Minggu, 26 Maret 2017

Filsafat Agama Dalam Konteks Teologi Kristen

“KESELAMATAN IMAN KRISTEN DAN KESELAMATAN AGAMA-AGAMA”
(Study Ringkas Perbandingan Konsep Keselamatan Antar Agama)



Oleh :  Yosep Belay.
 


             Konsep keselamatan merupakan hal yang sangat krusial dari suatu agama. Agama tanpa konsep keselamatan tidak dapat menjadi suatu agama. Berbicara mengenai konsep “Keselamatan” maka tidak lepas juga dari konsep “ke-Tuhanan” dan “Surga”. Untuk itu, penulis akan berusaha sesederhana mungkin, namun tetap maksimal dalam menyajikan pandangan dari masing-masing agama. Karena tulisan ini dikaji dari sudut pandang iman Kristen, maka unsur subjektifitas memang tak dapat dihindari. Namun untuk meminimalisir hal ini, penulis berusaha untuk menyajikan segala sesuatu dengan dalil dan sumber yang seobjektif mungkin.

1. Hinduisme (Hindu) dan Konsep keselamatannya.

Kitab Suci   : Veda, Bhagavad-Gita (Sruti—kitab-kitab utama) dan Upanishad (Smriti—kitab-kitab tambahan).
Pendiri        : Tidak dikenal.
Tahun         : 1500 SM
Asal-usul    : India

          Agama Hindu modern saat ini merupakan perkembangan dari tiga masa penting dalam sejarah Hinduisme, yaitu masa Agama Brahmana  (1500 SM – 500 SM), masa Agama Buddha (400 SM – 700 M), dan Agama Upanishad (Hindu Modern hingga saat ini). Agama Upanishad atau Hindu saat ini sesungguhnya merupakan Agama Brahmana, hanya saja pengajarannya mengalami perkembangan serta percampuran dengan ajaran Buddha Dravida, dan filsafat hidup masyarakat India yang diajarkan oleh para Resi[8]

Ø  Konsep Tuhan.
            “Segala sesuatu adalah allah, termasuk saudara dan saya”. Dalam istilah teologi, paham ini dikenal dengan sebutan “Panteisme”, yang berasal dari kata Yunani “Semua” dan “Allah”, sehingga artinya adalah Allah adalah segala sesuatu, dan segala sesuatu adalah Allah. Allah dan dunia adalah sama.[9]
          Hinduisme mengenal allahnya dengan sebutan “Brahman” (dibali di        kenal dengan sebutan Sang Hyang Widhi—allah yang esa) yang kemudian diwujudkan menjadi tiga sosok dewa tertinggi (Trimurti); Brahma, (Pencipta) Wisnu (Pemelihara), dan Syiwa (Perusak). “Brahman” bukanlah sosok personal, ia adalah impersonal, misterius, dan ghaib. Hadiwijono menjelaskan bahwa sosok “Brahman” adalah semacam “Daya alam”.[10] Selain ketiga dewa tersebut, diperkirakan dalam agama Hindu juga terdapat sekitar 330 juta dewa[11] (Dewa Shiva, Shankara, Mahesa, Ganesha, Indra, Mitra, Varuna, Agni,    Yama, dst) yang juga disembah umat Hindu sesuai dengan ajaran  dan keyakinan  masing-masing penganutnya. Dengan demikian maka selain menganut Pantheisme, agama Hindu juga menganut paham Polytheisme, yaitu penyembahan kepada banyak dewa.

Ø  Konsep Surga.
             Hinduisme tidak memahami “Surga” sebagai suatu tempat, layaknya konsep dalam agama Samawi. “Surga” dalam Hinduisme dikenal dengan istilah “Moksa”. Suatu kelepasan dari roda perputaran reinkarnasi (Samsara), untuk kembali menyatu dengan Sang Bhraman. Dengan demikian, Sorga bukanlah suatu “tempat” namun merupakan suatu “Situasi” berakhirnya proses reinkarnasi[12].

Ø  Konsep Keselamatan.
             Sebagaimana konsep Surga, konsep keselamatan dalam Hinduisme juga memiliki makna yang berbeda dari kekristenan. Meskipun menggunakan kata yang sama yaitu “keselamatan”, namun makna keselamatan yang dimaksud adalah usaha untuk melepaskan diri dari Samsara (perputaran roda reinkarnasi)[13], sebagai akibat dari hukum karma. Kematian dipandang sebagai suatu ilusi, dan baik adanya, karena mempercepat proses reinkarnasi (terpisahnya Atman[14] dari tubuh) atau proses moksa bagi yang telah sempurna.

           “Keselamatan” dalam Hinduisme diperoleh dengan cara “Kelepasan”. Suatu usaha untuk “Melepaskan diri dari segala keinginan” (Brh. Up. IV, 4,7). Karma terjadi karena adanya keinginan, untuk itu segala bentuk keinginan harus dihapuskan[15] (contohnya terdapat dalam praktek-praktek seperti bertapa (Yoga)[16], dan Vegetarian sebagai jalan keluarnya). Kitab suci veda juga menjelaskan bahwa, keselamatan dicapai dengan jalan melakukan perbuatan-perbuatan mulia.[17] Dengan demikian, “Keselamatan” dalam Hinduisme dapat diperoleh dengan cara melakukan perbuatan mulia, dan menghapuskan keinginan-keinginan. Hinduisme menentang sikap “monopoli” keselamatan yang diklaim oleh agama-agama Samawi. Menurut mereka, keselamatan bersifat “Universal”, artinya siapa saja, dan agama apapun dapat selamat. Seperti pepatah kaum Pluralisme, “Banyak jalan menuju Roma”.[18]

Kesimpulan.
          Keselamatan oleh usaha pribadi. Konsep keselamatan dalam Hinduisme merupakan usaha manusia untuk membebaskan Atman-nya (jiwa) dari “Karma” dan roda perputaran “Renkarnasi” untuk kemudian kembali menyatu dengan Sang Brahman, Hinduisme menyebut tahap teresebut sebagai Moksa. Hidup manusia ditentukan oleh perbuatan-perbuatan (Karma) kehidupan masa lalunya, untuk itu kehidupan mendatang ditentukan oleh perbuatan-perbuatan (Karma) pada kehidupan saat ini. Demikianlah keselamatan dalam Hinduisme didasari atas usaha dan perbuatan.

2. Buddhisme (Buddha) dan Konsep keselamatannya.

Kitab Suci   : Tripitaka
Pendiri        : Siddharta Gautama
Tahun         : 400 SM
Tempat        : Kapilawastu, India Utara (perbatasan antara India dan Nepal).

          Agama “cinta dan kedamaian” demikian slogan bagi Buddhisme[19]. Buddhisme atau agama Buddha dapat dikatakan sebagai agama reformasi dan tranformasi dari agama Hindu, sebagai akibat dari melemahnya ajaran Brahman (Hindu mula-mula) yang mendapat kritikan tajam dari Sang Buddha Gautama. Agama Buddha dimulai ketika Pangeran Siddharta mengalami empat pengalaman[20] berbeda, dimana ia berjumpa dengan, “bayi yang menangis ketika dilahirkan, orang tua yang lemah, orang yang menderita penyakit, dan kematian yang diratapi”. Dari peristiwa tersebut, Sidarta kemudian menarik satu kesimpulan bahwa, “Hidup manusia penuh dengan penderitaan”. Dengan alasan tersebut pula, Siddharta kemudian meninggalkan kemewahan istana dan keluarganya, dan pergi berguru serta berkelana demi untuk mencari jawaban atas penderitaan manusia, hingga ia mengalami “Pencerahan” atau “Buddha”.[21]

Ø  Konsep Tuhan.
          Berbeda dengan kekristenan, Buddhisme tidak menjabarkan dan memfokuskan pengajarannya kepada Tuhan. Meskipun Siddartha percaya akan adanya dewa-dewa, namun ia juga percaya bahwa alam para dewa pun mengalami satu siklus yang sama, yaitu masuk dalam roda reinkarnasi yang pada satu titik akan sirna pula[22].

          Berbicara mengenai agama Buddha berarti berbicara mengenai filsafat hidup menuju kedamaian dan kelepasan terhadap penderitaan, bukan tentang Tuhan. Maka banyak anggapan yang mengatakan bahwa agama Buddha sesungguhnya merupakan suatu system filsafat, dan bukan merupakan agama dalam pengertian penyembahan kepada suatu objek  ke-Tuhanan. Kaum Buddhisme menolak menjelaskan hal-hal yang metafisika (diluar alam nyata, atau dunia roh) karena bagi mereka, bahasa manusia terbatas sehingga tidak dapat menjelaskan hal-hal tersebut[23].

Ø  Konsep Surga.
             Dalam Buddhisme dikenal istilah “Nirvana” yang pada umumnya diidentikan dengan Surga. Pada faktanya, hal tersebut keliru, karena Nirvana bukanlah semacam “tempat” namun semacam keadaan “Ketiadaan”, atau hilangnya “Eksistensi” sebagai makhluk hidup. Nirvana berarti “Pemadaman atau Pendinginan”. Yang dipadamkan adalah Keinginan; api nafsu; kebencian; dan sebagainya ditiadakan.[24] Suatu keadaan dimana manusia hidup tanpa kemauan, tanpa perasaan, tanpa keinginan, tanpa kesadaran, atau singkatnya, suatu keadaan dimana orang tidak lagi terbakar oleh nafsunya.[25]

Ø  Konsep Keselamatan.
          Sang Buddha bukanlah seorang Juru Selamat, namun hanya sebagai penunjuk jalan. Keselamatan dalam Buddhisme adalah merupakan suatu usaha untuk mencapai Nirvana. Usaha tersebut dilakukan masing-masing orang tanpa ada bantuan dari pihak ilahi atau para dewa[26]. Gautama mengajarkan delapan[27] jalan untuk menuju “Kelepasan”, yaitu: 1. Pandangan yang benar, 2. Maksud yang benar, 3. Berbicara yang benar, 4. Disiplin yang benar, 5. Hidup yang benar, 6. Ikhtiar yang benar, 7. Pikiran yang benar, 8. Konsentrasi yang benar (Samadhi). Dengan melakukan hal-hal tersebut, manusia akan keluar dari roda reinkarnasi[28] dan masuk dalam Nirvana.

Kesimpulan.
          Keselamatan diperoleh dari usaha masing-masing orang. Konsep keselamatan dalam Buddhisme, mirip dengan konsep Hinduisme, hanya saja “Kelepasan” dalam Buddhisme bukan hanya kelepasan dari Hukum Karma, namun juga kelepasan dari penderitaan duniawi, dan kemudian masuk dalam Nirvana (dalam hinduisme—Brahman).

3. Kofusionisme (Kong Hu Chu) dan Konsep keselamatannya.

Kitab Suci   : Shi Shu Wu Jing.
Pendiri        : Konghucu (Confusius)
Tahun         : 400 SM
Tempat        : Tiongkok.

          Agama Kong Hu Chu sebenarnya bukanlah agama tetapi lebih tepatnya, filsafat. Jika diteliti maka pengajaran Konfusionisme sesungguhnya tidak dapat digolongkan sebagai Agama dalam pengertian yang sebenarnya. Karena ajaran konfusius adalah merupakan filsafat hidup yang bertujuan untuk mensejahtrakan masyarakat. Konfusius berusaha melepaskan orang sejamannya dari perbudakan kepercayaan kepada para dewa[29]. Walau akhirnya para pengikutnya juga menyembah dirinya sebagai salah satu dewa. Dalam dunia akademisi, Konfusius dikenal sebagai seorang Filusuf dari timur yang handal. Seorang yang mampu menghasilkan pemikiran-pemikiran cemerlang bagi kemajuan etika, budaya dan negaranya. 
Ø  Konsep Tuhan.
          Dalam ajarannya, Kong Hu Chu tidak pernah menyinggung persoalan Tuhan. Ia menolak untuk menjelaskan hal-hal yang berhubungan dengan “dunia kekal” seperti halnya dalam kekristenan, karena pada dasarnya ia memang tidak berniat untuk mendirikan suatu agama[30]. Pengajaran dasarnya hanya berkisar pada persoalan moral dan hubungan social dalam masyarakat. Itu sebabnya, beberapa cendikiawan Tiongkok sering menuduh Kong Hu Chu sebagai seorang “ateis” (orang yang tidak percaya akan adanya Allah).[31]

          Meski demikian, agama Kong Hu Chu (setelah pendirinya meninggal) percaya akan adanya “Allah yang Esa”[32], namun sosok seperti apa allah yang dimaksud, tidaklah memiliki kejelasan. Selain sosok allah tersebut yang disembah pada saat perayaan Imlek, agama Kong Hu Chu juga menyembah kepada Orang-orang saleh, dan arwah nenek moyang mereka. Penyembahan kepada orang salah dan nenek moyang tersebut, merupakan ajaran yang diadopsi dan dilestarikan dari budaya setempat, yang telah ada jauh sebelum Kong Hu Chu hadir.

Ø  Konsep Surga dan Keselamatan.
           Kosep ajaran tentang “Surga” dalam agama Kong Hu Chu tidaklah memiliki kejelasan, karena Kong Hu Chu sendiri sebagai perintisnya tidak pernah mengajarkan hal-hal tersebut. Namun seiring perkembangan, para penganutnya yang sebagian besar di pengaruhi oleh ajaran Buddha, akhirnya menerima dan mempercayai Reinkarnasi, sebagaimana ajaran Buddha[33]. Jadi, konsep surga dalam agama Kong Hu Chu memilki kemiripan dengan Buddhisme, demikian halnya dengan konsep Keselamatannya, yaitu dengan cara melakukan kebaikan-kebaikan selama hidup. Sebaliknya, jika perbuatan jahat yang dilakukan, maka pada kehidupan berikutnya, akan terlahir menjadi makhluk yang lebih rendah (hewan), atau bisa saja disiksa di dalam neraka.

Kesimpulan.
          Keselamatan dalam Kong Hu Chu juga menekankan pada perbuatan. Suatu perbuatan (Karma) baik yang pada akhirnya diharapkan untuk menerima imbalan pada kehidupan akan datang yang lebih baik pula.

4. Islam dan Konsep keselamatannya.

Kitab Suci   : Al-Qur’an
Pendiri        : Muhammad, SAW.
Tahun         : 600 M.
Tempat        : Arab

          “Berserahlah kepada Allah”, itulah Islam. Agama Islam mulai berkembang pada abat ke-6 hingga ke-7 M di jasirah Arab oleh Nabi Muhammad. Dikemudian hari, ajarannya diteruskan oleh para pengikutnya. Islam hadir setelah lebih dari 600 tahun kekristenan di Mesir dan sejumlah daerah di Irak dan Turki telah berkembang. Hal ini penting untuk diperhatikan karena dari sumber sejarah tersebut, terdapat banyak kemiripan yang dapat dikonfirmasi menyangkut asal-usul beberapa ajaran Islam, baik dengan kekristenan maupun Yudhaisme.

Ø  Konsep Tuhan.
           “Allah tanpa sekutu” adalah harga mati bagi konsep ketuhanan dalam Islam. Terdapat banyak ayat yang menyatakan bahwa Allah adalah Esa dan tidak “beranak”, yang sekaligus merupakan kritikan terhadap konsep Trinitas dalam Iman Kristen.[34] (Qs As-Saffat, 152; Qs Al-Jinn, 3; Qs  Al-Ikhlas, 3; Qs Al-Baqarah, 133, 163; Qs An-Nisa, 171; Qs Al-Ma’idah, 72, 116). Kemudian,  ajaran Islam juga percaya bahwa terdapat satu pribadi Ilahi yang maha kuasa. Pribadi tersebut adalah Allah yang bereksistensi sebagai “Dzat” yang maha kuasa (Qs Yunus, 3; Qs Ar-Rahman, 27).

Ø  Konsep Surga.
           Surga dalam konsep agama Islam merupakan suatu tempat yang terdapat kenikmatan. Meskipun umat Muslim memiliki tafsiran yang berbeda mengenai hal ini, namun kesan yang kuat mengenai “Suatu tempat yang penuh dengan kesenangan” tetap terlihat. Didalam ayat-ayat berikut, konsep surga dalam Islam digambarkan, terdapat “Sungai-sungai, buah-buahan, isteri-isteri suci” (Qs . Al-Baqarah, 25; Qs. Ali-Imran, 15, 136, 195; Qs. An-Nisa, 13, Qs. Al-Maidah, 85, 119, dll), “Surga penuh dengan kenikmatan” (Qs. Al-Maidah, 65), “kenimatan yang penuh dengan minuman namun tidak mabuk, tidur beralaskan emas dan permata, dilayani oleh anak-anak muda, berlimah buah-buahan dan daging burung, bidadari-bidadari perawan” (Qs. Al Waqi’ah, 1-40; Qs. As-Saffat, 48: Qs. Sad, 52; Qs. Ad-Dukhan, 54, Qs. At-Tur 20; Qs. Ar-Rahman, 56, 70, 72; Qs. Al-Waqi’ah, 22, dll). Dengan demikian, maka dapat disimpulkan bahwa Surga dalam konsep Islam, adalah suatu tempat yang penuh dengan kesenangan. Hal-hal tersebut dipandang sebagai balasan atau hasil yang akan diterima kelak oleh mereka yang taat menjalankan Rukun Iman dan Rukun Islam.

Ø  Konsep Keselamatan.
          Menurut Agama Islam konsep keselamatan adalah beriman kepada          Allah dan mengerjakan amal sholeh (Qs Al Bayyinah, 1-8; Qs. An-Nisa, 31, 57, dll). Islam  juga  percaya bahwa untuk masuk ke dalam surga, jalannya sangat sulit, sehingga terkadang digambarkan seperti melewati titian rambut yang dibelah tujuh.  Selain itu ada beberapa  ketentuan umum yang wajib dijalankan  sebagai seorang Muslim. Dua ketentuan itu tertuang dalam Rukun  Iman dan Rukun Islam.

          1.  Rukun Iman:  Percaya keberadaan Allah, Percaya  keberadaan           Malaikat, PercayaKitab-kitabnya, Percaya kepada para utusan-Nya, Percaya adanya hari kiamat,  Percaya adanya Takdir (ada takdir yang tidak dapat diubah, dan ada takdir yang dapat diubah).

          2.  Rukun Islam:   Kalimat Syahadat, Shalat lima Waktu, Melaksanakan   Zakat, Berpuasa di bulan Ramadhan,  Naik  Haji bila mampu.

          Dilain pihak, terdapat satu pemahaman lain yang didasarkan atas Qs. Maryam 71, dimana jika para Muslim gagal melaksanakan amal  ibadahnya, maka mereka akan dimasukkan ke dalam neraka untuk sementara waktu hingga selesai masa yang ditentukan untuk melunasi dosa-dosanya, dan kemudian kembali dipindahkan ke surga.

Kesimpulan.
          Keselamatan dalam agama Islam juga merupakan usaha manusia. Manusia yang menentukan nasibnya kelak di dalam kekekalan dengan tekun menjalankan ajaran Islam dengan taat.

5. Konsep keselamatan dalam agama Kristen[35].
 
Kitab Suci   : Alkitab
Pendiri        : Yesus Kristus
Tahun         : 4/6  M.
Tempat        : Israel

          “Mesias, kasih Allah yang di anugerahkan bagi kita”, kekristenan adalah agama Kasih Karunia. Kekristenan berkembang pada abat pertama dibawah tekanan agama Yahudi dan penjajahan Romawi. Fakta bahwa kekristenan mampu melalui kedua tekanan tersebut adalah hanya semata-mata karena pemeliharaan Allah. Kemenangan Yesus Kristus sebaga Mesias atas kuasa maut serta pencurahan Roh Kudus pada peristiwa pentakosta, menjadi kekuatan yang tidak dapat dibendung oleh penguasa dunia ini. Berangkat dari penyertaan Allah serta fakta-fakta sejarah[36], menjadikan kekristenan mampu bertahan dari segala serangan, serta mampu menjalankan misi keselamatan sampai ke ujung dunia hingga hari ini. 

Ø  Konsep Tuhan.
             Berbeda dengan semua agama didunia, kekristenan mengakui dan menyembah Allah yang Esa. Namun Allah yang esa tersebut memiliki tiga pribadi yang setara dan sehakikat baik dalam ke-Ilahian maupun dalam kemaha kuasaan-Nya, yaitu, Allah Bapa—Anak—Roh Kudus, Tritunggal maha kudus! (Kej.1:1-3).

            Misteri Allah yang agung ini sulit untuk dijabarkan dengan akal pikiran manusia yang berdosa dan terbatas. Kemudian penyingkapan misteri Allah tersebut melalui wahyu pun terbatas (Ul. 29:29). Meski demikian, Wahyu Allah melalui kebenaran firman-Nya dalam Alkitab mengandung kecukupan bagi pengenalan manusia kepada Allah yang sejati.

           Iman Kristen menerima dan meyakini hal tersebut bukan tanpa dasar yang jelas, dasar dari hal tersebut karena Allah sendiri yang menyatakannya melalui firman-Nya di dalam Alkitab.[37] Dan tentu saja, manusia tidak dapat memahami Allah sepenuhnya, karena jika Allah dapat dipahami dengan tuntas, maka Ia tidak lagi menjadi Allah (Yes. 55:9). Hal ini bukan berarti bahwa Iman kristen “tidak masuk akal” (=Irasional), namun yang sebenarnya adalah Iman Kristen “Melampaui akal” (=Supra rasio) manusia! Karena ketika kita berbicara mengenai Iman kristen, itu artinya kita sedang berbicara mengenai Allah pencipta semesta alam ini. Allah yang tidak terpahami secara tuntas. RC. Sproul, mengatakan bahwa, yang terbatas tidak mungkin dapat memahami yang tidak terbatas. keterbatasan rasio manusia mejadikan ia tidak dapat memahami Allah secara mutlak, selaian dari apa yang memang telah Allah wahyukan.

Ø  Konsep Surga.
            Berbanding terbaik dengan semua konsep surga dalam agama lain, kekristenan berdiri dalam ajaran dan konsep yang konsisten dan mantab! Surga dalam Iman Kristen merupakan suatu tempat persekutuan abadi dengan Allah. Suatu tempat yang dikenal dengan istilah “Yerusalem baru”, dimana tidak ada lagi air mata penderitaan (Why. 7:17, 21:4), tidak kawin dan mengawinkan (Mat. 22:30; Mrk. 12:25; Luk.20:35), hanya terdapat persekutuan intim dalam puji-pujian abadi oleh Orang percaya, dan para malaikat bagi Allah (Why. 4:8-11, 5:8-14, 7:9-17). Surga dalam konsep Iman Kristen menegakkan Allah sebagai pusat penyembahan dan keagungan, bukan kesenagan daginng dan pesta pora. Di dalam keagungan dan kekudusan-Nya, tidak ada tempat sedikitpun untuk hal-hal yang berbau keduniawian dan kedagingan (1 Kor. 6:9-10; Why. 22:15).

            Suatu tempat dimana “hubungan persekutuan” yang telah putus pada saat kejatuhan manusia kembali dipulihkan. Perlu diperhatikan bahwa Firman Tuhan yang tercatat dalam Alkitab, selalu berbicara secara konsisten. Kitab (pertama) kejadian pasal 3 menjabarkan mengenai rusaknya hubungan dan persekutuan manusia dengan Allah melalui “makanan”, dan pada kitab (penutup) Wahyu, pemulihan hubungan tersebut juga melalui “Perjamuan kawin Anak Domba” (Why. 19:9,17). Perjamuan yang melambangkan persekutuan Kristus sebagai mempelai dengan kita yang adalah para pengantin-Nya. Perjamuan juga berbicara mengenai pembaharuan, penerimaan, penggenapan janji Allah, dan sukacita bagi Orang percaya!

Ø  Konsep Keselamatan.
           “Sola Gratia!, hanya karena Anugerah Allah” (Ef.1:4-7, 2:4-9, dll). Konsep keselamatan dalam Iman Kristen tidak pernah menaruh manusia sebagai subjek yang menghasilkan keselamatannya, karena memang pada hakikatnya manusia yang telah “mati” dan menjadi “hamba dosa” tidak pernah dapat Kudus selain dikuduskan oleh Allah. Allah tahu dan mengerti bahwa manusia tidak mungkin dapat selamat oleh perbuatannya, karena segala kebaikan dan usaha manusia berdosa itu seperti “kain Kotor” dihadapan Allah (Yes. 64:6).

         Dengan demikian sebaik apapun manusia, ia tidak mungkin dapat selamat. Firman Tuhan dalam Alkitab tidak hanya menyatakan bahwa semua manusia berdosa (Rom. 3:23) dan tidak dapat menyelamatkan dirinya sendiri (Kej. 3:21), akan tetapi juga memberikan solusinya, yaitu dengan menerima Tuhan Yesus sebagai Tuhan dan Juru selamat pribadi (Yoh.3:16). Dengan menerima Tuhan Yesus sebagai Juru Selamat pribadi, maka dengan iman kita menerima penebusan dan pengampunan dosa (Mat. 26:18; KPR. 2:38, 10:34; Ef. 1:7; 1 Pet. 1:18-19), dan keselamatan dari Allah (Rom. 10:9; KPR. 16:31).


III. PENUTUP.

          Setelah mengkaji dan memperlajari konsep keselamatan dari masing-masing agama, maka secara umum dapat disimpulkan bahwa kelima agama, yaitu: Hindu, Buddha, Kong Hu Chu, dan Islam, memiliki kemiripan dalam tata cara untuk mencapai keselamatan, yaitu dengan taat beribadah dan melakukan perbuatan baik. Perbuatan baik adalah jalan untuk menuju keselamatan, Allah sama sekali tidak berperan di dalamnya. Hanya kekristenan yang memilki konsep kelamatan yang berbeda. Keselamatan dalam Iman Kristen berdiri diatas anugerah Allah semata-mata. Perbuatan baik bukan merupakan usaha untuk “menyogok” Allah, namun merupakan tindakan ucapan syukur, pembuktian iman, dan pengabdian diri seumur hidup dalam kesadaran sebagai seorang hamba Tuhan.

          Sebagai penutup, pada bagian ini penulis memberikan table perbandingan antara kekristenan dan agama lain, serta mengajukan beberapa pertanyaan penting sebagai “alat ukur” dan refleksi pribadi untuk menguji serta membandingkan secara objektif semua konsep keselamatan dalam agama-agama.

Tabel perbandingan.

Agama dunia                   Vs                   Kekristenan
Berpusat pada Manusia (Antroposentris).
Berpusat pada Allah (Theosentris)
Menekankan pada perbuatan etika dan moral
Menekankan pada pribadi dan karya Kristus (Sola Cristo)
Menekankan pada ritual serta peraturan-peraturan (taurat)
Menekankan pada iman percaya (Sola Fide)
Keselamatan diperoleh dari usaha perbuatan baik, amal, dan ibadah
Keselamatan merupakan anugerah Allah (Sola Gratia)
Bermuara pada ketidakpastian karena berpusat pada konsep buatan manusia
Bermuara pada kepastian karena berpusat pada Allah, dan dijamin oleh Allah.


Pertanyaan Uji.

          Berikut beberapa pertanyaan yang penulis rangkum untuk menguji kebenaran dari masing-masing konsep agama:
Ø  Apakah manusia yang tidak sempurna, dapat menyempurnakan dirinya dihadapan Allah?.
Ø  Seberapa baikkah seseorang, sehingga ia dapat layak masuk ke dalam surga?, Standar nilay apa yang dapat secara pasti menyatakan seseorang layak masuk surga?. 
Ø  Semua manusia tidak mungkin dapat selamat karena semua manusia adalah berdosa. Jika manusia dapat selamat dengan perbuatannya maka bukankah seharusnya manusia itu tidak lagi membutuhkan pertolongan Allah? Akan tetapi dapatkah manusia hidup tanpa pertolongan Allah?.
Ø  Jika manusia tidak membutuhkan pertolongan Allah untuk hal penting menuju Surga, lalu mengapa hanya untuk memenuhi hal-hal yang “sepele”, manusia justru masih berdoa memohon pertologan Allah? Bukankah hal tersebut kontradiktif?.
Ø  Bukankah sikap demikian (menganggap dirinya dapat mengusahakan keselamatan) adalah suatu kesombongan?, dan tentu saja kesombongan adalah juga dosa!.

          Dengan demikian maka keselamatan hanya dapat diperoleh melalui kemurahan anugerah Allah semata-mata, tanpa intervensi manusia—itulah  kekristenan. Kemurahan hati Allah tersebut telah dinyatakan dalam Anak-Nya terkasih, Tuhan Yesus Kristus.

“Dan keselamatan tidak ada didalam siapapun juga selain di dalam Dia (Yesus Kristus), sebab dibawah kolong langit ini tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya kita dapat diselamatkan!”
--Kisah Para Rasul 4:12--



_________________________________________

Daftar Pustaka.

          Alkitab (TB), (Jakarta: Lembaga Alkitab Indonesia, 2012).
          Al-Qur’an (Bahasa Indonesia), Aplikasi Smart Phone.
          Bambang Noorsena, Answering a Misunderstanding [Menjawab Kesalahfahaman dalam Dialog teologis Kristen-Islam] (Malang: ISCS, 2016, 29).

          David W. Shenk, Ilah-Ilah Global: Menggali Peran Agama Dalam Masyarakat Modern (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2010).
          Harun Hadiwijono, Agama Hindu dan Buddha (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2012).

          Hali, Intisari Agama-Agama Sedunia (Bandung: Visi Anugerah Lestari, 2015).

          Kanayalal M. Talreja, Veda dan Injil: Satu Study Komparatif  (Jakarta: Media Hindu, 2006).

          Karen Amstrong, Sejarah Tuhan: Kisah 4000 Tahun Pencarian Tuhan Dalam Agama-Agama Manusia (Bandung: Mizan, 2013).
          Olaf H. Schumann, Pendekatan Pada Ilmu- Agama-agama (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2013).

          Rick Cornish, 5 Menit Apologetika (Bandung: Pionir Jaya, 2005).

          Syarif Hidayatullah, Study Agama: Suatu Pengantar (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2011).

          Tony Tedjo, Mengenal Agama Hindu, Buddha, dan Kong Hu Chu (Bandung: Pionir Jaya, 2011)

https://id.wikipedia.org/ wiki/Agama.


        
            [8] Syarif Hidayatullah, Study Agama: suatu Pengantar (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2011), 49.

                [9] Rick Cornish, 5 Menit Apologetika (Bandung: Pionir Jaya, 2005), 90.

            [10] Harun Hadiwijono, Agama Hindu dan Buddha (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2012), 25.

                [11] Tony Tedjo, Mengenal Agama Hindu, Buddha, dan Kong Hu Chu (Bandung: Pionir Jaya, 2011), 29. Bdk. juga dengan, Kanayalal M. Talreja, Veda dan Injil: Satu Study Komparatif  (Jakarta: Media Hindu, 2006), 31.  

            [12] Harun Hadiwijono, Agama Hindu dan Buddha… hal. 27.

                [13] Umat Hindu percaya bahwa mereka akan reinkarnasi sebanyak 8.400.000 kali, sebelum jiwanya dapat selamat dari perangkap Samsara. Lihat, Tony Tedjo, Mengenal Agama Hindu, Buddha, dan Kong Hu Chu (Bandung: Pionir Jaya, 2011), 35.

            [14] Atman adalah “Percikan” sang Brahman dalam diri manusia, bagaikan titik embun yang kembali menguap dan menyatu dengan Alam. Dalam kekristenan mungkin dapat dikategorikan sebagai roh atau jiwa. Meskipun terkesan mirip, namun sekali lagi, keduanya memiliki perbedaan makna dan pengertian yang signifikan.

            [15] Ibid.

            [16] David W. Shenk, Ilah-Ilah Global: Menggali Peran Agama Dalam Masyarakat Modern (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2010), 107.

            [17] Kanayalal M. Talreja, Veda dan Injil… 180.

                [18] Ibid, 175. Lihat juga, Huston Smith, Agama-Agama Manusia (Jakarta: YBI,2008), 101.
                [19] Huston Smith, Agama-Agama Manusia …118

            [20] Ibid, 109. Menurut Huston Smith, kisah tersebut hanya merupakan sebuah legenda, dan tidak dapat dipastikan kebenarannya.

                [21] “Buddha” bukanlah “Tuhan” dari agama Buddha, namun merupakan suatu gelar bagi setiap orang yang telah “dicerahkan” atau lebih tepatnya “Ia yang bangun”. Jadi semua orang dapat menjadi “Buddha” pada saat ia telah mengalami pencerahan sempurna (lepas dari setiap keinginan duniawi dan penderitaan atau “ketiadaan”). Sedikitnya ada lebih dari 24 Buddha yang telah ada sebelum Gautama. Itu sebabnya, patung Buddha di India akan berbeda dengan patung Budhha di Tiongkok (Kuan Yin dan Amitabha/Amida), dan di daerah lainnya, ada yang tersenyum, ada yang tertawa, ada yang gemuk, ada yang kurus, dll. (Harun Hadiwijono, Agama Hindu dan Buddha… 69. Lihat juga, Huston Smith, Agama-Agama Manusia … 106).

            [22] Karen Amstrong, Sejarah Tuhan: Kisah 4000 Tahun Pencarian Tuhan Dalam Agama-Agama Manusia (Bandung: Mizan, 2013), 68-69.

                [23] Karen Amstrong, Sejarah Tuhan… 71.

            [24] Harun Hadiwijono, Agama Hindu Dan Buddha … 81.

            [25] Tony Tedjo, Mengenal Agama … 79.

                [26] Karen Amstrong, Sejarah Tuhan… 69.

                [27] Hali, Intisari Agama-Agama Sedunia (Bandung: Visi Anugerah Lestari, 2015), 6.

            [28] Reinkarnasi dalam Buddhisme dan Hinduisme memiliki kemiripan. Semua makhluk hidup yang belum “beres” akan dilahirkan kembali sesuai dengan “Karma”nya, entakah ia dilahirkan menjadi Manuisa, Hewan, Bakteri, atau para Dewa.
            [29] David W. Shenk, Ilah-Ilah Global … 168.

            [30] Tony Tedjo, Mengenal Agama … 117-118.

            [31] Olaf H. Schumann, Pendekatan Pada Ilmu- Agama-agama… 11.

            [32] Seperti yang telah dijelaskan diatas, bahwa Kong Hu Chu tidak pernah mengajarkan mengenai penyembahan terhadap Allah. Kepercayaan akan adanya Allah merupakan pengembangan pengajaran dari Murid Kong Hu Chu, yaitu, Meng Tzu.
                [33] Ibid, hal. 121.
                [34] Bambang Noorsena menjelaskan hal ini sebagai suatu bentyuk kritikan kepada kalangan “Kristen”, namun bukanlah kekristenan Ortodoksi, akan tetapi beberapa mazab bidat yang berkembang di jazirah Arab pada saat itu. ( Bambang Noorsena, Answering a Misunderstanding [Menjawab Kesalahfahaman dalam Dialog teologis Kristen-Islam], Malang: ISCS, 2016, 29).
            [35] Pada bagian ini, pembahasan dijabarkan dalam sudut pandang Kristen Protestan (Injili), hal ini dikarenakan dalam teologi keselamatan antara katholik dan Protestan memilki beberapa perbedaan, terutama dalam konsep Purgatori (Api penyucian).

            [36] Penekanan pada “Fakta sejarah” perlu dilakukan mengingat sebagian besar agama-agama manusia hanya bertolak dari kisah-kisah fiktif (mitos) yang tidak memiliki catatan sejarah. Tentu berbeda dengan Iman kristen yang memilki bukti sejarah yang sangat melimpah!.
            [37] Karena pembahasan makalah ini hanya berfokus pada konsep Keselamatan, maka penulis tidak menjabarkan secara rinci mengenai ayat-ayat yang berhubungan dengan konsep Allah Tritunggal.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar