Hermeneutika Radikal
Jejak
Dekonstruksi pada Wacana Bahasa, Penafsiran dan
Teologi Kontemporer
KATA PENGANTAR
Manusia secara naluriah
merupakan makhluk ber-makna sehingga ia cenderung mencari makna, menciptakan
makna, dan mengisi hidupnya dengan makna. Dalam iman Kristen, makna merujuk
pada konten dari iman, pengharapan dan praksis norma hidup yang diperoleh
melalui proses interpretasi teks-teks Alkitab. Suatu prosedur penafsiran
terhadap makna teks yang dalam studi teologi dikenal sebagai hermeneutika. Pada
perkembangannya, metode hermeneutika dan semantik (makna) yang selama ini digunakan
sebagai pendekatan teologi Kristen, ditantang oleh filsafat postmodern
khususnya [a]teori dekonstruksi Derrida. Dengan mengajukan kritik terhadap
komponen bahasa, semantik, sentralitas penulis, kematian metafisik, serta
politik tekstual (negasi kuasa dan oposisi biner), pembacaan dekonstruktif
mengusulkan pemaknaan teks yang plural, non logosentris dan permainan makna tanpa
batas. Suatu pendekatan yang juga telah digunakan pada wacana teologis sehingga
berdampak pada klaim-klaim kebenaran Alkitab. Tujuan dekonstruksi tidak hanya
berkutat pada teks-teks dalam konstruksi filsafat, seni serta teologi, namun
juga masuk ke dalam perombakkan sistem sosial budaya dimana teks dan sistem
nilai yang melekat di dalamnya dicurigai menghadirkan subordinasi. Karena
pendekatannya pada bidang sosial budaya bernuansa kritik liberatif,
dekonstruksi telah digunakan secara luas pada keilmuan humaniora, tak
terkecuali teologi.
Bertolak dari kerangka teologi
Injili, penulis menyakini Alkitab sebagai firman Allah yang berotoritas mampu
memberikan penegasan bagi kebenarannya sebagai firman Allah yang absolut. Karakter
dwinatur Alkitab mendasari sifat ineransinya sehingga membentuk landasan otoritatif
bagi struktur bahasa maupun semantik. Perbedaan substansial ini memberikan
garis tegas antara teks, semantik dan persoalan interpertasi Alkitab dengan
gagasan filsafat kontemporer, baik strukturalisme maupun dekonstruksi/post-strukturalisme.
Teks-teks Kitab Suci secara otoritatif dikonstruksikan penulis sebagai tanda
transendental bagi Allah dan kehadiran-Nya. Pendasaran pada teologi Injili
menjadi pokok penting yang melaluinya penulis mengkonstruksikan teologi bahasa
dan semantik Alkitab, menyajikan analisis komparasi serta memberikan respons
bagi pembacaan dekonstruksi Derrida.
Seorang dekonstruktor atau Derridean
yang membaca paragraf di atas, sudah pasti mengerutkan keningnya karena penulis mempertahankan logosentrisme Kristen
dan metafisika kehadiran dari Allah Tritunggal dalam jejak-jejak teks Kitab
Suci. Namun bagaimana pun, kita semua pasti
berangkat dari logosentrisme tertentu yang juga me-metafisika-kan kehadiran
tertentu. Itu sebabnya meskipun Derrida dan kalangan Derridean melakukan
manuver dengan beragam istilah yang non-logosentrisme—differance—sebagai usaha pemutusan terhadap matafisika
kehadiran, ia/mereka juga tidak dapat melepaskan diri dari “atmosfer linguistik”
yang secara bersamaan memuat bentuk-bentuk lain dari tanda bagi metafiska
kehadiran. Selama bahasa masih menjadi instrumen komunikatif maka selama itu
pula belenggu metafisika kehadiran tidak terhindari, seperti peryataan Derrida,
there is nothing outside the text. Suatu
realitas yang terberi dalam kemanusiaan kita. Dalam hal ini dekonstruksi memang
mengungkapkan realitas mengenai keterbatasan natur manusia, bahasa serta objek
referennya, namun sekali lagi teologi Kristen—khususnya Injili konservatif memiliki
jangkauan yang lebih luas karena mempresuposisikan Allah Tritunggal sebagai
logosentris yang melampaui keterbatasan bahasa dan epistemologi natural. Iman kepada
Allah Tritunggal sekali lagi ditempatkan sebagai logika transendental untuk menjembatani
keterbatasan yang ada menuju realitas transenden (Ibr. 11:3). Pendekatan
penulis bertopang pada model epistemologi dan logika transendental demikian sebagaimana
yang dipresentasikan Alkitab dan dalam terang tradisi ortodoksi. Di sini
penulis hendak secara langsung memperhadapkan pembaca pada dua pilihan yang
niscaya; fondasionalisme theisme Kristen atau non-fondasionalisme Derrida yang
bercirikan ateisme linguistik. Pilihan pembaca akan menentukan tujuan akhir
Anda dalam memahami realitas di balik teks-teks, baik realitas natural maupun
supranatural.
Beberapa teolog seperti James K.A.
Smith telah berusaha “mendamaikan” dekonstruksi Derrida dengan pemikiran
Injili, tetapi seperti yang akan dilihat usaha tersebut merupakan usaha tebang
pilih dan tidak konsisten. Demikian juga beberapa teolog dari kalangan feminis
dan model lainnya dengan ciri liberatif telah berusaha menggandeng
dekonstruksi, tetapi juga berakhir pada hal serupa, mereka mengambil beberapa
metode kritik yang sesuai dengan agenda teologinya tanpa berani untuk masuk
dalam totalitas dekonstruksi. Dengan kata lain, mereka tetap menumpang pada
logosentrisme Kristen tetapi dengan posisi “kaki sebelah” berusaha
mengais-ngais keuntungan dari dekonstruksi. Derrida secara pibadi menghindar
untuk memposisikan filsafatnya pada suatu posisi, karena mem-posisikan posisi
merupakan suatu posisi yang mengindikasikan struktur, pusat, logos dan oposisi
biner. Itu sebabnya, sangatlah mustahil bagi seorang teolog atau seorang Kristen
(terlepas dari mazhab teologi apapun, dengan pengadaian logosentrisme Kristen) dapat
tetap menjadi seorang Kristen sekaligus seorang Derridean dalam artian penuh.
Kecuali jika ia bersedia menjadi seorang ateis seperti Derrida barulah
dekonstruksi dapat bekerja leluasa tanpa didikte ide murni dari Sang L-ogos.
Tanpa menganggap sepenggal coretan dalam
buku ini sebagai pembacaan komprehensif terhadap pemikiran Derrida, penulis
hendak menegaskan bahwa tulisan ini hanyalah usaha pembacaan awal dari seorang
pemula yang nyasar ke bidang filsafat.
Mereka yang pernah membaca karya-karya Derrida tentu membutuhkan waktu cukup
panjang untuk mencerna kompleksitas pemikirannya. Seperti yang disampaikan Alan
Bass, “Derrida sulit untuk dibaca bukan hanya karena gaya bahasanya, tetapi
juga karena ia secara serius ingin menantang gagasan-gagasan yang mengatur cara
kita membaca.” Derrida tidak menulis dengan cara “yang biasa” karena “yang
biasa” itu mengindikasikan suatu struktur pusat yang baku. Membaca karya
Derrida semakin sulit karena teks-teksnya bagaikan tenunan yang menghubungkan pembaca dengan ide-ide besar dari para
filsuf lainnya. Ia juga menggunakan beragam istilah teknis yang diciptakan
dengan definisi tertentu sehingga pembaca perlu kerja ekstra untuk sekedar memahami
maksudnya. Karena beragam kesulitan tersebut nampaknya buku ini memiliki
jangkauan pembaca yang terbatas.
Saat ini pendekatan filsafat Derrida
telah digunakan secara luas pada beragam bidang kajian, baik filsafat, seni,
politik, sosial-budaya hingga teologi, untuk itu perlu semacam ekskursus bagi
pemikiran Injili dalam meresponinya. Usaha dialektika demikian sangat penting
sebagai pengembangan teologi yang relevan pada konteks masa kini tanpa
kehilangan identitas ortodoksinya. Kepentingan lainnya juga karena bahasan mengenai
tema dekonstruksi, bahasa, hermeneutika dan teologi masih sangat terbatas. Mungkin
satu-satunya buku yang membahas isu tersebut dari perspektif Injili adalah karya
Kervin J. Vanhoozer, “Apakah Ada Makna Dalam Teks Ini?” yang itu pun merupakan
terjemahan. Beberapa karya lainnya masih terbatas dalam bentuk artikel jurnal maupun
book chapter dalam perspektif teologi
liberatif. Suatu mazhab teologi yang dalam beberapa hal cenderung berseberangan
dengan pandangan teologi Injili.
Sistematika tulisan dibagi dalam sembilan
bab. Bab pertama, penulis menganalisis perkembangan hermeneutika kontemporer
dalam kaitannya dengan filsafat bahasa dan juga teologi. Bab kedua, bahasan
dikhususkan bagi dekonstruksi Derrida. Penulis mengkaji profil Derrida,
spiritualitas dan gagasan dekonstruksinya. Bab ketiga mengkaji tentang korelasi
dekonstruksi dengan teori linguistik serta semantic. Bab keempat mengkaji
korelasi dekonstruksi dan hermeneutika, baik hermeneutika filosofis, hermeneutika
radikal (dekonstruksi) maupun teologis. Penulis juga membandingkan komponen
bahasa dalam dua perspektif terakhir untuk melihat perbedaan di antara
keduanya. Bab kelima membahas mengenai korelasi dekonstruksi dan epistemologi.
Diskusi bab ini melengkapi sisi filosofisnya untuk menunjukkan bagaimana
dekonstruksi merusak bentuk-bentuk pengetahuan (baik filsafat, agama maupun
sains) dan membawa kosekuensi serius bagi pengetahuan dan kebenaran dalam
segala bidang. Bagian akhir penulis juga menyertakan pandangan epistemologi
Kristen yang direpresentasikan oleh pandangan Cornelius Van Til. Tujuannya
untuk menunjukkan perbedaan yang signifikan baik pada pola epistemologi filosofis
maupun dekonstruktif dengan epistemologi Kristen, khususnya VanTilian. Bab
keenam mengkaji korelasi dan perkembangan dekonstruksi dalam konteks teologi
kontemporer. Penulis mencoba menganalisis beberapa pendekatan berteologi yang
berkembang saat ini dengan menggunakan pola pembacaan dekonstruktif pada konsep
teologis. Bab ketujuh mempresentasikan semacam ekskursus bagi teologi bahasa
dan semantic dalam model teologi konstruktif. Sementara bab kedelapan merupakan
lanjutan kajian teologi bahasa namun cenderung berdimensi apologetic. Penulis
menganalisis pendekatan dekonstruksi secara lebih dekat kemudian memberikan
respons, baik berupa pembelaan terhadap natur bahasa dan semantic Alkitab
maupun menegasi [a]teori dekonstruksi. Bab kesembilan merupakan penutup dan
simpulan. Pada bagian akhir tulisan penulis juga menyertakan dua lampiran
mengenai bahasan ringkas sejarah hermeneutika Alkitab dan bahasan mengenai isu kristologi
logosentris.
Ucapan terima kasih penulis kepada Gembala
Sidang serta rekan-rekan sepelayanan di GPI Sudirman Bandung dan GAPI BHS
Bandung, Pimpinan STTAI Surabaya, rekan-rekan dosen, para mahasiswa/i dan rekan-rekan di ASASI
(Asosiasi Apologis Indonesia), Penerbit dan juga semua pihak yang telah
berkontribusi. Tuhan memberkati. Akhir kata, kiranya pembaca dapat memperoleh manfaat
dari buku ini dan nama Tuhan kiranya dimuliakan. Soli Deo gloria!
Bandung, 11 Oktober 2023
Yosep Belay
___________________________________
Info dan Pemesanan Buku, Hubungi: Melan (HP : 0895-3402-22029).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar