutan merupakan hal yang wajar kita alami setiap hari. Takut menghadapi kematian, persoalan dan pergumulan hidup, sakit penyakit, tanggung-jawab, penghakiman orang lain, masa depan, ujian, dll, adalah beragam hal yang menghantui kehidupan manusia. Sama seperti kita, Yosua pun merasa takut dan gentar ketika memulai memimpin umat Israel. Alkitab memang tidak mencacat secara eksplisit tentang ketakutan Yosua, namun secara implisit hal ini terlihat dengan jelas ketika Tuhan menguatkannya dengan mengatakan bahwa “Jangan takut”, yang kemudian diulangi sekitar empat kali.

          Saya mencoba untuk membayangkan ketakutan Yosua ini dengan melihat beberapa alasan yang Alkitab berikan, dan kemudian secara singkat saya jumpai bahwa memang adalah wajar jika Yosua takut. Ini beberapa alasan diantaranya; Musuh yang dihadapi Yosua adalah suku-suku bangsa yang memiliki kekuatan militer yang mempuni, struktur geografis yang strategis, mapan dalam perekonomian, serta postur tubuh yang besar bak raksasa (Lihat Bil.13). Sementara Israel tidak memiliki pasukan militer, meraka adalah bangsa penggembala ternak yang diperbudak dan dibebaskan Tuhan, dan kini selama empat puluh tahun hidup luntang-lantung di padang gurun. Israel bukanlah lawan yang sepadan, bahkan secara pertimbangan logis, mustahil bagi mereka untuk mencapai tanah perjanjian. Melihat hal ini, kita langsung dapat merasakan alasan mengapa Yosua takut. Akan tetapi perhatikan, meskipun secara statistik tidak ada kekuatan apapun yang dapat Yosua andalkan untuk mengalahkan bangsa-bangsa yang hebat itu,  namun Yosua memegang janji Tuhan akan penyertaan-Nya yang membawa kemenangan. Di sinilah intinya! Bukan kekuatan militer, bukan strategi perang, bukan jumlah pasukan, namun kepada Siapa Yosua menaruh pengharapannya.

          Sekali lagi, bukan kepada “Apa”, tetapi kepada “Siapa” Yosua menaruh pengharapannya. Ia tidak mengandalkan apapun kecuali Allah. Perhatikan janji Tuhan bagi Yosua ini, “seperti Aku menyertai Musa, demikianlah Aku akan menyertai engkau; Aku tidak akan membiarkan engkau dan tidak akan meninggalkan engkau.”. Kata “Seperti” dalam kalimat ini memberikan indikasi yang kuat bahwa penyertaan, perlindungan, pembelaan Allah kepada Yosua sama persis dengan penyertaan Allah kepada Musa. Tidak berkurang! Singkatnya, Allah tidak pernah membedakan bahwa Yosua adalah pemimpin “kemarin sore” dan Musa, Pemimpin senior. Tuhan tidak pernah pilih kasih ketika Ia memanggil seseorang menjadi alat kemuliaan-Nya. Ketika Ia memanggil kita untuk suatu tugas pekerjaan-Nya, Ia selalu menyertai dengan sepenuh hati. Perhatian-Nya penuh, tidak setengah-setengah. Inilah yang menjadi dasar pengharapan Yosua. Yosua tahu bahwa hanya karena penyertaan dan perkenanan Tuhanlah, ia dapat memimpin Umat Israel untuk masuk ke tanah perjanjian. Dasar pengharapan inilah yang dimaksudkan ketika Rasul Paulus mengatakan bahwa “Jika Allah dipihak kita siapakah lawan kita?” (Rm. 8:31). Jika Allah menyertai kehidupan kita, dan kita meletakan dasar pengharapan hidup kita sepenuhnya kepada Dia, maka kita tidak akan dilemahkan oleh setiap tantangan dan pergumulan hidup yang dihadapi, karena tidak ada pergumulan dan permasalahan hidup yang lebih besar dari Tuhan kita. Seperti Tuhan menyertai Musa dan Yosua, kiranya Ia juga senantiasa menyertai kita. Amin!

Tuhan Yesus memberkati.

Salam,
yb.

_______

Sumber gambar : www.sesawi.net
         



Minggu, 15 April 2018

APOLOGETIKA : ALKITAB FIRMAN ALLAH

"Apakah Alkitab adalah Firman Allah?"


Oleh : Yosep Belay.




Pendahuluan.


 .         Dalam acara Indonesia Lawyers Club (ILC) pada Selasa (10/4/2018) kemarin, Rocky Gerung, dosen filsafat UI, memberikan salah satu statement yang cukup kontroversial. Ia mengatakan bahwa “Kitab suci adalah fiksi”. Kalimat yang sebenarnya biasa saja dalam kelas filsafat ini, seketika menjadi boomerang baginya ketika disampaikan di hadapan public. Tetapi apakah benar penyataan bahwa “Kitab suci itu adalah sebuah fiksi?”, bagaimana dengan Alkitab kita? Apakah Alkitab juga merupakan fiksi, ataukah Alkitab memang adalah firman Allah?


 .         Pertanyaan dan peryataan demikian sudah sering kita dengar baik secara langsung, maupun tidak. Sebuah pertanyaan yang mengusik iman kita. Jay Smith, mengatakan bahwa kekristenan bergantung pada dua hal, pertama pada seorang Tokoh dan Sebuah buku—tokohnya adalah Yesus Kristus, dan bukunya adalah Alkitab. Itu sebabnya selain keyakinan yang kokoh kepada Kristus, keyakinan akan kebenaran Alkitab sebagai Firman Allah memiliki dampak yang sangat fital bagi iman Kristen. Alkitab merupakan wahyu Allah yang dinyatakan kepada umat-Nya, sehingga dengan dasar iman tersebut Alkitab menopang pengharapan iman kristiani baik di dunia ini maupun pengharapan di dalam kekekalan nanti. Sebaliknya, jika Alkitab bukan firman Allah, maka sia-sialah keyakinan kita dan pengharapan kita, karena tentu kita tidak dapat menggantungkan pengharapan iman dan eksistensi kehidupan kita pada sebuah buku yang berisikan “fiksi”. Bertolak dari alasan inilah pembahasan singkat ini disajikan sebagai pedoman dan Apolgetik bagi Jemaat.

Sebuah Pembelaan Singkat.


 .          Apakah Alkitab adalah firman Allah? Menjawab hal ini, sedikitnya terdapat lima hal mendasar mengapa kita meyakini bahwa Alkitab adalah Firman Allah yang sejati.


1. Alkitab mengklaim secara eksplisit bahwa ia adalah Firman Allah.

 .         Jika dengan teliti dibaca, maka kita akan menjumpai frasa-frasa seperti “Demikianlah firman Tuhan”, atau “Allah berfirman”. Sebagai contoh, Kej. 1:3,6,9; Kl. 5:1; 6:1; 7:1; Im. 1:1, dst. Penggunaan frasa-frasa ini dalam bagian PL kurang lebih terdapat sekitar 2000 kali dengan berbagai fariasi penulisan. Sementara di dalam PB, otoritasnya bergantung sepenuhnya pada Tuhan Yesus Kristus yang adalah Firman Allah itu sendiri (Yoh. 1:1, 14), serta peran Roh Kudus yang mengilhamkan para Rasul dalam menulis Injil dan Surat-surat mereka (2 Tim. 3:16; 2 Pet. 1:20-21). Suatu cara pewahyuan yang sama dengan pewahyuan yang diilhamkan pada PL (Bdk. Mrk. 12:36). Charles C. Ryrie mendefinisikan inspirasi atau pengilhaman sebagai berikut: “Allah mengawasi sedemikian rupa sehingga para penulis Alkitab itu menyusun dan mencatat tanpa kekeliruan pesan-Nya kepada manusia dalam bentuk kata-kata pada penulisan aslinya.”
 Klaim-klaim yang berotoritas Ilahi ini merupakan bukti yang tak terbantahkan dari kesaksian Alkitab sendiri mengenai dirinya.

2. Pengakuan Otoritas Alkitab Oleh Kristus.

 .           Tuhan Yesus merupakan teladan kita dan semua umat Tuhan, termasuk sikapnya terhadap otoritas Alkitab. Untuk itu kita perlu melihat dan meneladani sikap-Nya terhadap Alkitab. Dalam beberapa kesempatan kita menjumpai bahwa Ia selalu mengutip dan mengajar berdasarkan PL. berikut beberapa diantaranya:

 Yesus berbicara tentang seluruh PL (Mat. 22:29), pembagian sentralnya (Luk.16;16), masing-masing kitab secara individual (Mat. 22:43; 24:15), peristiwa-peristiwanya (Mat. 19:4-5; Luk.17:27), bahkan huruf-hurufnya dan bagian huruf-hurufnya (Mat. 5:18) sebagai hal-hal yang memiliki otoritas Ilahi. Ia menyebut Alkitab sebagai Firman Allah (Yoh. 10: 35), Ia berkata bahwa Alkitab ditulis oleh manusia yang dipimpin oleh Roh Kudus (Mrk. 12:36). Ia mengutp penciptaan (Luk. 11:51), Sodom dan Gomora (Luk. 10:12), Yunus (Mat. 12:39-41). Ia meneguhkan otoritas kitab Taurat (Luk. 16:17). Perjalanan hidupnya bahkan menggenapkan kebenaran Firman itu sendiri, mulai dari pencobaan di padang gurun—Ia mengutip PL (Mat. 4:4, dst), hingga seruan kemenangan di atas kayu salib (Mzm. 22:2; Mzm. 31:6).

           Semua hal ini memperlihatkan kepada kita mengenai pengakuan Kristus akan otoritas kitab suci yang bahkan Ia genapi dalam perjalanan hidup-Nya. Penghormatan dan pengakuan Kristus akan otoritas kitab suci ini menjadi dasar bagi kita untuk mengakui kebenarannya sebagai firman Allah yang sejati tanpa keraguan.

3. Kesatuan Yang Ajaib.

 .          Alkitab yang berada di tangan kita ini merupakan suatu kumpulan kitab-kitab yang melalui proses perjalanan panjang sejarah Israel sekitar 4000 tahun lalu, hingga sampai di tangan kita saat ini. Alkitab menjadi kitab suci yang unik dan ajaib karena beberapa fakta peran serta Ilahi. Perjalanan panjang penulisan Alkitab dimulai kira-kira dari tahun 2000 SM (Kitab Ayub), hingga sekitar 90 M (Injil Yohanes dan Surat-surat Yohanes). Alkitab ditulis oleh sekitar empat puluh penulis juga ditulis dari tahun yang berbeda, kebudayaan yang berbeda, profesi yang berbeda, tempat yang berbeda, gaya bahasa yang berbeda, gendre tulisan yang berbeda, namun memiliki satu tema sentral yang sama yaitu: “Rencana keselamatan Allah bagi umat manusia” (Lih. Kej. 3:15; Yes. 7:14; Mat. 1:23), suatu nubuatan Mesianik yang digenapi oleh Tuhan Yesus sebagai Juruselamat.

          Tidak ada kitab suci atau buku apapun di dunia ini yang memiliki kesatuan tema dengan latar belakang penulisan yang beragam seperti Alkitab. Focus tema sentral yang tidak berubah dari berbagai latar belakang yang berbeda ini, hanya dimungkinkan jika Alkitab berasal satu sumber inspirasi yang sama yaitu Allah!

4. Ketepatan Penggenapan Nubuatannya.

 .          Salah satu ciri nabi palsu adalah nubuatannya tidak tergenapi/ tidak terjadi (Ul.18:22). Hal ini merupakan pesan penting sekaligus suatu alat uji bagi kebenaran firman Tuhan yang diterima dan disampaikan oleh seorang nabi. Lantas bagaimana dengan nubutan-nubuatan di dalam Alkitab?
 Berbeda dengan ramalan Nostradamus atau nubuatan nabi agama lain yang samar-samar dan tidak jelas, Alkitab memperlihatkan otoritasnya sebagai firman Allah melalui nubuatan-nubuatan para nabi dengan terang benderang serta sangat mendetail. Ada beberapa nubuatan yang ditulis 1.500 tahun sebelum nubuatan itu digenapi, yang lain 700 tahun sampai 1000 tahun. Akan tetapi dalam ratusan kasus, nubuatan-nubuatan itu telah digenapi dengan sangat akurat. Beberapa diantarnya seperti pembuangan Israel ke Babel dan pembebasannya, (Dan. 9:1-2: Yer. 25), Diaspora Bangsa Israel (Ul. 28; Hos. 9; Yer. 24) dan kembalinya mereka ke tanah perjanjian (Yeh. 36-37). Namun tentu dari semua yang telah digenapi, nubuatan tentang kedatangan Sang Mesiaslah yang paling memukau. Dimulai dari Tempat Kelahiran-Nya di Betlehem (Mik. 5:1), kelahiran-Nya dari seorang Perawan (Yes. 7:14), masa pelayanan, penghianatan, penderitaan-Nya, dan bagaimana Ia akan mati (Yes. 52-53), bagian tubuh-Nya yang dipaku, seruan-Nya di atas kayu salib, mati, bangkit (Mzm. 22-24), dan mengalahkan kuasa iblis (Kej. 3:15). Semuanya digenapi dengan ketepatan yang sangat ajaib! Tidak berhenti sampai disitu, Alkitab bahkan menubuatkan pesan-pesan Eskatologis yang akan terjadi di akhir zaman dan kekekalan nanti.

           Hanya Allah yang memiliki kesempurnaan pengetahuan sejarah umat manusia dari awal sampai akhir yang mampu menyampaikan dan menggenapi pesan nubuatan seperti di dalam Alkitab. Dan ketepatan dalam penggenapan inilah yang membuktikan bahwa Alkitab adalah firman Allah. Perhatikan kalimat tantangan yang Tuhan Yesus sampaikan berikut ini, sesuai dengan Ulangan 18:22 di atas, “Aku mengatakannya kepadamu sekarang juga sebelum hal itu terjadi, supaya jika hal itu terjadi, kamu percaya, bahwa Akulah Dia.” (Yoh. 13:19).

5. Kuasa Yang Mengubahkan Hidup.

 .       Fakta bahwa Alkitab telah mengubahkan kehidupan jutaan manusia di dunia ini sepanjang zaman, memberikan indikasi yang kuat tentang otoritasnya sebagai firman Allah yang hidup. Kehidupan yang berdosa, hancur, frustasi, tanpa pengharapan, mengalami perubahan ketika mereka membaca, mendengar, dan merenungkan Alkitab (Yer. 23:9; Yoh. 15:3; 2 Tim. 3:16; Ibr. 4:12).
 Agustinus, “Si Bocah Nakal” adalah salah satu kisah transformasi hidup yang sangat mengesankan melalui Alkitab. Seorang filsuf yang sedang frustasi dalam pencarian jati dirinya, berjumpa dengan Tuhan melalui ayat firman Tuhan yang tak sengaja ia buka dan baca, “Hari sudah jauh malam, telah hampir siang. Sebab itu marilah kita menanggalkan perbuatan-perbuatan kegelapan dan mengenakan perlengkapan senjata terang!” (Rm. 13:12). Suatu jawaban Tuhan yang kemudian membawa “si bocah nakal” menjadi salah satu Bapa Gereja dan filsuf Kristen abat ke-4 yang karya-karyanya (baik teologi maupun filsafat) sangat dihormati hingga saat ini. Tentu kisah ini hanya satu ari sekian banyak kisah tentang bagaimana Alkitab telah mengubah hidup jutaan orang.

             Di dunia ini tidak ada buku yang mampu mengubah hidup seseorang yang hancur menjadi baru! Buku yang mengubah seseorang menjadi baik (menurut standar manusia), banyak, namun tidak menjadi baru! Karena perihal hidup baru hanya Allah yang mampu melakukannya, dan Alkitab adalah Firman Allah yang mengubahkan hidup manusia yang bobrok itu, menjadi kehidupan baru yang berkenan kepada Allah. Itu sebabnya, alasan terakhir ini merupakan pesan penting tentang otoritas Alkitab sebagai firman Allah yang berkuasa.

Penutup.


 .       Voltaire, salah seorang filsuf rasionalis asal Perancis ini pernah menghina Alkitab dengan mengatakan bahwa “Alkitab akan segera lenyap tidak sampai 50 tahun lagi. Setelah mengatakan demikian, ia melemparkan Alkitab yang ada ditangannya dan berkata” Tidak lama lagi kita ini hanya akan ditemukan di Museum”. Pada kenyataannya, Voltaire yang lebih dulu dimuseumkan tidak sampai lima puluh tahun. Tak lama berselang, rumah tempat tinggal Voltaire justru dibeli oleh salah seorang anak Tuhan dan dijadikan tempat percetakan Alkitab.


 .        Alkitab telah membuktikan eksistensinya sebagai firman Allah melalui berbagai ujian dan sejarah panjang umat manusia. Ketika kita memegang Alkitab di tangan kita, hal ini memperlihatkan bahwa Allah dengan kuasa-Nya terus memelihara kebenaran firman-Nya agar pesan keselamatan itu terus digemakan di setiap generasi. Kebenaran ini memberikan keyakinan dan jaminan bagi kita bahwa Alkitab merupakan firman Allah yang hidup dan yang sejati. Jika Alkitab adalah firman Allah, maka kita tidak boleh mengabaikannya, mengabaikannya, sama halnya dengan tidak menghormati Allah.

Soli Deo Gloria!

Jumat, 13 April 2018

RENUNGAN : MULAILAH DENGAN TAKUT AKAN TUHAN

Nas : Mazmur 111:10 (TB) Permulaan hikmat adalah takut akan TUHAN, semua orang yang melakukannya berakal budi yang baik. Puji-pujian kepada-Nya tetap untuk selamanya.

Amsal 1:7 (TB) Takut akan TUHAN adalah permulaan pengetahuan, tetapi orang bodoh menghina hikmat dan didikan.

_______

               Hikmat dan pengetahuan dunia sekuler diperoleh dengan cara yang berbeda dengan seorang anak Tuhan. Filsafat dan sains memulai pencarian mereka dengan "otak", sementara Anak-anak Tuhan memulainya dengan "hati yang Takut/hormat kepada Tuhan". Seorang filsuf/saintis sekuler memulai petualangannya dengan rangkaian rumit peralatan dan objek penelitian di laboratorium, namun seorang anak Tuhan memulai petulangan intelektualnya dengan rangkaian doa pengagungan dan ucapan syukur kepada Tuhan.

            Alkitab memberitahukan kepada kita bahwa Permulaan hikmat dan pengetahuan dimulai dengan satu cara, sikap hati yang takut akan Tuhan. Di dunia ini banyak orang pintar dan hebat dengan sederet gelar, namun karena tidak ada sikap hati yang takut akan Tuhan maka kepintaran dan kehebatan itu menyesatkan mereka dalam berbagai kejahatan. Saudara, penjahat berdasi itu 80% adalah kalangan berpendidikan dengan sederet gelar di belakang nama, namun karena minus takut akan Tuhan maka gelar dan kepintaran mereka justru mencelakakan.

            Untuk mengatasi "penyakit" di atas maka salah satu program yang digagas Pak Presiden kita adalah revolusi mental. Itu sangat baik, namun tahukah Saudara bahwa "mental" yang baik berhubungan dengan spiritual yang baik pula? Ini adalah rahasiannya. Sikap hati yang takut akan Tuhan, sesungguhnya bukan hanya berbicara mengenai konsep iman, dan pengetahuan serta hikmat, namun takut akan Tuhan juga berbicara mengenai pondasi utama bagaimana etika Kristen dibangun. Singkatnya, seseorang yang takut dan hormat akan Tuhan akan lebih cenderung untuk hidup dalam Kebenaran dan tidak melakukan kejahatan, dimana hal-hal ini merujuk pada Etika kerja dan sosial yang baik pula. Takut akan Tuhan adalah kunci menuju pengetahuan, hikmat, dan etika Kristen yang memimpin hidup kita pada Perkenanan Tuhan dan keberhasilan. Mulailah segala sesuatu dengan sikap hati yang takut akan Tuhan, maka Saudara akan melihat bagaimana Tuhan menyelesaikannya dengan luar biasa. Amin!

Selamat beraktifitas dan berakhir pekan,
Tuhan Yesus memberkati kita.

Salam,
yb.

RINGKASAN KHOTBAH : KUNCI KEBERHASILAN

Nas : Amsal 1:7 , “Takut akan TUHAN adalah permulaan pengetahuan, tetapi orang bodoh menghina hikmat dan didikan. (TB).

Oleh : Yosep Belay

 
Pendahuluan.

 Shalom.. .

          Saudara, berbicara mengenai keberhasilan maka tidak seorang pun yang tidak ingin gagal, semua pasti ingin berhasil. Apakah di antara Saudara, ada yang ingin gagal dalam kuliahnya? Sudah pasti tidak ada bukan? Jika gagal, yang ngamuk duluan pasti orang tua, setelah itu pacar minta putus...
 Untuk mencapai keberhasilan pun banyak cara yang dilakukan, mulai dari cara murid teladan—belajar sungguh-sungguh, sampai cara-cara unik ala murid ‘rock n roll’ seperti mencontek dan berbagi jawaban, cara romantis—merayu pacar agar mengerjakan PR, cara canggih—searching google, cara preman—ngancem, cara rohaniawan dakakan—berdoa mati-matian pada saat ujian, dan cara kalab—mengisi jawaban dengan sembarangan. Ini semua dilakukan demi satu tujuan, mencapai keberhasilan. Karena kebiasaan ‘rock n roll’ ini pula maka jangan heran, banyak pejabat-pejabat di negeri ini yang juga memiliki 1001 cara kreatif, kreatif untuk maling uang rakyat.

Kunci Keberhasilan.

          Lantas bagaimanakah kita sebagai anak-anak Tuhan dapat berhasil? Apakah kita harus mengikuti arus dan cara-cara rock n roll ala dunia? Firman Tuhan dalam ayat ini memberikan dua kunci keberhasilan bagi kita:

1. Hidup dengan Takut akan Tuhan (Prinsip Iman).

           Saudara, Takut akan Tuhan adalah kunci utama dan paling penting bagi mereka yang ingin berhasil. Perhatikan, mengapa di dalam Bangsa kita banyak orang pintar, hebat, dan bergelar namun bangsa kita tidak berhasil? Mengapa orang-orang pintar tersebut setelah menjadi pejabat, sebagian besar di antara mereka harus berakhir dengan status terpidana KPK? Jawabannya adalah karena mereka tidak takut Tuhan! Dalam sebuah wawancara di ILK beberapa waktu lalu, Prof. Salim Said, guru besar Ilmu Poltik UI memberikan satu statment menarik, Ia mengatakan bahwa : ”Mengapa negeri kita tidak maju? Karena di negeri kita ini pejabatnya paling banyak melanggar sumpah jabatan yang mengatas namakan Tuhan. Kalau Tuhan saja tidak ditakuti maka bagaimana kita akan maju?”. Perkataannya itu benar.

           Takut akan Tuhan bukanlah suatu respon seperti kita takut ketika menonton film horor. Dalam terjemahan lain, ayat ini berbunyi demikian: “Untuk memperoleh ilmu sejati, pertama-tama orang harus mempunyai rasa hormat dan takut kepada TUHAN...” (BIS). Jadi takut akan Tuhan berbicara mengenai sikap hati yang tunduk, taat, serta menghormati-Nya dalam tindakan hidup kita. Sehingga sangking hormat dan kasihnya kita kepada Dia, kita tidak mau menyakiti hati-Nya dengan melanggar firman-Nya. Itulah maksud dari takut akan Tuhan.

             Dulu ketika masih kuliah, pada saat ujian kami sering ditinggalkan oleh Dosen pengawas, sebelum meninggalkan kelas dosen saya berpesan, “Keberhasilan ujian yang sesungguhnya bukan tentang nilay yang diperoleh, namun tentang prinsip iman dimana kalian tetap taat dengan tidak melakukan kecurangan, karena pertanggung-jawabanmu bukan kepada dosen tetapi kepada Tuhan.” Pesan ini membekas begitu dalam pada kehidupan, pelayanan, dan pekerjaan saya, sehingga menghasilkan suatu gaya hidup yang berbeda. Saudara, kalau prinsip ini ada dalam semua orang percaya, maka saya percaya, bangsa ini pasti akan maju. Pak Ahok adalah salah satu contoh kecil, dan juga yang sedang ramai adalah Dokter Terawan. Mereka dalah contoh-contoh dari bagaimana seharusnya seorang anak Tuhan bekerja dalam profesinya dengan sikap hati yang takut akan Tuhan. (Bdk. Kol. 3:23 “Apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia”). Jika aktivitas kuliah, pekerjaan, dan kehidupan kita dilakukan untuk Tuhan, maka sudah pasti kita akan memberi yang terbaik bukan? Itu sebabnya, untuk mempersiapkan renungan ini, saya pun berusaha untuk memberikan yang terbaik, karena saya percaya bahwa hal ini berhubungan dengan pelayanan saya kepada Tuhan, dan melalui pesan sederhana ini Tuhan akan mempersiapkan Saudara untuk menjadi generasi Gereja yang akan memberkati bangsa ini.

            Sebaliknya, perhatikan, tanpa sikap takut akan Tuhan, manusia mungkin saja dapat berhasil, akan tetapi keberhasilannya itu adalah sebuah kegagalan yang tertunda. Cepat atau lambat, kerusakan akan menghampiri hasil kerja dan kehidupannya. lihat saja bagaimana para pejabat yang ingin sukses dengan menggunakan cara-cara kotor seperti politik uang, ijazah palsu, suap, dll, semuanya berakhir di dalam penjara. Sekali lagi, sikap tanpa takut akan Tuhan keberhasilan yang kita capai akan menyesatkan kita! Tanpa takut akan Tuhan, tujuan hidup kita pasti berorientasi pada materi dan kesenangan duniawi, karena fokus hidup kita hanya tertuju untuk mengejar uang, pangkat, dan kedudukan. Bacalah Matius 6:33, Saudara akan menjumpai bahwa yang dikejar di atas itu sesungguhnya berkat yang ditambahkan setelah Saudara hidup dalam kerajaan dan kebenaran-Nya. Materi adalah berkat tambahan, takut akan Tuhan adalah proritas utamanya!

    ➤  "Takut akan Tuhan tidak hanya berbicara tentang Iman namun juga tentang karakter dan etika."

          Orang-orang yang hidupnya takut akan Tuhan akan lebih cenderung untuk tidak berbuat kejahatan dan kecurangan, daripada mereka yang tidak takut Tuhan. Saudara, hidup takut akan Tuhan tidak hanya berbicara mengenai prinsip iman akan tetapi memiliki hubungan erat dengan etika dan prinsip hidup. Maksudnya, mereka yang terbiasa hidup di dalam kebenaran firman Tuhan, akan membuahkan gaya hidup dan kebiasaan yang baik pula. Kebiasaan inilah yang kemudian hari akan menjadi prinsip etika yang akan terlihat dalam dunia kerja. Saudara, dunia kerja saat ini tidak hanya membutuhkan orang-orang berkompeten/pakar dalam bidangnya, namun juga orang-orang yang memiliki etika yang baik dalam pekerjaan dan hubungan sosialnya. Perusahaan akan lebih cenderung memilih mereka yang beretika baik namun kurang dalam hal pengalaman, daripada seorang Insinyur yang beretika buruk. Takut akan Tuhan adalah prinsip iman yang akan memimpin saudara pada perilaku etika yang baik, serta kunci untuk menuju keberhasilan dalam segala hal.

2. Tekun mencari hikmat dan didikan (Tanggung-jawab Iman).

            Kata “hikmat” dalam bahasa Ibrani dalam ayat ini adalah “Hokmah”, dan dalam bahasa Yunani adalah “Sophia”. Dari kata “sophia” inilah kata “Philosophy” diturunkan. Kata yang dalam bahasa indonesia kita kenal sebagai “filsafat”. Jadi filsafat itu sebenarnya berarti “orang-orang yang mencintai hikmat”. Itu sebabnya logo buku filsafat selalu digambarkan dengan orang yang sedang berpikir, karena kerjaan seorang filsuf hanya bertanya dan berpikir. Setelah bertanya, mereka kemudian mempertanyakan pertanyaan, sampai mereka menemukan pertanyaan yang tidak lagi dipertanyakan. Itulah filsafat.

             Dalam lanjutan terjemahan lain dari ayat ini, berbunyi demikian, “... Orang bodoh tidak menghargai hikmat dan tidak mau diajar.” (BIS). Alkitab jauh-jauh hari telah menasehatkan kita untuk “mencari hikmat”, namun tentu bukan hikmat dunia, tetapi hikmat dari Tuhan. Hikmat dari Tuhan itu dimulai dengan sikap hati takut akan Tuhan. Sekali lagi, hikmat Tuhan dicapai bukan dengan otak tetapi hati. Ini perbedaan mendasar antara hikmat dunia dan hikmat Tuhan. Sementara orang yang tidak menghargai atau tidak mau dididik adalah orang bodoh—ini firman Tuhan yang katakan, bukan saya. Firman Tuhan ini memang sangat benar, Saudara, sebagian besar anak-anak yang sering bolos memang secara intelektual kurang. Ini bukan pengalaman orang lain, tetapi pengalaman saya. Sewaktu SMP dulu, kebanyakan geng tukang bolos saya itu memiliki satu kesamaan—malas masuk sekolah, malas belajar, malas buat PR, bawa buku hanya satu, dan duduknya selalu paling belakan. Tapi Puji Tuhan, semenjak SMA saya bertobat, hingga dapat lulus dengan hasil yang memuaskan.

              Jika diperhatikan, kita akan menjumpai bahwa dalam ayat ini terdapat dua penekanan yang berbeda, yaitu, “Hikmat” dan “Didikan”. “Hikmat” berbeda dengan “Didikan”. Hikmat diperoleh melalui perenungan dan hubungan pribadi dengan Tuhan, sedangkan didikan (Pemahaman/ilmu) diperoleh melalui proses belajar di bangku pendidikan. Hikmat berhubungan dengan hati, sementara didikan (ilmu) berhubungan dengan otak. Kita dapat belajar tentang ilmu akuntansi dan menjadi seorang akuntan yang ahli dalam hal menghitung, namun untuk memberi kepada sesama yang sedang kelaparan, kita tidak perlu menjadi seorang ahli akuntasi, kita hanya perlu hati yang mengasihi. Akan tetapi untuk dapat memberi dengan hati yang mengasihi tadi dan dengan jumlah yang maksimal, Saudara perlu menjadi ahli akuntansi yang berhasil dan sukses. Sebagai anak Tuhan, kita harus memiliki keduanya, hati yang mengasihi Tuhan dan sesama, serta intelektual yang cerdas sehingga kita mampu menjadi berkat bagi orang banyak dan mempermuliakan Tuhan denagn maksimal.

           Punya “otak” tapi gak punya “hati”, Saudara akan jadi orang yang egois dan tidak perduli terhadap orang lain. Punya “hati” tetapi tidak punya “otak”, Saudara bisa dibodohi dan ditipu orang. Jadi kita harus punya keduanya! Tuhan Yesus adalah contoh paling nyata, Seorang teladan agung yang memiliki Pengetahuan sempurna dan Kasih yang sempurna (Kol. 2:3). Ia memiliki pengetahuan yang sempurna karena Ia adalah Allah yang menciptakan alam semesta ini (Yoh. 1:3; Kol. 1:6). Ia memiliki kasih yang sempurna karena Ia juga adalah Allah yang mengasihi kita, bahkan dalam keadaan kita yang jahat (Yoh. 15:13—Rm. 5:8).

Penutup.


          Kunci keberhasilan menurut firman Tuhan dapat digapai melalui dua hal, yaitu Prinsip Iman—hidup dengan takut akan Tuhan, dan Tanggung-jawab Iman—Berjuang untuk memperoleh hikmat dan didikan melalui studi. Keduanya harus berimbang dan tidak boleh mengabaikan salah satunya. Satu hal yang perlu diingat, tujuan keberhasilan yang utama tidak boleh diletakan pada diri kita, orang tua, atau pasangan, tetapi tujuan utama keberhasilan Anak-anak Tuhan adalah untuk mempermuliakan Tuhan. Keberhasilan yang kita capai untuk kemuliaan Tuhan itu secara otomatis akan membanggakan kita, keluarga kita, dan orang-orang terdekat kita.


           Kiranya Tuhan memberkati dan memimpin studi Saudara, hingga kelak Saudara dapat menjadi alat kemuliaan Tuhan dan berkat bagi bangsa dan negara. Amin! Tuhan Yesus memberkati. Shalom!

Selasa, 10 April 2018

RENUNGAN : BEBAS NAMUN TERPENJARA

Nas : Bilangan 21:5 (TB), Lalu mereka berkata-kata melawan Allah dan Musa: "Mengapa kamu memimpin kami keluar dari Mesir? Supaya kami mati di padang gurun ini? Sebab di sini tidak ada roti dan tidak ada air, dan akan makanan hambar ini kami telah muak."

_______

            Dalam peristiwa pra keluaran hingga keluaran umat Israel dari perbudakan Mesir, Allah menunjukan kepada bangsa Israel, Mesir, dan dunia bahwa Dialah Allah yang sejati dan berkuasa melalui berbagai mujizat yang dasyat. Peristiwa historis ini menunjukan kepada kita suatu pesan mendalam tentang penghukuman Allah bagi Mesir dan Anugerah-Nya bagi umat Israel. Namun secara tragis, Alkitab juga memperlihatkan kepada kita tentang kebebalan umat Israel yang diselamatkan itu. Mesir hanya menyaksikan sepuluh tulah, tidak berobat, dan dihukum. Akan tetapi umat Israel bukan hanya menyaksikan sepuluh tulah, mereka bahkan menyaksikan lebih banyak mujizat yang Tuhan kerjakan setelah peristiwa keluaran, namun kebebalan tidak pernah lepas dalam hati mereka. Meskipun secara fisik mereka merdeka, namun hati mereka tetap terpenjara pada kenikmatan hidup duniawi di Mesir.

            Hal-hal ini menunjukan kepada kita bahwa dasyatnya mujizat tidak dapat menjamim pertobatan seseorang sebagai pertobatan yang sejati. Bangsa Israel bukan hanya menyaksikan berbagai mujizat luar biasa yang tidak akan pernah terjadi lagi, mereka bahkan berjumpa secara langsung dengan Tuhan, dipimpin dan dipelihara oleh Tuhan, namun hati mereka tetap keras, hati mereka tertinggal di mesir, itu sebabnya Tuhan menyebut mereka bangsa yang tegar tengkuk. Susah diatur, bagaikan kambing liar yang digembalakan, akan selalu memberontak dan melawan gembalanya. Pesan ini memperlihatkan bahwa kecenderungan hati manusia adalah "hidup nyaman". Meskipun menjadi budak, hidup dalam dosa namun jika hidupnya nyaman, enak, itu sudah cukup, karena itulah tujuan hidup. Ini sangat keliru. Kekristenan merupakan suatu panggilan Tuhan menuju proses hidup bersama-Nya, maka kehidupan kristiani tanpa proses pembentukan Tuhan bukanlah Kekristenan yang sejati.

         Ayat di atas secara menyedihkan memperlihatkan suatu pesan bahwa meskipun umat Israel telah menjadi umat Tuhan namun tujuan hidup mereka masih berorientasi pada hal-hal "perut", sehingga ketika pergumulan datang mereka mulai membandingkan kehidupan lama sebagai budak di Mesir dan kehidupan baru mereka di dalam Tuhan. Mulai timbul persungutan, mulai menyalahkan Tuhan. Terlebih lagi tidak menghargai berkat, anugerah, dan pemeliharaan Tuhan. Saudara, jika ciri-ciri mulai nampak dalam hidup kita, maka periksalah, jangan-jangan kita hanya mengikut Tuhan karena "perut", atau jangan-jangan badan kita memang berada di dalam Gereja tetapi hati kita masih terpenjara di dunia. Tuhan tahu kebutuhan perut kita dan Dia pasti mencukupkannya, akan tetapi Dia lebih tahu kebutuhan yang lebih utama kita, yaitu keselamatan dan persekutuan kekal bersama-Nya. Ikut dan layanilah Tuhan dengan mental sebagai anak Tuhan yang murni, bukan dengan mental seorang egois yang selalu berpusat pada kepentingan dan kesenangan pribadi. Amin.

Selamat beraktifitas, Tuhan Yesus memberkati kita.

Salam,
yb.

Selasa, 03 April 2018

SUARA GEMBALA :Ringkasan Khotbah Paskah, Minggu 1/04/2018.

"Kebangkitan Kristus: Dasar iman kita"

Nas: 1 Korintus 15:1-20. "Tetapi andaikata Kristus tidak dibangkitkan, maka sia-sialah pemberitaan kami dan sia-sialah juga kepercayaan kamu. ... Dan jika Kristus tidak dibangkitkan, maka sia-sialah kepercayaan kamu dan kamu masih hidup dalam dosamu."

Oleh : Ibu Pdt. Mawar Cholia, S.Th.

            Paskah merupakan peristiwa historis tentang puncak pelayanan dan kemenangan Kristus, yang sekaligus menjadi momentum kemenangan iman kristiani dari kuasa dosa dan maut. "S'bab Dia hidup, ada hari esok". Karena Kristus hidup, maka ada pengharapan dan jaminan di hari esok. Kemenangan-Nya atas kuasa maut memberikan pengharapan bagi kita bahwa di dalam Dia, kita pasti memperoleh jaminan untuk kehidupan saat ini dan kehidupan kekal pasca kematian fisik. Semua hanya karena satu hal, "Karena Tuhan kita hidup!"

             Dalam bacaan di atas, secara khusus Rasul Paulus menegaskan dasar keyakinan iman Kristen akan kebangkitan Kristus. Pada ayat 3 dan 4, rasul Paulus mengungkap satu dasar yang sangat penting dan teguh, yaitu fakta bahwa Kematian-Nya bagi dosa kita, dikuburkan, dan bangkit bersumber dari satu hal, "Sesuai dengan kitab suci!". Artinya, peristiwa kebangkitan Kristus bukanlah sebuah hoax yang dihembuskan oleh para Rasul, akan tetapi bersumber pada Kebenaran Wahyu Allah dan kesaksian para Nabi PL tentang sang Mesias. Ini merupakan dasar iman dan Kebenaran yang tak terbantahkan. Tidak sampai di situ, Rasul Paulus kemudian menunjukan pada kita dalam ayat selanjutnya (5-8) bahwa fakta historis dari kebangkitan Kristus itu juga disaksikan oleh lebih dari 500 orang! Jika saksi mata yang begitu banyak, maka masih ragukah kita akan Kebenaran ini? Dua dasar ditekankan oleh Rasul Paulus untuk disampaikan kepada kita, pertama Firman Allah dan kedua, 500 lebih saksi mata. Sangat luar biasa! Dan penekanan yang lebih kuat juga dikemukakan Rasul Paulus dalam ayat 15-18. Rasul Paulus dan Rasul lainnya mempertaruhkan hidupnya di hadapan Allah mengenai kesaksian mereka tentang kebangkitan Kristus. Dengan kata lain, mereka rela terkutuk karena telah mendustai Allah, jika Kristus tidak dibangkitkan. Saudara, hanya orang-orang benar yang menyaksikan kebenaran lah yang dapat berkata demikian di hadapan Allah dan manusia. Itu sebabnya, peristiwa kebangkitan Kristus adalah peristiwa historis yang melibatkan dua Kebenaran--kebenaran Allah, dan kebenaran fakta historis dari para saksi mata.

                Dengan dasar Kebenaran ini maka Rasul Paulus menasehat kita (ay. 19) agar pengharapan iman kita kepada Kristus jangan hanya digantungkan untuk hal-hal sepele seperti kebutuhan jasmani, Kesuksesan, dan lainnya di dalam dunia ini karena itu bukanlah prioritas yang sesungguhnya. Mengantungkan pengharapan secara demikian pada Kristus, digambarkan Rasul Paulus sebagai pengharapan orang-orang yang paling malang, karena itu bukanlah prioritas yang sesungguhnya dalam pengharapan iman Kristen. Sebaliknya, Hal-hal ini hanya tambahan saja setelah kita mengutamakan Tuhan (Mat. 6:33). Sedangkan yang paling utama adalah keselamatan dan kehidupan kekal yang telah kita peroleh dari kemenangan karya salib Kristus. Maka pada bagian penutup Rasul Paulus menasehatkan kita, "Karena itu, saudara-saudaraku yang kekasih, berdirilah teguh, jangan goyah, dan giatlah selalu dalam pekerjaan Tuhan! Sebab kamu tahu, bahwa dalam persekutuan dengan Tuhan jerih payahmu tidak sia-sia." (Ay. 58). Amin!

Selamat PASKAH,
Tuhan Yesus memberkati kita.
_____________
Cat. Tulisan ini diedit seperlunya oleh yb.