Kamis, 29 Maret 2018

SALIB KRISTUS : KEMATIAN YANG MENGHIDUPKAN

Nas : Yohanes 12: 24-33 , “Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya jikalau biji gandum tidak jatuh ke dalam tanah dan mati, ia tetap satu biji saja; tetapi jika ia mati, ia akan menghasilkan banyak buah. ... Sekarang jiwa-Ku terharu dan apakah yang akan Kukatakan? Bapa, selamatkanlah Aku dari saat ini? Tidak, sebab untuk itulah Aku datang ke dalam saat ini. ... dan Aku, apabila Aku ditinggikan dari bumi, Aku akan menarik semua orang datang kepada-Ku." Ini dikatakan-Nya untuk menyatakan bagaimana caranya Ia akan mati.”

____________

 .         Semasa kecil, kita sering mengungkapkan cita-cita kita kepada guru atau pun kepada sahabat-sahabat terdekat. Pilot, dokter, guru, tentara dan polisi adalah beberapa diantaranya yang menjadi pilihan favorit. Tidak ada satu pun dari kita yang menghendaki cita-cita dan masa depan yang suram, hidup dalam penderitaan, apalagi menghendaki kematian. Hal-hal ini adalah tujuan hidup yang memang secara wajar ingin dicapai oleh semua manusia. Namun terdapat hal yang sangat berbeda ketika kita berbicara mengenai tujuan hidup Kristus. Hanya Kristus satu-satunya manusia yang pernah hadir dalam sejarah dimana Ia dengan terus terang memberitakan tujuan hidup-Nya yang tragis, yaitu salib. Bahkan pemberitaan ini diproklamasikan pada saat Ia berada dalam puncak karier-Nya sebagai seorang rabi yang memiliki banyak pengikut dan dengan berbagai kuasa mujizat. Itu sebabnya Petrus dengan sigap menegur Dia agar jangan berkata demikian (Mat. 16:23).

 .          Ya, karya salib adalah inti, tujuan hidup, dan puncak dari misi yang diemban Kristus ketika Ia datang ke dunia ini. Hal ini sekaligus menjadi pondasi yang menyokong keyakinan iman kristiani akan keselamatan, sebagaimana yang dinyatakan oleh Firman Allah dalam berbagai simbol pengorbanan hewan dalam PL (Ibr. 9:22), dan penggenapannya di dalam PB oleh Kristus (Ef. 1:7; Yoh. 1:29, 36). Suatu rancangan agung karya keselamatan Allah bagi kita yang dimulai semenjak kekekalan (1 Pet. 1:20), dinyatakan pada saat kejatuhan manusia pertama (Kej. 3:15), digenapi oleh kehidupan Kristus (1 Pet. 1:20; Ibr. 1:1-2), dan diakhiri dengan luar biasa di atas kayu salib ketika Ia menyerukan, “Sudah Selesai!” (Yoh. 19:30). Karya penyelamatan menjadi tergenapi ketika seruan kemenangan ini bergema di atas bukin tandus golgota. Tanpa pengorbanan dan kematian Kristus di atas kayu salib, maka tidak ada keselamatan bagi Saudara dan saya. Tanpa pengorban Kristus maka sia-sialah iman kita. Itu sebabnya John Stott mengatakan bahwa agama lain mampu berdiri tanpa pendirinya karena berpusat pada hukum dan aturan, tetapi kekristenan tidak. Kekristenan tanpa pribadi dan karya Kristus pasti bukanlah Kristen!

 .          Dalam bacaan di atas, kita menjumpai suatu pengajaran yang paradoksal mengenai pesan salib Kristus; untuk memperoleh kehidupan, haruslah melalui jalan kematian. Tuhan Yesus menggunakan perumpamaan biji gandum, suatu pengajaran yang merujuk kepada diri-Nya yang harus “mati” terlebih dulu untuk kemudian menghasilkan banyak buah kehidupan. Hal ini kemudian dipertegas dalam ayat 32-33, “apabila Aku ditinggikan dari bumi, Aku akan menarik semua orang datang kepada-Ku. Ini dikatakan-Nya untuk menyatakan bagaimana caranya Ia akan mati." Dengan kata lain, Ia ingin menegaskan bahwa kematian-Nya di atas kayu salib adalah jalan yang ditentukan Bapa untuk Ia lewati agar Saudara dan saya memperoleh buah kehidupan kekal sebagai akibat dari kematian-Nya itu. Pesan firman ini juga mengingatkan kepada kita bahwa hanya melalui salib Kristus, kita didamaikan dengan Allah (Ef. 2:16; Kol. 1:20). Hanya oleh salib Kristus kita memperoleh hidup baru (Rm. 6:4), dan hanya oleh salib Kristus kita memperoleh jaminan kehidupan kekal (Rm. 8:1; Ef. 1:14; Ibr.7:22). Untuk itu kita menolak setiap klaim tidak berdasar mengenai peristiwa penyaliban yang menyatakan bahwa pribadi yang disalibkan bukanlah Tuhan Yesus tetapi orang lain. Teori ini tentu saja kontradiktif dengan kesaksian firman Allah, kesaksian para nabi, pernyataan Tuhan Yesus (lihat. ay. 27 di atas), para rasul, dan juga sejarawan sekuler pada jaman itu. Kematian Kristus adalah fakta historis yang tak terbantahkan. Suatu ketentuan dan ketetapan Allah dalam kekekalan sehingga tidak dapat dibatalkan! Kematian-Nya adalah satu-satunya jalan untuk menghidupkan kita. Jika Kristus tidak mati, maka Saudara dan saya tidak memperoleh anugerah pengampunan dosa dan kehidupan kekal, sebab hanya “di dalam Dia dan oleh darah-Nya kita beroleh penebusan, yaitu pengampunan dosa, menurut kekayaan kasih karunia-Nya” (Ef. 1:7; Kol. 1:14).

 .          Anugerah keselamatan yang dikaruniakan melalui salib Kristus bukanlah gratis dan cuma-cuma, karena dibayar oleh Kristus dengan pengorbanan-Nya. Sebaliknya, anugerah ini diberikan kepada Saudara dan saya justru karena kita tidak mampu untuk memperolehnya, maka Allah dengan kehendak kasih-Nya menganugerahkan kepada kita yang hina ini. Kiranya momentum Jumat agung ini dapat menjadi refeksi iman yang dikemudian hari dapat menghasilkan buah-buah kehidupan dan berkat bagi orang lain. Seperti Kristus yang rela memberikan hidup-Nya bagi kita, maka hendaklah kita pun rela memberikan hidup kita untuk mengasihi, melayani, dan menjadi berkat bagi Tuhan dan sesama. Amin!

Selamat merayakan Jumat agung dan selamat jelang Paskah 2018,
Tuhan Yesus memberkati kita.

Salam,
yb.

Selasa, 27 Maret 2018

RENUNGAN: NARSISME SPIRITUAL

Nas : Markus 2: 16 , Pada waktu ahli-ahli Taurat dari golongan Farisi melihat, bahwa Ia makan dengan pemungut cukai dan orang berdosa itu, berkatalah mereka kepada murid-murid-Nya: "Mengapa Ia makan bersama-sama dengan pemungut cukai dan orang berdosa?" Yesus mendengarnya dan berkata kepada mereka: "Bukan orang sehat yang memerlukan tabib, tetapi orang sakit; Aku datang bukan untuk memanggil orang benar, melainkan orang berdosa."

________

               Dalam konteks beragama, manusia sering terjebak dalam salah satu ekstrem yang berbahaya—Narsisme spiritual. Ekstrem ini memiliki ciri utama pada penekanan hubungan vertikal yang berlebihan dengan Tuhan, sehingga lupa pada penerapan praktis di sisi horisontalanya dengan sesama manusia. Akibatnya golongan ekstrem demikian sering kali menganggap dirinya paling kudus, paling suci, dan paling benar Orang-orang lain di luar komunitasnya akan selalu dipandang sebelah mata, seolah-olah mereka sampah masyarakat, manusia-manusia tidak berguna yang berbeda derajatnya. Ini adalah gambaran yang paling rill tentang perilaku narsisme spiritual, suatu sikap pengagungan diri sendiri dengan berusaha memaksakan dan memberi nilay tinggi pada diri sendiri!.

               Ayat di atas adalah contoh yang paling jelas dalam Alkitab. Ahli Taurat, dan kaum Farisi mempraktekkan konsep demikian, narsisme spiritual. Menganggap diri paling benar dan tidak berdosa sehingga ketika mereka menjumpai Tuhan Yesus melayani kaum marginal mereka langsung memprotes. Seolah-olah mereka ingin katakan, “kita sebagai Rabi adalah orang-orang kudus, jadi tidak boleh bersentuhan dengan orang-orang berdosa”. Bukankah hari-hari ini kita banyak menyaksikan hal demikian? Atau mungkin kita adalah salah satu di antara mereka yang menganggap diri paling kudus? Saudara, Tuhan Yesus memiliki konsep beragama dan cara pandang yang sangat berbeda. Perhatikan jawaban Tuhan Yesus ini, "Bukan orang sehat yang memerlukan tabib, tetapi orang sakit; Aku datang bukan untuk memanggil orang benar, melainkan orang berdosa.". Jawaban Tuhan Yesus ini merupakan sebuah pukulan telak bagi para Narsisme spiritual, dan sekaligus menerangkan inti dari iman kristiani yang sejati.

              Bagi para narsisme spiritual yang selalu menganggap diri “benar”, maka tentu saja mereka tidak akan membutuhkan kehadiran Tuhan Yesus karena mereka “menganggap” dirinya telah benar dan mampu menyelamatkan dirinya sendiri, bahkan tanpa bantuan dari Tuhan! ini adalah sebuah penyakit yang mematikan, namun tidak disadari oleh para “Farisi dan ahli Taurat modern”. Mereka tidak butuh Juruselamat. Perhatikan, di dalam komunitas demikian Tuhan justru tidak ada di sana! Yang ada hanyalah ego dan narsisme mereka! Di sisi lain, pernyataan Tuhan bahwa “Aku datang bukan untuk memanggil orang benar, melainkan orang berdosa”, memberikan penekanan penting kepada iman kristiani bahwa sayarat utama untuk menerima uluran tangan Kristus adalah kesadaran bahwa “Kita adalah orang-orang sakit dan berdosa yang membutuhkan Tabib Agung itu!”. Tanpa kesadaran bahwa Saudara dan saya adalah orang berdosa, maka tentu kita tidak akan menerima Dia sebagai Juruselamat, dan kita tentu telah terjebak dalam cara beragama para Farisi. Di sinilah letak ini sebenarnya dari langkah awal meuju keselamatan itu, menyadari keberdosaan dan ketidak mampuan kita untuk menyelamatkan diri. Itulah kekristenan!

 .           Saudara terkasih, dalam bacaan ini sebenarnya kita menjumpai dua komunita orang sakit yang sama-sama membutuhkan tabib. Hanya saja, komunitas pertama kaum farisi dan ahli taurat (kelompok Narsisme Spritual) tidak menyadari bahwa mereka pun adalah para pesakitan yang butuh Juruselamat karena terlalu “PD”, sehingga mereka menolak Kristus. Sebaliknya, kaum marginal, dan para pendosa yang adalah sampah masyarakat ini menyadari benar akan kondisi mereka, sehingga dengan penuh sukacita dan ucapan syukur mereka menerima Kristus sebagai Juruselamat mereka. Di dalam kekristenan tidak ada tempat bagi Narsisme spiritual, karena kita menyadari bahwa kita tidak mampu menyelamatkan diri kita sendiri. Kekristenan yang sejati memiliki gambaran yang serupa dengan kelompok yang kedua ini. Kita semua adalah orang-orang berdosa yang memperoleh anugerah pengampunan di dalam Kristus, maka tidak ada hal apapun yang dapat kita sombongkan, selain ucapan syukur dan pengabdian diri dalam melayani Tuhan seumur hidup kita. Amin!

Selamat Jelang Jumat Agung,
Tuhan Yesus memberkati kita,
Salam.
Yb.

RENUNGAN: VIA DOLOROSA


Nas : Markus 8:31 (TB) Kemudian mulailah Yesus mengajarkan kepada mereka, bahwa Anak Manusia harus menanggung banyak penderitaan dan ditolak oleh tua-tua, imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat, lalu dibunuh dan bangkit sesudah tiga hari.

______

          "Via Dolorosa" adalah kalimat dalam bahasa Latin yang berarti "Jalan penderitaan". Secara historis, kalimat ini dihubungkan dengan salah satu rute jalan di kota Yerusalem kuno yang dilalui Sang Mesias ketika memanggul salib-Nya menuju kalvari. Sementara secara teologis, istilah ini merujuk kepada kehendak Kristus yang dengan kasih serta kerelaan memilih untuk melalui pergumulan, penderitaan, kematian, dan kebangkitan, sebagai jalan pendamaian bagi Saudara dan saya.

           Pada ayat di atas terdapat hal yang paradoksal sebagaimana yang disampaikan oleh Tuhan Yesus dalam pengajaran-Nya. Suatu misteri pengajaran yang menekankan pada "jalan penderitaan" Allah di dalam Kristus. Dalam pengajaran ini Tuhan Yesus menggunakan istilah "Anak Manusia" yang merujuk pada gelar Mesias dan ke-Ilahi-Nya seperti yang diterima umat Israel sesuai dengan dasar firman Tuhan dalam Daniel 7:13, namun sekaligus menubuatkan penderitaan-Nya. Dengan kata lain, Tuhan Yesus ingin menerangkan bahwa dalam peristiwa Via Dolorosa, Allah di dalam Kristus turut merasakan kelemahan dan penderitaan kita, bahkan Ia dengan kehendak kasih-Nya mau menebus kita dengan jalan yang memilukan--Menderita, ditolak, dibunuh, namun Kemudian menang atas maut. Hal-hal ini menerangkan kepada kita tentang kasih Allah yang mulia, mahalnya harga dari dosa-dosa kita yang dibayar Kristus, serta anugerah keselamatan yang Allah nyatakan bagi umat manusia didalam sejarah.

             Via dolorosa adalah tujuan hidup Kristus! Ia datang untuk masuk dalam "jalan penderitaan". Suatu tujuan yang tentu sangat berbeda dengan manusia pada umumnya. Jika kebanyakan dari manusia berusaha dan berjuang untuk menghindarkan diri dari salib dan penderitaan, Kristus justru sebaliknya. Kemuliaan-Nya terpancar melalui salib dan penderitaan, yang secara implisit mencerminkan hakikat mendasar dari iman kristiani. Hal ini tentu bukanlah sesuatu yang baru, sudah jauh-jauh hari Tuhan mengingatkan kita bahwa hidup Kristen yang sejati itu tidak lepas dari salib dan penderitaan (Mat. 16:24). Karena tidak ada mahkota tanpa salib. Tidak ada kemuliaan tanpa penderitaan di dalam Kristus, maka Via Dolorosa bukan hanya rute yang dilalui Kristus, namun juga rute perjalanan iman kita. Kekristenan yang sejati akan selalu melalui rute jalan ini, via dolorosa. Kiranya Tuhan memberkati dan memampukan kita. Amin!

Selamat jelang Jumat Agung,
Tuhan memberkati kita.

Salam,
yb.

Selasa, 20 Maret 2018

"AKU TELAH MENGAKHIRI PERTANDINGAN IMAN" (Refleksi Pribadi Atas Teladan Iman Alm. Pdt. Hengky Setiawan)


"Aku telah mengakhiri pertandingan yang baik, aku telah mencapai garis akhir dan aku telah memelihara iman. Sekarang telah tersedia bagiku mahkota kebenaran yang akan dikaruniakan kepadaku oleh Tuhan,"
(2 Timotius 4:7-8) 

"Kesetiaan diuji oleh waktu dan terbukti di akhir 
perjalanan hidup seseorang." 
(Pdt. Hengky Setiawan)




Pendahuluan.

          Bagi Jemaat GPI Immanuel Bdg, Om Hengky adalah sosok yang energik, humoris, dan pekerja keras. Seorang hamba Tuhan yang memiliki selera humor tinggi, namun sangat serius dalam menjalani kehidupan, terutama hal-hal yang menyangkut tanggung-jawab dalam keluarga dan pelayanan. Warta jemaat adalah salah satu buah tangan beliau yang semenjak terbit pertama kalinya (mungkin sekitar 20 tahun lalu atau lebih) hingga saat ini, tidak pernah absen di tangan Jemaat dalam setiap Ibadah raya minggu (Meskipun terkdang kita mengabaikannya!). Hal ini terlihat sederhana, namun untuk melakukan suatu hal yang sederhana ini selama puluhan tahun tentu bukanlah sesuatu yang sederhana, karena membutuhkan komitmen, ketekuanan, dan kesetiaan dalam melakukannya. Bentuk pelayanan tersebut hanya sebagian kecil dari begitu banyak pelayanan dan berkat-berkat rohani yang telah beliau tinggalkan bagi kita, Jemaat lokal, yang sekaligus menyiratkan pesan tanpa kata mengenai bagaimana seharusnya seorang anak Tuhan/hamba Tuhan melayani dengan setia dan berkomitmen.

Berkat yang Diwariskan.

          Kita (Jemaat) masing-masing memiliki beragam kesan, pesan, pengajaran, kata-kata iman dan kata-kata bijak yang diterima dari beliau. Mulai dari bagaimana kita harus bersandar sepenuhnya kepada Tuhan, suatu pengajaran iman yang selalu dipraktekkan dalam khtobah beliau dengan menggunakan alat peraga pilar di belakang mimbar (yang entahkah suatu kebetulan atau pun tidak pilar itu ada di sana!), suatu pesan iman yang menacap begitu kokoh di hati pada Jemaat, seperti kesaksian Ibu Yeni semalam, dan juga Bung Jan yang selalu memperagakan keyakinan ini ketika dahulu sedang memimpin pujian (dengan mata yang tampak berkaca-kaca), dan juga kita, jemaatnya. Pesan lainnya mengenai filosofi hidup tentang bagaimana menjalani hidup meskipun dalam pergumulan yang sulit adalah "Hidup boleh susah tetapi jangan nyusahin orang!" Kalimat sederhana yang mengajarkan kita tentang suatu perjuangan untuk hidup dengan tidak cengeng dan pesimistik, berani menghadapi patihnya kehidupan tanpa menyusahkan orang lain. Filosofi ini bukan hanya sebuah semboyan, namun dipraktekkan oleh beliau. Beberapa kali beliau terlihat berjuang untuk berdiri dan berjalan tanpa bantuan beberapa rekan di sampingnya adalah sebuah contoh dari bagaimana mempraktekkan prinsip hidup. Kesan lainnya adalah Guyonannya tentang bagaimana mencari pasangan hidup yang ideal. Bagi para pria jangan mencari pasangan hidup wanitanya yang bangun jam 12 siang, sarapan jam 1, mandi keramas jam 3, berbahaya... bagi para wanita sebaliknya, jangan mencari pasangan pria yang "Merana, merono, merene, mangan, turu" (pengangguran yang tidak memiliki kerjaan, yang saban hari hanya makan dan tidur). Pesan humoris yang sangat membekas di hati kita namun sarat makna. Dan yang tak kalah pentingnya adalah visinya. Beliau memiliki visi yang luar biasa mengenai masa depan generasi muda gereja yang akan berdiri dihadapan orang-orang besar dalam Bangsa ini (Amsal 22:29), bukanlah sesuatu yang berlebihan karena beliau selalu menambahkan kalimat ini dibelakangnya, "Tuhan akan mempertontonkan karya-karya besar-Nya melalui hidup kita!, bersama Tuhan kita lakukan perkara-perkara besar!" Bukankah Alkitab berkata Tidak ada yang mustahi bagi Allah dan Orang percaya?! (Mrk. 9:23; Luk.1:37).


Sebuah Pengabdian Diri.

          Dan yang paling menggetarkan hati penulis adalah pelayanan terakhir beliau pada minggu, 4 maret 2018, dimana meskipun dalam keadaan lemah di atas kursi roda, beliau tetap berkomitmen untuk memegang teguh panggilannya sebagai seorang hamba Tuhan dalam memimpin pelayanan perjamuan kudus. Saudara, bagaimana rasanya kita yang sehat dilayani dan didoakan oleh hamba Tuhan yang sedang dalam kelemahan fisik? Tentu terlalu mengharukan untuk dijawab. Namun pelayanan terakhir beliau ini meninggalkan kesan dan teladan iman yang sangat mengesankan bagi kita. Kesan tentang iman dan kesetiaan dari seorang hamba Kristus. Melihat kesetiaan beliau dalam mengikuti dan melayani Kristus, penulis teringat sebuah pesan dari John Piper, suatu saat kita semua akan berdiri di hadapan takhta Kristus, dan kita tidak mungkin mempersembahkan sesuatu hal yang tidak bernilay kekal dalam hidup kita, maka Piper memperingatkan bahwa "Jangan menyia-nyiakan hidup anda" dengan hal-hal yang sia-sia, karena itu merupakan sebuah tragedi yang paling tragis. Om  Hengky mengakhiri pertandingan imannya dengan luar biasa, Ia tidak menyia-nyikan waktu dan kesempatan yang diberikan Tuhan sehingga hidupnya merupakan suatu totalitas pelayanan bagi Kristus. Karena menjadi "hamba Tuhan" dan "Anak Tuhan" adalah suatu panggilan yang tidak mengenal masa pensiun untuk melayani Tuhan dan sesama, maka seperti hanya Om Hengky, tidak ada hal lain yang memiliki nilay kekal selain melayani dan mengasihi Tuhan dan sesama kita.


Mengakhiri Pertandingan Iman.

          Sabtu, 17 Maret 2018, pukul 11.33 WIB, setelah berjuang dengan kelemahan fisiknya beberapa bulan terakhir, Om Hengky-Kekasih Kristus, Ayah rohani terkasih, berpulang ke rumah Bapa. Dalam salah satu khotbahnya, Om pernah berkata bahwa hanya mereka yang bertanding dalam pertandingan iman dan menyelesaikan pertandingannya yang akan memperoleh mahkota kemuliaan. Tanpa bertanding dalam pertandingan iman, jangan berharap untuk memperoleh makhota kemuliaan. Seperti khotbahnya dan sejalan dengan pesan firman Tuhan di atas, Om Hengky telah mengakhiri pertandingan imannya. Dan seperti janji Tuhan kepada mereka yang setia sampai akhir akan memperoleh Mahkota, maka dengan dasar ini pula kita percaya bahwa Om telah telah menerimanya. Di sini kita perlu memahami bahwa pertandingan iman orang percaya membutuhkan ketekunan, daya tahan, dan kesetiaan sampai akhir. Suatu teladan yang juga kita jumpai semasa hidup beliau. Prinsip hidup tentang "Kesetiaan diuji oleh waktu dan terbukti diakhir kehidupan seseorang" dibuktikan dan dilalui dengan iman serta pengharapan yang teguh. Puji Tuhan!

          Saudara, suatu kehidupan yang didedikasikan bagi kemuliaan Allah adalah tujuan hidup bagi semua orang percaya (Mat. 5:6; Ef. 2:10) dan Om Hengky berhasil menjalani dan mengakhirinya dengan luar biasa. Sekarang giliran kita, giliran Saudara dan saya melanjutkan panggilan dan tugas pelayanan yang dipercayakan oleh Tuhan dan Gereja. Suatu kehormatan yang melebihi pencapaian tertinggi dalam karier sekuler yang dapat kita capai, maka pastikan bahwa kita terlibat dalam panggilan kehormatan tersebut hingga di garis akhir.

Penutup.

          "Kematian adalah suatu kepastian yang tidak pasti" demikian penggalan kalimat dalam khotbah Om Hengky di beberapa kali pelayanan kedukaan. Suatu pesan eksplisit tentang kematian yang merupakan takdir bagi umat manusia, yang secara tak terhindarkan dapat datang kapan saja, di mana saja, dan kepada siapa saja. Khalil Gibran merangkum hal ini dengan menulis bahwa "syarat untuk mati tidak harus tua dan tidak pula harus sakit." Sejalan dengan hal ini seorang teolog mengatakan bahwa kematian tidak mengenal belas kasih. Merenungkan nasihat-nasihat bijak ini, maka sekali lagi saya mengutip kalimat John Piper di atas, "Jangan menyia-nyiakan hidup Anda". Seperti teladan iman dan kesetiaan yang telah diwariskan Om Hengky kepada kita, maka diwaktu yang masih Tuhan anugerahkan bagi kita, hendaknya dipergunakan dengan sebaik mungkin, semaksimal mungkin bagi kemuliaan Tuhan, sehingga kita pun dapat mengakhiri pertandingan iman kita masing-masing, Sebagaimana bunyi akhir dari pujian yang sering dinyanyikan beliau, "Bila saatnya nanti, ku tak berdaya lagi, hidup ini sudah jadi berkat". Kiranya Tuhan memberkati, dan memampukan kita. Amin!

Selamat jalan Kekasih Kristus,
Selamat jalan Ayah rohani terkasih,
Sampai berjumpa di rumah Bapa!

(yb)


Kamis, 08 Maret 2018

RENUNGAN : HARGA PENEBUSAN


Nas : 1 Petrus 1:18-19, Sebab kamu tahu, bahwa kamu telah ditebus dari cara hidupmu yang sia-sia yang kamu warisi dari nenek moyangmu itu bukan dengan barang yang fana, bukan pula dengan perak atau emas, melainkan dengan darah yang mahal, yaitu darah Kristus yang sama seperti darah anak domba yang tak bernoda dan tak bercacat.

____________

          Pegadaian, atau rumah gadai merupakan salah satu sarana yang disediakan pemerintah untuk mengelola barang-barang dari masyarakat yang digadaikan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan mendesak. Di sana setiap barang dihargai dengan harga yang sesuai dengan nilay barang tersebut. Semakin berharga dan semakin mahalnya suatu barang, maka semakin besar pula nilay/uang yang akan dibayarkan. Sebaliknya, ketika kita ingin menebus kembali barang tersebut, kita perlu membayar harga yang sesuai dengan harga barang tersebut. Hal ini menyangkut perihal harga dari suatu barang yang hendak ditebus, dimana gambaran ini memiliki kemiripan dengan konsep penebusan Kristus. Pernakah Saudara merenungkan dengan serius harga penebusan yang dibayar Kristus untuk menebus hidup Saudara dari kuasa maut?

           Seperti yang disampaikan dalam gambaran di atas, semakin mahal suatu barang, maka semakin mahal pula harga yang harus dibayar untuk menebus barang tersebut. Kebenaran firman Tuhan dalam ayat ini (1 Pet. 1:18-19) memberikan suatu penyataan yang tegas mengenai dua hal, pertama, Saudara dan saya sangat berharga di mata Tuhan. Saudara dan saya berharga bukan karena kita memiliki sesuatu yang “mahal” dimata-Nya, karena tentu segala hal yang kita miliki adalah milik dan pemberian Tuhan, maka kita sebenarnya tidak memiliki apapun. Akan tetapi perhatikan, kita menjadi berharga oleh karena Ia dengan kasih-Nya menjadikan kita berharga—itulah anugerah! Seberapa berharganya Saudara dan saya dijabarkan dalam firman Tuhan ini, Saudara dan saya lebih berharga dari emas dan perak! Kebenaran ini membuka mata kita terhadap nilay dari diri kita. Karena kita berharga dimata Tuhan maka jangan menganggap kita tidak berharga. Karena kita berharga dimata Tuhan, maka jangan mendengarkan penghakiman orang lain terhadap diri kita. Karena kita berharga dimata Tuhan maka jangan menjual diri kita demi kesenangan-kesenangan semu!

          Kedua, harga penebusan yang dibayar Kristus bagi kita adalah dengan darah-Nya! Membaca kalimat ini sungguh sangat menggetarkan. Bagaimana tidak, harga penebusan hidup Saudara dan saya dibayar oleh Kristus dengan menyerahkan hidup-Nya. Bahkan Ia membayar harganya bagi kita, justru ketika kita masih dalam keadaan berdosa, kita hidup dalam cara hidup yang sia-sia, jahat, jijik, pembohong, cabul, dan layak menerima penghukuman Allah (Rm. 5:8). Adakah harga penebusan yang lebih mahal dari nyawa Kristus? Nyawa dari Anak Tunggal Allah yang dikasihi? Siapakah yang berani menebus dosa orang-orang jahat seperti Saudara dan saya, dengan menyerahkan nyawa-Nya? Mati menggantikan orang-orang saleh, pemuka agama, untuk negara, mungkin masih banyak yang bersedia, namun mati menggantikan para penjahat seperti Hitler, adakah yang bersedia? Tidak ada!, hanya Kristus yang bersedia! Dia bahkan membayar harga yang sangat mahal, yaitu dengan darah-Nya yang kudus. Itu artinya hidup Saudara dan saya sangat berharga! Lebih berharga dari emas dan perak, lebih berharga dari orang-orang hebat di dunia ini, lebih berharga dari segala sesuatu di dunia ini yang oleh karenanya orang bersedia mati. Saudara dan saya berharga karena Allah mengasihi kita, puji Tuhan!

           Inilah kebenaran dari harga penebusan Kristus bagi kita. Suatu kebenaran yang membuka mata kita terhadap kondisi keberdosaan kita, terhadap harga dari dosa yang dibayar Kristus dengan pengorbanan-Nya, terhadap betapa berharganya diri kita, dan kebenaran mengenai kasih Allah yang mulia kepada kita. Suatu kebenaran yang seharusnya menghantar kita pada cara hidup yang baru, yang berbuah, yang berkenan, dan mempermuliakan Tuhan sebagai bentuk ucapan syukur kita atas harga penebusan Kristus dan anugerah Allah. Jangan sia-siakan hidup kita yang telah ditebus dengan cara hidup yang duniawi, sebab harga dari penebusan Saudara dan saya sangat mahal, yaitu darah Kristus!

Selamat berakhir pekan,
Selamat merenungkan kasih Tuhan.

Salam,
yb.

Rabu, 07 Maret 2018

KESETIAAN: SEBUAH TELADAN IMAN DARI GEMBALA (Refleksi singkat atas pelayanan Pdt. Hengky Setiawan, S.Th).


Nas : Amsal 20:6 (TB) Banyak orang menyebut diri baik hati, tetapi orang yang setia, siapakah menemukannya?

________

          Jika Saudara bertanya tentang hal apakah (selain kasih) yang mampu mempertahankan komitmen seorang pelayan dapat terus melayani Tuhan, maka jawabannya adalah kesetiaan. Kesetiaan adalah bukti kasih yang paling konkret dari seorang hamba Tuhan dalam memenuhi panggilan pelayanannya. Kesetiaan membutuhkan daya tahan yang tidak mudah, karena untuk menjadi seorang pelayan Tuhan yang setia, ia harus berjuang sampai di garis akhir pelayanannya. Om Hengky pernah berkata bahwa, "Kesetiaan diuji oleh waktu, dan terbukti di akhir perjalanan hidup seseorang." Dengan kata lain, Seseorang baru dapat dikatakan setia, ketika ia berhasil membuktikan komitmen imannya dalam melayani Tuhan hingga di akhir hidupnya.

          Bagi Rekan-rekan, pelayanan Om Hengky kemarin (Minggu, 05/03/2018) mungkin hanya terlihat sebagai pelayanan yang biasa saja, namun tentu tidak demikian bagi penulis. Dalam keadaan fisik yang kurang baik (harus melayani di atas kursi roda), Beliau memberikan suatu contoh dan teladan iman bagi kita, generasi muda Gereja, tentang makna penting dari sebuah kesetiaan. Terutama kesetiaan dalam melayani Tuhan dan pekerjaan-Nya. Tulisan ini tentu tidak dimaksudkan untuk menonjolkan pelayanan Beliau, karena memang masih banyak contoh lain yang juga memberkati, namun karena Beliau adalah Gembala kita, maka kita bukan hanya mendengar tentang kesaksian imannya, namun juga menyaksikan bagaimana demonstrasi dari kesetiaannya, sebagaimana yang kita saksikan dalam pelayanan kemarin.

          Kitab Amsal dalam bacaan di atas merefleksikan dua hal. Pertama, orang baik, dan yang mengaku baik itu banyak. Saudara, untuk menjadi orang baik, Saudara cukup melakukan satu atau dua kebaikan bagi orang lain, dan Saudara sudah dapat terlihat sebagai orang baik. Namun tidak bagi orang yang setia. Kesetiaan memerlukan proses dan komitmen yang bulat. Seperti dijelaskan di atas, bahwa untuk menjadi orang yang setia, kita tidak cukup satu kali setia. Hari ini setia, dan besok tidak. Untuk menjadi seorang yang setia itu harus dibuktikan dalam komitmen di berbagai situasi, hingga di garis akhir kehidupan. Kesetiaan yang sejati dibuktikan dengan komitmen dan tindakan praktis yang dipraktekkan hingga di penghujung kehidupan kita.

          Melalui tulisan singkat ini, kiranya kita generasi muda GPI IMMANUEL, dapat belajar tentang komitmen iman dan kesetiaan untuk melayani Tuhan dari Gembala kita terkasih, Bpk. Pdt. Hengky, meskipun dalam keadaan fisik yang kurang baik, namun tetap setia melayani, seperti nasihat Rasul Paulus, (2 Tim. 4:2) "Beritakanlah firman, siap sedialah baik atau tidak baik waktunya," Amin! Dukung dan doakan selalu bagi Bapak dan Ibu Gembala kita. Tuhan Yesus memberkati!

Salam,
yb.

RENUNGAN : KASIH BAGI YANG TAK PANTAS DIKASIHI

Nas : Yohanes 3:16 (TB) Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal.

________

          Pengakuan iman dalam liturgi gerejawi, bagi sebagian besar umat kristiani telah menjadi suatu ritual yang biasa, dan membosankan. Mungkin karena telah menjadi semacam ritual ibadah sehingga banyak dari kita yang ketika melafalkannya, hanya bersuara begitu saja dengan hati dan perasaan yang datar. Namun tahukah Saudara, bahwa dalam pengakuan iman tersebut terdapat penyataan Kebenaran kasih Allah yang agung melalui karya Kristus?

          Penggalan kalimat dalam pengakuan iman Nicea ini sangat mengetarkan hati Penulis, "... dan kepada satu Tuhan,Yesus Kristus, Anak Allah Yang Tunggal,lahir dari Sang Bapa sebelum ada segala zaman. ... ; yang telah turun dari sorga untuk kita manusia dan untuk keselamatan kita; ... ;yang disalibkan bagi kita di bawah pemerintahan Pontius Pilatus; menderita dan dikuburkan; yang bangkit pada hari ketiga,sesuai dengan isi kitab-kitab, dan naik ke sorga; yang duduk di sebelah kanan Sang Bapa ...". Dalam kutipan ini setidaknya terdapat tiga kali penyebutan kata "KITA" yang merujuk pada alasan mengapa Kristus harus datang ke dunia ini. Betapa tak terbayangkan mulianya kasih Allah bagi kita. Dia datang untuk kita! Bukan untuk malaikat yang jatuh, bukan untuk kaum moralis dan humanis yang bijak namun menolak-Nya, tetapi untuk Saudara dan saya, orang-orang berdosa yang tak pantas untuk dikasihi.

          Penegasan pengakuan iman ini di dasari atas ayat di atas (Yoh. 3:16). Kebenaran yang dimulai dengan satu dasar, "Kasih Allah", yang sekaligus menekankan pada kemurahan-Nya, dan bukan pada kebaikan Saudara dan saya. Jika pengutusan Kristus Dalam karya keselamatan itu berdasar pada kasih Allah maka kebaikan Saudara dan saya tidak berfaedah dihadapan-Nya, sebaliknya, jika kebaikan kita berfaedah dan menyelamatkan, maka Allah pasti keliru telah mengutus Kristus untuk menyelamatkan kita. Di sini letak inti dari keyakinan iman Kristen yang bergantung sepenuhnya pada kasih Allah, (Roma 5:8) "Akan tetapi Allah menunjukkan kasih-Nya kepada kita, oleh karena Kristus telah mati untuk kita, ketika kita masih berdosa." Karya Kristus adalah bukti kasih Allah bagi kita, orang-orang yang tak pantas menerimanya. Kasih Allah itu menyapa semua manusia, namun hanya menyelamatkan mereka yang percaya. Saudara hanya perlu membuka hati untuk percaya dan menerima-Nya. Bersediakah Saudara? Amin!

          Selamat memasuki masa pra Paskah. Kiranya salib Kristus meneguhkan kasih dan iman kita kepada-Nya.

Salam,
yb.

RENUNGAN : DOSA BUKAN PERBUATAN TETAPI STATUS


Nas : Mazmur 51:5 (TB) Sesungguhnya, dalam kesalahan aku diperanakkan, dalam dosa aku dikandung ibuku.

______

          Dosa merupakan salah satu istilah yang paling sensitif ketika dibicarakan. Kata ini seolah-olah telah usang, kolot, dan hanya cocok dibicarakan di bangku-bangku Gereja oleh orang-orang tua, namun tidak cocok bagi generasi millennial saat ini. Akan tetapi di sinilah letak kegagalannya. Karena pemahaman membentuk pemikiran dan respon tindakan kita dalam kehidupan praktis, maka ketidak-pahaman kita terhadap dosa akan berakibat sangat fatal. Itu sebabnya, beberapa orang menganggap bahwa mereka tidak berdosa, karena dosa dipahami sebagai suatu tindakan pelanggaran yang aktif. Hidup baik tanpa berbuat kejahatan, berarti hidupnya tidak berdosa. Demikian pemahaman mereka.

          Namun Alkitab memberitahukan kita hal yang sebaliknya. Dosa pada mulanya tidak berkaitan dengan perbuatan aktif, akan tetapi berkaitan dengan status. Kita menjadi berdosa bukan karena perbuatan dosa, kita melakukan perbuatan dosa oleh karena status kita sebagai budak dosa. Daud, dalam Mazmurnya sangat menyadari akan status Keberdosaannya, sehingga tanpa ragu Ia menulis wahyu Allah dengan tegas bahwa, "dalam dosa aku dikandung ibuku." Dosa bukan lahir dari perbuatan, tetapi sebaliknya, perbuatan dosa membuktikan bahwa benih dosa telah ada dalam diri semua manusia, bahkan semenjak dalam kandungan, sehingga tanpa diajari, hidup manusia akan terus menerus membuahkan dosa. Hal ini merupakan Kebenaran mutlak mengenai kondisi manusia--terutama Saudara dan saya. Karena dosa adalah status, maka berbuat atau tidak berbuat dosa, kita tetap adalah orang berdosa.

          Pengajaran mengenai status dosa manusia di atas menghantar kita pada satu pertanyaan penting, "Bagaimanakah kita dapat terbebas dari status kita sebagai hamba dosa?". Alkitab memberitahukan kepada kita jawabannya, (Ef. 1:7) "Sebab di dalam Dia (Yesus Kristus) dan oleh darah-Nya kita beroleh penebusan, yaitu pengampunan dosa, menurut kekayaan kasih karunia-Nya." Kristus adalah jawabannya! Tidak ada jawaban lain yang disediakan Allah ketika kita ingin menyelesaikan permasalan dosa-dosa kita, selain daripada salib Kristus. Memasuki masa pra Paskah ini, saya mengajak Saudara terkasih untuk merefleksikan status keberdosaan kita di hadapan Tuhan, dan saya berdoa semoga Tuhan menganugerahi Roh Kudus-Nya sehingga memimpin hidup Saudara untuk berjumpa dengan sang Juruselamat. Amin! Tuhan memberkati Saudara.

Salam,
yb.