KELEGAAN DI TENGAH PERTANDINGAN IMAN
“Marilah kepada-Ku, semua yang letih
lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu.
Pikullah kuk yang Kupasang dan belajarlah pada-Ku, karena Aku lemah
lembut dan rendah hati dan jiwamu akan mendapat ketenangan. Sebab
kuk yang Kupasang itu enak dan beban-Kupun ringan” (Baca: Mat. 11:25-30).
Pada tanggal 29 Mei 1953 Sir Edmund Hillary menjadi orang pertama yang berhasil menaklukan Gunung tertinggi di dunia, Everest pada ketinggian 29.028 kaki di atas permukaan laut. Nama Sir Edmund Hillary dicatat sebagai orang pertama yang berhasil mencapai puncak gunung Everest. Namun di balik kisah sukses luar biasa Sir Edmund hillary, ada cerita tentang seseorang yang tidak kalah menariknya, yaitu Tenzing Norgay. Tenzing Norgay adalah penduduk asli Nepal yang bekerja sebagi pemandu, atau sherpa dalam bahasa Nepal. Tenzing adalah salah satu diantara beberapa pemandu yang umumnya memandu para pendaki gunung yang berniat mendaki Gunung everest. Dalam sebuah wawancara, Tenzing memberikan pernyataan yang sangat menginspirasi:
Reporter:
Bagaimana perasaan anda dengan keberhasilan menaklukan puncak gunung tertinggi
di dunia?
Tenzing Norgay:
Sangat senang sekali!
Reporter:
Apakah anda seorang sherpa bagi
Edmund Hillary? Tentunya posisi anda berada di depannya, bukankah seharusnya
anda yang menjadi orang pertama yang menjejakkan kaki di puncak gunung Everest?
Tenzing Norgay:
Ya, benar sekali, pada saat tinggal satu langkah mencapai puncak, saya
persilahkan dia (Edmund Hillary) untuk menjejakkan kakinya dan menjadi orang
pertama yang berhasil menaklukan puncak gunung tertinggi di dunia ini.
Reporter:
Mengapa anda melakukan itu?
Tenzing Norgay: Karena itu adalah impian Edmund Hillary, bukan impian saya. Impian saya adalah berhasil membantu dan mengantarkannya meraih impiannya
Seperti pendakian yang dilakukan oleh Edmund
Hillary dan Tenzing Norgay demikian jugalah perjalanan hidup dalam iman orang
percaya. Dalam perjalanan iman kita sebagai orang percaya, kehidupan tidak
selalu tanpa hambatan. Ada masa-masa dimana kita begitu lelah menjalani
panggilan untuk hidup tekun dalam iman. Tantangan-tantangan seperti
permasalahan dan pergumulan hidup yang terus menerus hadir membuat kita kerap
kali merasa jenuh dan terkadang ingin menyerah. Tantangan-tantangan itu seperti
beban berat di punggung kita yang menekan perjalanan hidup. Pada saat-saat
tertentu kita membutuhkan tempat untuk beristirahat sejenak untuk mendapatkan
kelegaan. Untuk alasan itulah Tuhan Yesus mengundang kita semua yang berbeban
berat, letih dan lesu untuk memperoleh kelegaan dari-Nya.
Saudara terkasih, di dalam nas yang kit abaca di atas
(Mat. 11:25-30), kita menemukan dua pesan penting mengenai Kristus dan kita
sebagai umat-Nya. Pertama pada ayat 25-27, Kristus mengucap syukur atas
anugerah Bapa yang telah menyatakan kasih-Nya bagi “orang kecil”. Orang-orang
yeng terpinggirkan, mereka yang tidak memiliki harapan, menderita dan
tertindas. Kristus mengatakan bahwa bagi mereka Bapa telah menganugerahkan
“semuanya itu,” segala sesuatu berkaitan dengan anugerah keselamatan maupun
pemeliharaan Allah yang Ia nyatakan melalui Kristus. Dengan demikian, mata
Allah sepeti secara langsung tertuju bagi “orang-orang kecil” ini dan mereka memperoleh
harapan di dalam Kristus. Kristus juga menyatakan bahwa Ia telah menerima kuasa
dari Bapa (ay. 27) sehingga Ia menjadi sumber kuasa dan otoritas. Hanya dengan
pemahaman ini maka kita akan menyadari bahwa undangan Kristus bagi yang “letih
lesu dan berbeban berat” merupakan undangan dari Sang Sumber hidup yang mampu
“memberikan kelegaan kepadamu.” Kelegaan sejati hanya datang dari Allah di
melalui Kristus.
Pesan kedua adalah perihal undangan yang diberikan. Sekali
lagi Kristus mengundang mereka yang “letih
lesu dan berbeban berat.” Marilah kepada-Ku… Undangan ini diikuti oleh janji
untuk memperoleh kelegaan. Kita tidak dapat memperoleh kelegaan di dalam dunia,
hanya di dalam Kristus (Lihat: Yoh. 14:27). Sementara pada bagian selanjutnya,
Kristus memerintahkan kita untuk memikul kuk. Kuk merupakan semacam balok kayu
yang dirancang untuk menghubungkan dua ekor lembu agar dapat bekerja sama untuk
membajak ladang (lihat gambar paling atas). Dalam pengertian rohani, kuk adalah
sistem nilai/hukum dan prinsip hidup sesuai firman Tuhan bagi orang percaya
dimana kita dituntut untuk belajar hidup berpadan dengannya. Menariknya, dua
hewan lembu yang dipasangkan kuk salah satunya haruslah lembu yang telah
berpengalaman. Dengan demikian, lembu muda yang baru dipasangkan kuk itu akan
belajar dari lembu yang berpengalaman untuk mengarahkannya. Sungguh luar biasa
dimana Kristus secara tidak langsung memberikan penggambaran mengenai bagaimana
Dia bertindak sebagai “Sang Lembu” yang berpengalaman dan memimpin kita untuk
dapat, “belajarlah pada-Ku.” Kristus juga dapat digambarkan sebagai “Tenzing
Norgay” yang memimpin para pendaki pemula untuk memenangkan pertandingan iman
mereka. Dengan kata lain, dalam menjalani perlombaan iman, kita bukan hanya
dipanggil untuk memperoleh kelegaan, namun juga menyadari tanggungjawab memikul
kuk dan berjalan bersama Kristus untuk belajar bagaimana kehidupan seorang anak
Tuhan yang sejati itu. Ingat, kuk tidak pernah dipasangkan pada satu ekor
lembu, tetapi pada dua ekor. Itu merupakan gambaran yang sangat jelas mengenai
perjalanan iman kita dimana Kristus juga hadir dan berjalan bersama kita dalam
setiap musin. Hanya dengan berjalan dan belajar dari Kristus maka “jiwamu akan
mendapat ketenangan.” Datanglah pada Kristus untuk memperoleh kelegaan
dari-Nya. Amin!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar