Nas : Amsal 16:2, Segala jalan
orang adalah bersih menurut pandangannya sendiri, tetapi Tuhanlah yang menguji
hati. (TB)
_________
Pemikiran
manusia selalu bertolak dari cara pandang pribadinya mengenai suatu hal, dan
dengan cara pandangnya itu ia menentukan mana yang baik bagi langkah hidupnya. Dalam
kajian filsafat cara pandang demikian dikenal dengan istilah “wawasan dunia”.
Kita masing-masing memiliki semacam wawasan dunia yang membentuk cara berpikir,
cara berperilaku, dan cara kita mengambil keputusan. Wawasan dunia yang beragam
ini pula yang menyebabkan masing-masing orang memiliki nilai-nilai berbeda
dalam hidupnya. Misalnya, ada yang menganggap berbohong itu dosa, namun jika
dilakukan dalam situasi dan alasan tertentu maka hal itu dapat dibenarkan. Keterbatasan-keterbatasan
wawasan dunia tersebut yang menyebabkan kita masing-masing tanpa sadar
seringkali melakukan pembenaran-pembenaran pada tindakan kita. Bahanya jika
pembenaran demikian diterapkan pada satu tindakan kejahatan.
Amsal
dalam bacaan di atas menyoroti kecenderungan sesat dari wawasan dunia kita yang
menyimpang. Meskipun kita memiliki pertimbangan masing-masing dan memiliki
penilaian terhadap suatu hal yang kita lakukan, betapa pun benar hal tersebut,
namun perlu diuji kembali dalam terang kebenaran firman Tuhan. Keterbatasan
kita menyebabkan setiap keputusan yang dibuat tidak selalu benar di hadapan
Tuhan, meskipun hal itu “benar” menurut kita. Hal penting yang perlu kita
pahami adalah realitas kebenaran bersifat tunggal, yaitu kebenaran Allah. Apa
yang salah/dosa bagi Allah tidak pernah menjadi benar dalam situasi tertentu dengan alasan apa pun seperti pertimbangan
manusia. Tidak ada kebenaran “abu-abu” dalam kebenaran Allah. Itu sebabnya,
Amsal memperingatkan kita untuk berhati-hati terhadap setiap
keputusan-keputusan yang dibuat, karena apa yang benar menurut kita bisa jadi
keliru menurut Tuhan.
“Kaca mata kuda” kita yang terlihat selalu benar
dan membenarkan pemahaman pribadi sering kali sesat karena dikendalikan oleh
nafsu dan keinginan. Hal ini juga yang menyebabkan setiap motivasi (bahkan
dalam dunia pelayanan) selalu menyimpang dan berorientasi pada kesenangan diri
dan egosentirs. Kaca mata kuda ini perlu diganti dengan kaca mata kebenaran
firman Tuhan karena “Firman-Mu itu pelita
bagi kakiku dan terang bagi
jalanku.” Kebenaran firman Tuhan bukan hanya merupakan alat uji yang sempurna,
namun juga terang yang menerangi kegelapan pikiran, hati, serta motif-motif
tersebulung kita. Ini merupakan prinsip hidup, berpikir dan berperilaku seorang
kristiani yang berpusat pada Allah. Pertanyaannya sekarang adalah maukah kita
mengganti kaca mata kuda itu? Kiranya Roh Kudus mencerahkan akal budi kita. Amin.
(yb).__
Tidak ada komentar:
Posting Komentar