Rabu, 05 Juli 2023

KELEGAAN DI TENGAH PERTANDINGAN IMAN

 KELEGAAN DI TENGAH PERTANDINGAN IMAN




“Marilah kepada-Ku,  semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan  kepadamu. Pikullah kuk yang Kupasang dan belajarlah pada-Ku, karena Aku lemah lembut dan rendah hati dan jiwamu akan mendapat ketenangan. Sebab kuk yang Kupasang itu enak dan beban-Kupun ringan” (Baca: Mat. 11:25-30).

            Pada tanggal 29 Mei 1953 Sir Edmund Hillary menjadi orang pertama yang berhasil menaklukan Gunung tertinggi di dunia, Everest pada ketinggian 29.028 kaki di atas permukaan laut. Nama Sir Edmund Hillary dicatat sebagai orang pertama yang berhasil mencapai puncak gunung Everest. Namun di balik kisah sukses luar biasa Sir Edmund hillary, ada cerita tentang seseorang yang tidak kalah menariknya, yaitu Tenzing Norgay. Tenzing Norgay adalah penduduk asli Nepal yang bekerja sebagi pemandu, atau sherpa dalam bahasa Nepal.  Tenzing adalah salah satu diantara beberapa pemandu yang umumnya memandu para pendaki gunung yang berniat mendaki Gunung everest. Dalam sebuah wawancara, Tenzing memberikan pernyataan yang sangat menginspirasi:

Reporter: Bagaimana perasaan anda dengan keberhasilan menaklukan puncak gunung tertinggi di dunia?

Tenzing Norgay: Sangat senang sekali!

Reporter: Apakah anda seorang sherpa bagi Edmund Hillary? Tentunya posisi anda berada di depannya, bukankah seharusnya anda yang menjadi orang pertama yang menjejakkan kaki di puncak gunung Everest?

Tenzing Norgay: Ya, benar sekali, pada saat tinggal satu langkah mencapai puncak, saya persilahkan dia (Edmund Hillary) untuk menjejakkan kakinya dan menjadi orang pertama yang berhasil menaklukan puncak gunung tertinggi di dunia ini.

Reporter: Mengapa anda melakukan itu?

Tenzing Norgay: Karena itu adalah impian Edmund Hillary, bukan impian saya. Impian saya adalah berhasil membantu dan mengantarkannya meraih impiannya

            Seperti pendakian yang dilakukan oleh Edmund Hillary dan Tenzing Norgay demikian jugalah perjalanan hidup dalam iman orang percaya. Dalam perjalanan iman kita sebagai orang percaya, kehidupan tidak selalu tanpa hambatan. Ada masa-masa dimana kita begitu lelah menjalani panggilan untuk hidup tekun dalam iman. Tantangan-tantangan seperti permasalahan dan pergumulan hidup yang terus menerus hadir membuat kita kerap kali merasa jenuh dan terkadang ingin menyerah. Tantangan-tantangan itu seperti beban berat di punggung kita yang menekan perjalanan hidup. Pada saat-saat tertentu kita membutuhkan tempat untuk beristirahat sejenak untuk mendapatkan kelegaan. Untuk alasan itulah Tuhan Yesus mengundang kita semua yang berbeban berat, letih dan lesu untuk memperoleh kelegaan dari-Nya.

            Saudara terkasih, di dalam nas yang kit abaca di atas (Mat. 11:25-30), kita menemukan dua pesan penting mengenai Kristus dan kita sebagai umat-Nya. Pertama pada ayat 25-27, Kristus mengucap syukur atas anugerah Bapa yang telah menyatakan kasih-Nya bagi “orang kecil”. Orang-orang yeng terpinggirkan, mereka yang tidak memiliki harapan, menderita dan tertindas. Kristus mengatakan bahwa bagi mereka Bapa telah menganugerahkan “semuanya itu,” segala sesuatu berkaitan dengan anugerah keselamatan maupun pemeliharaan Allah yang Ia nyatakan melalui Kristus. Dengan demikian, mata Allah sepeti secara langsung tertuju bagi “orang-orang kecil” ini dan mereka memperoleh harapan di dalam Kristus. Kristus juga menyatakan bahwa Ia telah menerima kuasa dari Bapa (ay. 27) sehingga Ia menjadi sumber kuasa dan otoritas. Hanya dengan pemahaman ini maka kita akan menyadari bahwa undangan Kristus bagi yang “letih lesu dan berbeban berat” merupakan undangan dari Sang Sumber hidup yang mampu “memberikan kelegaan kepadamu.” Kelegaan sejati hanya datang dari Allah di melalui Kristus.

            Pesan kedua adalah perihal undangan yang diberikan. Sekali lagi Kristus mengundang mereka yang  “letih lesu dan berbeban berat.” Marilah kepada-Ku… Undangan ini diikuti oleh janji untuk memperoleh kelegaan. Kita tidak dapat memperoleh kelegaan di dalam dunia, hanya di dalam Kristus (Lihat: Yoh. 14:27). Sementara pada bagian selanjutnya, Kristus memerintahkan kita untuk memikul kuk. Kuk merupakan semacam balok kayu yang dirancang untuk menghubungkan dua ekor lembu agar dapat bekerja sama untuk membajak ladang (lihat gambar paling atas). Dalam pengertian rohani, kuk adalah sistem nilai/hukum dan prinsip hidup sesuai firman Tuhan bagi orang percaya dimana kita dituntut untuk belajar hidup berpadan dengannya. Menariknya, dua hewan lembu yang dipasangkan kuk salah satunya haruslah lembu yang telah berpengalaman. Dengan demikian, lembu muda yang baru dipasangkan kuk itu akan belajar dari lembu yang berpengalaman untuk mengarahkannya. Sungguh luar biasa dimana Kristus secara tidak langsung memberikan penggambaran mengenai bagaimana Dia bertindak sebagai “Sang Lembu” yang berpengalaman dan memimpin kita untuk dapat, “belajarlah pada-Ku.” Kristus juga dapat digambarkan sebagai “Tenzing Norgay” yang memimpin para pendaki pemula untuk memenangkan pertandingan iman mereka. Dengan kata lain, dalam menjalani perlombaan iman, kita bukan hanya dipanggil untuk memperoleh kelegaan, namun juga menyadari tanggungjawab memikul kuk dan berjalan bersama Kristus untuk belajar bagaimana kehidupan seorang anak Tuhan yang sejati itu. Ingat, kuk tidak pernah dipasangkan pada satu ekor lembu, tetapi pada dua ekor. Itu merupakan gambaran yang sangat jelas mengenai perjalanan iman kita dimana Kristus juga hadir dan berjalan bersama kita dalam setiap musin. Hanya dengan berjalan dan belajar dari Kristus maka “jiwamu akan mendapat ketenangan.” Datanglah pada Kristus untuk memperoleh kelegaan dari-Nya. Amin!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar