“KESELAMATAN
IMAN KRISTEN DAN
KESELAMATAN AGAMA-AGAMA”
(Study Ringkas Perbandingan Konsep Keselamatan Antar Agama)
(Study Ringkas Perbandingan Konsep Keselamatan Antar Agama)
Oleh
: Yosep
Belay.
Konsep keselamatan merupakan hal yang sangat krusial dari suatu agama. Agama tanpa konsep keselamatan tidak dapat menjadi suatu agama. Berbicara mengenai konsep “Keselamatan” maka
tidak lepas juga dari konsep “ke-Tuhanan” dan “Surga”. Untuk itu, penulis akan
berusaha sesederhana mungkin, namun tetap maksimal dalam menyajikan pandangan dari
masing-masing agama. Karena tulisan ini dikaji dari sudut pandang iman Kristen, maka unsur subjektifitas memang tak dapat dihindari. Namun untuk meminimalisir hal ini, penulis berusaha untuk menyajikan segala sesuatu dengan dalil dan sumber yang seobjektif mungkin.
1. Hinduisme (Hindu) dan Konsep keselamatannya.
Kitab Suci :
Veda, Bhagavad-Gita (Sruti—kitab-kitab
utama) dan Upanishad (Smriti—kitab-kitab
tambahan).
Pendiri :
Tidak dikenal.
Tahun : 1500
SM
Asal-usul :
India
Agama
Hindu modern saat ini merupakan perkembangan dari tiga masa penting dalam
sejarah Hinduisme, yaitu masa Agama Brahmana
(1500 SM – 500 SM), masa Agama Buddha (400 SM – 700 M), dan Agama Upanishad
(Hindu Modern hingga saat ini). Agama Upanishad atau Hindu saat ini
sesungguhnya merupakan Agama Brahmana, hanya saja pengajarannya mengalami perkembangan
serta percampuran dengan ajaran Buddha Dravida, dan filsafat hidup masyarakat India
yang diajarkan oleh para Resi[8].
Ø
Konsep Tuhan.
“Segala sesuatu adalah allah, termasuk saudara dan saya”. Dalam istilah teologi, paham ini dikenal dengan sebutan “Panteisme”, yang berasal dari kata Yunani “Semua”
dan “Allah”, sehingga artinya adalah “Allah adalah segala sesuatu, dan segala sesuatu adalah Allah”. Allah dan dunia adalah sama.[9]
Hinduisme
mengenal allahnya dengan sebutan “Brahman” (dibali di kenal dengan sebutan Sang
Hyang Widhi—allah yang esa) yang kemudian
diwujudkan menjadi tiga sosok dewa tertinggi (Trimurti); Brahma,
(Pencipta) Wisnu (Pemelihara), dan
Syiwa (Perusak). “Brahman” bukanlah
sosok personal, ia adalah impersonal, misterius, dan ghaib. Hadiwijono menjelaskan bahwa sosok “Brahman” adalah semacam “Daya alam”.[10] Selain ketiga dewa tersebut, diperkirakan dalam agama Hindu juga terdapat sekitar 330 juta dewa[11] (Dewa Shiva, Shankara, Mahesa, Ganesha, Indra, Mitra, Varuna, Agni, Yama, dst) yang juga disembah umat Hindu
sesuai dengan ajaran dan keyakinan masing-masing penganutnya. Dengan
demikian maka selain menganut Pantheisme, agama Hindu juga menganut paham Polytheisme, yaitu penyembahan kepada banyak dewa.
Ø
Konsep Surga.
Hinduisme tidak memahami “Surga” sebagai suatu tempat,
layaknya konsep dalam agama Samawi. “Surga” dalam Hinduisme dikenal dengan istilah
“Moksa”. Suatu kelepasan dari roda perputaran reinkarnasi (Samsara), untuk kembali menyatu dengan Sang Bhraman. Dengan
demikian, Sorga bukanlah suatu “tempat” namun merupakan suatu “Situasi”
berakhirnya proses reinkarnasi[12].
Ø
Konsep Keselamatan.
Sebagaimana konsep Surga, konsep keselamatan dalam
Hinduisme juga memiliki makna yang berbeda dari kekristenan. Meskipun
menggunakan kata yang sama yaitu “keselamatan”, namun makna keselamatan yang
dimaksud adalah usaha untuk melepaskan diri dari Samsara (perputaran roda reinkarnasi)[13],
sebagai akibat dari hukum karma. Kematian dipandang sebagai suatu ilusi, dan
baik adanya, karena mempercepat proses reinkarnasi (terpisahnya Atman[14]
dari tubuh) atau proses moksa bagi yang telah sempurna.
“Keselamatan” dalam Hinduisme diperoleh dengan cara
“Kelepasan”. Suatu usaha untuk “Melepaskan
diri dari segala keinginan” (Brh. Up. IV, 4,7). Karma terjadi karena adanya
keinginan, untuk itu segala bentuk keinginan harus dihapuskan[15]
(contohnya terdapat dalam praktek-praktek seperti bertapa (Yoga)[16],
dan Vegetarian sebagai jalan keluarnya). Kitab suci veda juga menjelaskan
bahwa, keselamatan dicapai dengan jalan melakukan perbuatan-perbuatan mulia.[17]
Dengan demikian,
“Keselamatan” dalam Hinduisme dapat diperoleh dengan cara melakukan perbuatan
mulia, dan menghapuskan keinginan-keinginan. Hinduisme menentang sikap
“monopoli” keselamatan yang diklaim oleh agama-agama Samawi. Menurut mereka, keselamatan
bersifat “Universal”, artinya siapa saja, dan agama apapun dapat selamat.
Seperti pepatah kaum Pluralisme, “Banyak
jalan menuju Roma”.[18]
Kesimpulan.
Keselamatan oleh usaha pribadi. Konsep keselamatan
dalam Hinduisme merupakan usaha manusia untuk membebaskan Atman-nya (jiwa) dari “Karma” dan roda perputaran “Renkarnasi” untuk
kemudian kembali menyatu dengan Sang Brahman,
Hinduisme menyebut tahap teresebut sebagai Moksa.
Hidup manusia ditentukan oleh perbuatan-perbuatan (Karma) kehidupan masa
lalunya, untuk itu kehidupan mendatang ditentukan oleh perbuatan-perbuatan (Karma)
pada kehidupan saat ini. Demikianlah keselamatan dalam Hinduisme didasari atas
usaha dan perbuatan.
2. Buddhisme (Buddha) dan Konsep keselamatannya.
Kitab Suci :
Tripitaka
Pendiri :
Siddharta Gautama
Tahun : 400
SM
Tempat : Kapilawastu,
India Utara (perbatasan antara India dan Nepal).
Agama “cinta
dan kedamaian” demikian
slogan bagi Buddhisme[19]. Buddhisme
atau agama Buddha dapat dikatakan sebagai agama reformasi dan tranformasi dari agama
Hindu, sebagai akibat dari melemahnya ajaran Brahman (Hindu mula-mula) yang
mendapat kritikan tajam dari Sang Buddha Gautama. Agama Buddha dimulai ketika
Pangeran Siddharta mengalami empat pengalaman[20]
berbeda, dimana ia berjumpa dengan, “bayi
yang menangis ketika dilahirkan, orang tua yang lemah, orang yang menderita penyakit,
dan kematian yang diratapi”. Dari peristiwa tersebut, Sidarta kemudian menarik satu kesimpulan
bahwa, “Hidup manusia penuh dengan
penderitaan”. Dengan alasan tersebut pula, Siddharta kemudian meninggalkan
kemewahan istana dan keluarganya, dan pergi berguru serta berkelana demi untuk
mencari jawaban atas penderitaan manusia, hingga ia mengalami “Pencerahan” atau
“Buddha”.[21]
Ø
Konsep Tuhan.
Berbeda dengan kekristenan, Buddhisme tidak
menjabarkan dan memfokuskan pengajarannya kepada Tuhan. Meskipun Siddartha
percaya akan adanya dewa-dewa, namun ia juga percaya bahwa alam para dewa pun
mengalami satu siklus yang sama, yaitu masuk dalam roda reinkarnasi yang pada
satu titik akan sirna pula[22].
Berbicara mengenai agama Buddha berarti berbicara
mengenai filsafat hidup menuju kedamaian dan kelepasan terhadap penderitaan, bukan
tentang Tuhan. Maka banyak anggapan yang mengatakan bahwa agama Buddha
sesungguhnya merupakan suatu system filsafat, dan bukan merupakan agama dalam
pengertian penyembahan kepada suatu objek ke-Tuhanan. Kaum Buddhisme menolak menjelaskan
hal-hal yang metafisika (diluar alam nyata, atau dunia roh) karena bagi mereka, bahasa manusia terbatas
sehingga tidak dapat menjelaskan hal-hal tersebut[23].
Ø Konsep Surga.
Dalam Buddhisme dikenal istilah “Nirvana” yang pada
umumnya diidentikan dengan Surga. Pada faktanya, hal tersebut keliru, karena
Nirvana bukanlah semacam “tempat” namun semacam keadaan “Ketiadaan”, atau hilangnya
“Eksistensi” sebagai makhluk hidup. Nirvana berarti “Pemadaman atau
Pendinginan”. Yang dipadamkan adalah Keinginan; api nafsu; kebencian; dan
sebagainya ditiadakan.[24]
Suatu keadaan dimana manusia hidup tanpa kemauan, tanpa perasaan, tanpa
keinginan, tanpa kesadaran, atau singkatnya, suatu keadaan dimana orang tidak
lagi terbakar oleh nafsunya.[25]
Ø
Konsep Keselamatan.
Sang Buddha bukanlah seorang Juru Selamat, namun hanya
sebagai penunjuk jalan. Keselamatan dalam Buddhisme adalah merupakan suatu
usaha untuk mencapai Nirvana. Usaha tersebut dilakukan masing-masing orang
tanpa ada bantuan dari pihak ilahi atau para dewa[26].
Gautama mengajarkan delapan[27]
jalan untuk menuju “Kelepasan”, yaitu: 1. Pandangan yang benar, 2. Maksud yang
benar, 3. Berbicara yang benar, 4. Disiplin yang benar, 5. Hidup yang benar, 6.
Ikhtiar yang benar, 7. Pikiran yang benar, 8. Konsentrasi yang benar (Samadhi).
Dengan melakukan hal-hal tersebut, manusia akan keluar dari roda reinkarnasi[28]
dan masuk dalam Nirvana.
Kesimpulan.
Keselamatan diperoleh dari usaha masing-masing orang. Konsep
keselamatan dalam Buddhisme, mirip dengan konsep Hinduisme, hanya saja “Kelepasan”
dalam Buddhisme bukan hanya kelepasan dari Hukum Karma, namun juga kelepasan
dari penderitaan duniawi, dan kemudian masuk dalam Nirvana (dalam hinduisme—Brahman).
3. Kofusionisme (Kong Hu Chu) dan Konsep keselamatannya.
Kitab Suci : Shi
Shu Wu Jing.
Pendiri :
Konghucu (Confusius)
Tahun :
400 SM
Tempat :
Tiongkok.
Agama Kong
Hu Chu sebenarnya bukanlah agama tetapi lebih tepatnya, filsafat. Jika diteliti
maka pengajaran Konfusionisme sesungguhnya tidak dapat digolongkan sebagai
Agama dalam pengertian yang sebenarnya. Karena ajaran konfusius adalah
merupakan filsafat hidup yang bertujuan untuk mensejahtrakan masyarakat. Konfusius
berusaha melepaskan orang sejamannya dari perbudakan kepercayaan kepada para
dewa[29]. Walau
akhirnya para pengikutnya juga menyembah dirinya sebagai salah satu dewa. Dalam
dunia akademisi, Konfusius dikenal sebagai seorang Filusuf dari timur yang
handal. Seorang yang mampu menghasilkan pemikiran-pemikiran cemerlang bagi kemajuan etika,
budaya dan negaranya.
Ø
Konsep Tuhan.
Dalam ajarannya, Kong Hu Chu tidak pernah menyinggung
persoalan Tuhan. Ia menolak untuk menjelaskan hal-hal yang berhubungan dengan
“dunia kekal” seperti halnya dalam kekristenan, karena pada dasarnya ia memang
tidak berniat untuk mendirikan suatu agama[30].
Pengajaran dasarnya hanya berkisar pada persoalan moral dan hubungan social
dalam masyarakat. Itu sebabnya, beberapa cendikiawan Tiongkok sering menuduh
Kong Hu Chu sebagai seorang “ateis” (orang yang tidak percaya akan adanya
Allah).[31]
Meski demikian, agama Kong Hu Chu (setelah pendirinya
meninggal) percaya akan adanya “Allah yang Esa”[32],
namun sosok seperti apa allah yang dimaksud, tidaklah memiliki kejelasan.
Selain sosok allah tersebut yang disembah pada saat perayaan Imlek, agama Kong
Hu Chu juga menyembah kepada Orang-orang saleh, dan arwah nenek moyang mereka.
Penyembahan kepada orang salah dan nenek moyang tersebut, merupakan ajaran yang
diadopsi dan dilestarikan dari budaya setempat, yang telah ada
jauh sebelum Kong
Hu Chu hadir.
Ø
Konsep Surga dan Keselamatan.
Kosep ajaran tentang “Surga” dalam agama Kong Hu Chu
tidaklah memiliki kejelasan, karena Kong Hu Chu sendiri sebagai perintisnya
tidak pernah mengajarkan hal-hal tersebut. Namun seiring perkembangan, para
penganutnya yang sebagian besar di pengaruhi oleh ajaran Buddha, akhirnya
menerima dan mempercayai Reinkarnasi, sebagaimana ajaran Buddha[33].
Jadi, konsep surga dalam agama Kong Hu Chu memilki kemiripan dengan Buddhisme,
demikian halnya dengan konsep Keselamatannya, yaitu dengan cara melakukan
kebaikan-kebaikan selama hidup. Sebaliknya, jika perbuatan jahat yang
dilakukan, maka pada kehidupan berikutnya, akan terlahir menjadi makhluk yang
lebih rendah (hewan), atau bisa saja disiksa di dalam neraka.
Kesimpulan.
Keselamatan dalam Kong Hu Chu juga menekankan pada
perbuatan. Suatu perbuatan (Karma) baik yang pada akhirnya diharapkan untuk
menerima imbalan pada kehidupan akan datang yang lebih baik pula.
4. Islam dan Konsep keselamatannya.
Kitab Suci :
Al-Qur’an
Pendiri :
Muhammad, SAW.
Tahun :
600 M.
Tempat :
Arab
“Berserahlah kepada
Allah”, itulah Islam. Agama Islam mulai berkembang pada abat ke-6 hingga ke-7 M
di jasirah Arab oleh Nabi Muhammad. Dikemudian hari, ajarannya diteruskan oleh
para pengikutnya. Islam hadir setelah lebih dari 600 tahun kekristenan di Mesir
dan sejumlah daerah di Irak dan Turki telah berkembang. Hal ini penting untuk
diperhatikan karena dari sumber sejarah tersebut, terdapat banyak kemiripan yang
dapat dikonfirmasi menyangkut asal-usul beberapa ajaran Islam, baik dengan
kekristenan maupun Yudhaisme.
Ø Konsep Tuhan.
“Allah tanpa
sekutu” adalah harga mati bagi konsep ketuhanan dalam Islam. Terdapat banyak
ayat yang menyatakan bahwa Allah adalah Esa dan tidak “beranak”, yang sekaligus
merupakan kritikan terhadap konsep Trinitas dalam Iman Kristen.[34] (Qs As-Saffat,
152; Qs Al-Jinn, 3; Qs Al-Ikhlas, 3; Qs Al-Baqarah,
133, 163; Qs An-Nisa, 171; Qs Al-Ma’idah, 72, 116). Kemudian, ajaran Islam juga percaya bahwa terdapat satu
pribadi Ilahi yang maha kuasa. Pribadi tersebut adalah Allah yang bereksistensi sebagai
“Dzat” yang maha kuasa (Qs Yunus, 3; Qs Ar-Rahman, 27).
Ø Konsep Surga.
Surga dalam konsep
agama Islam merupakan suatu tempat yang terdapat kenikmatan. Meskipun umat
Muslim memiliki tafsiran yang berbeda mengenai hal ini, namun kesan yang kuat
mengenai “Suatu tempat yang penuh dengan kesenangan” tetap terlihat. Didalam
ayat-ayat berikut, konsep surga dalam Islam digambarkan, terdapat “Sungai-sungai, buah-buahan, isteri-isteri
suci” (Qs . Al-Baqarah, 25; Qs. Ali-Imran, 15, 136, 195; Qs. An-Nisa, 13, Qs.
Al-Maidah, 85, 119, dll), “Surga penuh
dengan kenikmatan” (Qs. Al-Maidah, 65), “kenimatan
yang penuh dengan minuman namun tidak mabuk, tidur beralaskan emas dan permata,
dilayani oleh anak-anak muda, berlimah buah-buahan dan daging burung,
bidadari-bidadari perawan” (Qs. Al Waqi’ah, 1-40; Qs. As-Saffat, 48: Qs.
Sad, 52; Qs. Ad-Dukhan, 54, Qs. At-Tur 20; Qs. Ar-Rahman, 56, 70, 72; Qs.
Al-Waqi’ah, 22, dll). Dengan demikian, maka dapat disimpulkan bahwa Surga dalam
konsep Islam, adalah suatu tempat yang penuh dengan kesenangan. Hal-hal
tersebut dipandang sebagai balasan atau hasil yang akan diterima kelak oleh
mereka yang taat menjalankan Rukun Iman dan Rukun Islam.
Ø Konsep Keselamatan.
Menurut Agama Islam konsep keselamatan
adalah beriman kepada Allah dan
mengerjakan amal sholeh (Qs Al Bayyinah, 1-8; Qs. An-Nisa, 31, 57, dll). Islam juga percaya bahwa untuk masuk ke dalam surga, jalannya sangat sulit, sehingga terkadang digambarkan seperti melewati titian rambut yang dibelah tujuh. Selain itu ada beberapa ketentuan umum yang wajib dijalankan sebagai seorang
Muslim. Dua ketentuan itu tertuang dalam Rukun Iman dan Rukun Islam.
1. Rukun Iman: Percaya keberadaan Allah, Percaya keberadaan Malaikat, PercayaKitab-kitabnya, Percaya kepada para utusan-Nya, Percaya adanya hari kiamat, Percaya adanya Takdir (ada takdir yang tidak dapat diubah, dan ada takdir yang
dapat diubah).
2. Rukun Islam: Kalimat
Syahadat, Shalat lima Waktu, Melaksanakan Zakat, Berpuasa di bulan Ramadhan, Naik Haji bila mampu.
Dilain pihak, terdapat satu pemahaman
lain yang didasarkan atas Qs.
Maryam 71, dimana jika para Muslim gagal melaksanakan amal ibadahnya, maka mereka akan dimasukkan
ke dalam neraka untuk sementara
waktu hingga selesai masa yang ditentukan untuk melunasi dosa-dosanya, dan kemudian kembali dipindahkan ke surga.
Kesimpulan.
Keselamatan dalam agama Islam juga
merupakan usaha manusia. Manusia yang
menentukan nasibnya kelak di dalam kekekalan dengan
tekun menjalankan ajaran Islam dengan taat.
5. Konsep keselamatan dalam agama Kristen[35].
Kitab Suci : Alkitab
Pendiri : Yesus
Kristus
Tahun : 4/6
M.
Tempat : Israel
“Mesias, kasih Allah yang di
anugerahkan bagi kita”, kekristenan adalah agama Kasih Karunia. Kekristenan berkembang
pada abat pertama dibawah tekanan agama Yahudi dan penjajahan Romawi. Fakta
bahwa kekristenan mampu melalui kedua tekanan tersebut adalah hanya semata-mata
karena pemeliharaan Allah. Kemenangan Yesus Kristus sebaga Mesias atas kuasa
maut serta pencurahan Roh Kudus pada peristiwa pentakosta, menjadi kekuatan
yang tidak dapat dibendung oleh penguasa dunia ini. Berangkat dari penyertaan
Allah serta fakta-fakta sejarah[36],
menjadikan kekristenan mampu bertahan dari segala serangan, serta mampu menjalankan
misi keselamatan sampai ke ujung dunia hingga hari ini.
Ø Konsep Tuhan.
Berbeda
dengan semua agama didunia, kekristenan mengakui dan menyembah Allah yang Esa. Namun
Allah yang esa tersebut memiliki tiga pribadi yang setara dan sehakikat baik dalam ke-Ilahian maupun dalam kemaha kuasaan-Nya,
yaitu, Allah Bapa—Anak—Roh Kudus, Tritunggal maha kudus! (Kej.1:1-3).
Misteri
Allah yang agung ini sulit untuk dijabarkan dengan akal pikiran manusia yang berdosa
dan terbatas.
Kemudian
penyingkapan misteri Allah tersebut melalui wahyu pun terbatas (Ul. 29:29). Meski demikian, Wahyu Allah melalui kebenaran
firman-Nya dalam Alkitab mengandung kecukupan bagi pengenalan manusia kepada Allah yang sejati.
Iman
Kristen menerima dan
meyakini hal tersebut bukan tanpa dasar yang jelas, dasar dari hal tersebut
karena Allah sendiri yang menyatakannya melalui firman-Nya di dalam Alkitab.[37] Dan tentu
saja, manusia tidak
dapat memahami Allah sepenuhnya, karena jika Allah dapat
dipahami dengan tuntas, maka Ia tidak lagi menjadi Allah (Yes. 55:9). Hal ini
bukan berarti bahwa Iman kristen “tidak masuk akal” (=Irasional), namun yang
sebenarnya adalah Iman Kristen “Melampaui akal” (=Supra rasio) manusia! Karena
ketika kita berbicara mengenai Iman kristen, itu artinya kita sedang berbicara
mengenai Allah pencipta semesta alam ini. Allah yang tidak terpahami secara
tuntas. RC. Sproul, mengatakan bahwa, yang terbatas tidak mungkin dapat
memahami yang tidak terbatas. keterbatasan rasio manusia mejadikan ia tidak dapat
memahami Allah secara mutlak, selaian dari apa yang memang telah Allah
wahyukan.
Ø Konsep Surga.
Berbanding terbaik dengan semua konsep surga dalam
agama lain, kekristenan berdiri dalam ajaran dan konsep yang konsisten dan
mantab! Surga dalam Iman Kristen
merupakan suatu tempat persekutuan abadi dengan Allah. Suatu tempat yang dikenal dengan istilah “Yerusalem baru”, dimana tidak ada lagi
air mata penderitaan (Why. 7:17, 21:4), tidak kawin dan mengawinkan (Mat.
22:30; Mrk. 12:25; Luk.20:35), hanya terdapat persekutuan intim dalam
puji-pujian abadi oleh
Orang percaya, dan para malaikat bagi Allah (Why.
4:8-11, 5:8-14, 7:9-17). Surga dalam konsep Iman Kristen menegakkan Allah sebagai pusat
penyembahan dan keagungan, bukan kesenagan daginng dan pesta
pora. Di
dalam keagungan dan
kekudusan-Nya, tidak ada tempat sedikitpun untuk hal-hal yang berbau
keduniawian dan kedagingan (1 Kor. 6:9-10; Why. 22:15).
Suatu
tempat dimana “hubungan persekutuan” yang telah putus pada saat kejatuhan
manusia kembali dipulihkan. Perlu diperhatikan bahwa Firman Tuhan yang tercatat
dalam Alkitab, selalu berbicara secara konsisten. Kitab (pertama) kejadian
pasal 3 menjabarkan mengenai rusaknya hubungan dan persekutuan manusia dengan
Allah melalui “makanan”, dan pada kitab (penutup) Wahyu, pemulihan hubungan
tersebut juga melalui “Perjamuan kawin Anak Domba” (Why. 19:9,17). Perjamuan
yang melambangkan persekutuan
Kristus sebagai mempelai dengan kita yang adalah para pengantin-Nya. Perjamuan
juga berbicara mengenai pembaharuan, penerimaan, penggenapan janji Allah, dan
sukacita
bagi Orang percaya!
Ø Konsep Keselamatan.
“Sola Gratia!, hanya karena Anugerah Allah” (Ef.1:4-7, 2:4-9, dll). Konsep keselamatan dalam Iman
Kristen tidak pernah menaruh manusia sebagai subjek yang menghasilkan keselamatannya,
karena memang pada hakikatnya manusia yang telah “mati” dan menjadi “hamba
dosa” tidak pernah dapat Kudus selain dikuduskan oleh Allah. Allah tahu dan
mengerti bahwa manusia tidak mungkin dapat selamat oleh perbuatannya, karena
segala kebaikan dan usaha manusia berdosa itu seperti “kain Kotor” dihadapan
Allah (Yes. 64:6).
Dengan demikian sebaik apapun manusia, ia tidak
mungkin dapat selamat. Firman Tuhan dalam Alkitab tidak hanya menyatakan bahwa semua
manusia berdosa (Rom. 3:23) dan tidak dapat menyelamatkan dirinya sendiri (Kej.
3:21), akan tetapi juga memberikan solusinya, yaitu dengan menerima Tuhan Yesus
sebagai Tuhan dan Juru selamat pribadi (Yoh.3:16). Dengan menerima Tuhan Yesus
sebagai Juru Selamat pribadi, maka dengan iman kita menerima penebusan dan
pengampunan dosa (Mat. 26:18; KPR. 2:38, 10:34; Ef. 1:7; 1 Pet. 1:18-19), dan
keselamatan dari Allah (Rom. 10:9; KPR. 16:31).
III. PENUTUP.
Setelah
mengkaji dan memperlajari konsep keselamatan dari masing-masing agama, maka
secara umum dapat disimpulkan bahwa kelima agama, yaitu: Hindu, Buddha, Kong Hu
Chu, dan Islam, memiliki kemiripan dalam tata cara untuk mencapai keselamatan,
yaitu dengan taat beribadah dan melakukan perbuatan baik. Perbuatan baik adalah
jalan untuk menuju keselamatan, Allah sama sekali tidak berperan di dalamnya.
Hanya kekristenan yang memilki konsep kelamatan yang berbeda. Keselamatan dalam
Iman Kristen berdiri diatas anugerah Allah semata-mata. Perbuatan baik bukan
merupakan usaha untuk “menyogok” Allah, namun merupakan tindakan ucapan syukur,
pembuktian iman, dan pengabdian diri seumur hidup dalam kesadaran sebagai seorang hamba Tuhan.
Sebagai
penutup, pada bagian ini penulis memberikan table perbandingan antara
kekristenan dan agama lain, serta mengajukan beberapa pertanyaan penting
sebagai “alat ukur” dan refleksi pribadi untuk menguji serta membandingkan secara
objektif semua konsep keselamatan dalam agama-agama.
Tabel perbandingan.
Agama dunia Vs Kekristenan
Berpusat pada Manusia (Antroposentris).
|
Berpusat pada Allah (Theosentris)
|
Menekankan pada perbuatan etika dan moral
|
Menekankan pada pribadi dan karya Kristus (Sola Cristo)
|
Menekankan pada ritual serta peraturan-peraturan (taurat)
|
Menekankan pada iman percaya (Sola Fide)
|
Keselamatan diperoleh dari usaha perbuatan baik, amal, dan ibadah
|
Keselamatan merupakan anugerah Allah (Sola Gratia)
|
Bermuara pada ketidakpastian karena berpusat pada konsep buatan
manusia
|
Bermuara pada kepastian karena berpusat pada Allah, dan dijamin oleh
Allah.
|
Pertanyaan Uji.
Berikut
beberapa pertanyaan yang penulis rangkum untuk menguji kebenaran dari
masing-masing konsep agama:
Ø
Apakah manusia yang tidak sempurna, dapat menyempurnakan dirinya
dihadapan Allah?.
Ø
Seberapa baikkah seseorang, sehingga ia dapat layak masuk ke dalam
surga?, Standar nilay apa yang dapat secara pasti menyatakan seseorang layak
masuk surga?.
Ø
Semua manusia tidak mungkin dapat selamat karena semua manusia adalah
berdosa. Jika manusia dapat selamat dengan perbuatannya maka bukankah
seharusnya manusia itu tidak lagi membutuhkan pertolongan Allah? Akan tetapi
dapatkah manusia hidup tanpa pertolongan Allah?.
Ø
Jika manusia tidak membutuhkan pertolongan Allah untuk hal penting
menuju Surga, lalu mengapa hanya untuk memenuhi hal-hal yang “sepele”, manusia
justru masih berdoa memohon pertologan Allah? Bukankah hal tersebut
kontradiktif?.
Ø
Bukankah sikap demikian (menganggap dirinya dapat mengusahakan
keselamatan) adalah suatu kesombongan?, dan tentu saja kesombongan adalah juga dosa!.
Dengan
demikian maka keselamatan hanya dapat diperoleh melalui kemurahan anugerah
Allah semata-mata, tanpa intervensi manusia—itulah kekristenan. Kemurahan hati Allah tersebut
telah dinyatakan dalam Anak-Nya terkasih, Tuhan Yesus Kristus.
“Dan
keselamatan tidak ada didalam siapapun juga selain di dalam Dia (Yesus Kristus), sebab dibawah
kolong langit ini tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia yang
olehnya kita dapat diselamatkan!”
--Kisah
Para Rasul 4:12--
_________________________________________
Daftar Pustaka.
Alkitab
(TB), (Jakarta: Lembaga Alkitab Indonesia, 2012).
Al-Qur’an
(Bahasa Indonesia), Aplikasi Smart Phone.
Bambang Noorsena, Answering a Misunderstanding [Menjawab Kesalahfahaman dalam Dialog
teologis Kristen-Islam] (Malang: ISCS, 2016, 29).
David W. Shenk, Ilah-Ilah Global: Menggali Peran Agama Dalam Masyarakat Modern
(Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2010).
Harun Hadiwijono, Agama Hindu dan Buddha (Jakarta: BPK
Gunung Mulia, 2012).
Hali, Intisari Agama-Agama Sedunia (Bandung:
Visi Anugerah Lestari, 2015).
Kanayalal M. Talreja, Veda dan Injil: Satu Study Komparatif (Jakarta: Media Hindu, 2006).
Karen Amstrong, Sejarah Tuhan: Kisah 4000 Tahun Pencarian Tuhan Dalam Agama-Agama
Manusia (Bandung: Mizan, 2013).
Olaf H. Schumann, Pendekatan Pada Ilmu- Agama-agama
(Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2013).
Rick Cornish, 5 Menit Apologetika (Bandung: Pionir
Jaya, 2005).
Syarif Hidayatullah,
Study Agama: Suatu Pengantar
(Yogyakarta: Tiara Wacana, 2011).
Tony Tedjo, Mengenal Agama Hindu, Buddha, dan Kong Hu
Chu (Bandung: Pionir Jaya, 2011)
https://id.wikipedia.org/
wiki/Agama.
[11] Tony Tedjo, Mengenal Agama
Hindu, Buddha, dan Kong Hu Chu (Bandung: Pionir Jaya, 2011), 29. Bdk. juga
dengan, Kanayalal M. Talreja, Veda dan
Injil: Satu Study Komparatif
(Jakarta: Media Hindu, 2006), 31.
[13] Umat
Hindu percaya bahwa mereka akan reinkarnasi sebanyak 8.400.000 kali, sebelum
jiwanya dapat selamat dari perangkap Samsara. Lihat, Tony Tedjo, Mengenal Agama Hindu, Buddha, dan Kong Hu
Chu (Bandung: Pionir Jaya, 2011), 35.
[14] Atman adalah “Percikan” sang Brahman
dalam diri manusia, bagaikan titik embun yang kembali menguap dan menyatu
dengan Alam. Dalam kekristenan mungkin dapat dikategorikan sebagai roh atau
jiwa. Meskipun terkesan mirip, namun sekali lagi, keduanya memiliki perbedaan makna
dan pengertian yang signifikan.
[16] David
W. Shenk, Ilah-Ilah Global: Menggali Peran Agama Dalam Masyarakat Modern
(Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2010), 107.
[20] Ibid,
109. Menurut Huston Smith, kisah
tersebut hanya merupakan sebuah legenda, dan tidak dapat dipastikan
kebenarannya.
[21] “Buddha”
bukanlah “Tuhan” dari agama Buddha, namun merupakan suatu gelar bagi setiap
orang yang telah “dicerahkan” atau lebih tepatnya “Ia yang bangun”. Jadi semua
orang dapat menjadi “Buddha” pada saat ia telah mengalami pencerahan sempurna
(lepas dari setiap keinginan duniawi dan penderitaan atau “ketiadaan”).
Sedikitnya ada lebih dari 24 Buddha yang telah ada sebelum Gautama. Itu
sebabnya, patung Buddha di India akan berbeda dengan patung Budhha di Tiongkok
(Kuan Yin dan Amitabha/Amida), dan di daerah lainnya, ada yang tersenyum, ada
yang tertawa, ada yang gemuk, ada yang kurus, dll. (Harun Hadiwijono, Agama Hindu dan Buddha… 69. Lihat juga, Huston
Smith, Agama-Agama Manusia … 106).
[22] Karen
Amstrong, Sejarah Tuhan: Kisah 4000 Tahun
Pencarian Tuhan Dalam Agama-Agama Manusia (Bandung: Mizan, 2013), 68-69.
[34]
Bambang Noorsena
menjelaskan hal ini sebagai suatu bentyuk kritikan kepada kalangan “Kristen”,
namun bukanlah kekristenan Ortodoksi, akan tetapi beberapa mazab bidat yang
berkembang di jazirah Arab pada saat itu. ( Bambang Noorsena, Answering a Misunderstanding [Menjawab
Kesalahfahaman dalam Dialog teologis Kristen-Islam], Malang: ISCS, 2016,
29).
[35] Pada bagian
ini, pembahasan dijabarkan dalam sudut pandang Kristen Protestan (Injili), hal
ini dikarenakan dalam teologi keselamatan antara katholik dan Protestan memilki
beberapa perbedaan, terutama dalam konsep Purgatori (Api penyucian).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar