Nas : Matius 19: 5-6. “Dan firman-Nya: Sebab itu
laki-laki akan meninggalkan ayah dan ibunya dan bersatu dengan isterinya,
sehingga keduanya itu menjadi satu daging. Demikianlah mereka bukan lagi dua,
melainkan satu. Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh
diceraikan manusia."
Matius
19:1-9.
Markus 10:
1-12.
Pendahuluan.
Keluarga dalam pengajaran iman Kristen
merupakan salah satu lembaga terpenting dan paling tua di dunia. Paling tua
karena sebelum ada Negara, organisasi masyarakat, dll, terlebih-dulu ada
keluarga. Keluarga juga merupakan salah satu lembaga yang dibentuk secara langsung
oleh Tuhan (Kej. 2:21-23) yang dilandasi atas sifat kasih dan persekuatuan
Allah Tritunggal. Dengan kata lain keluarga dalam iman kristiani merupakan
cerminan dari kasih dan persekutuan Allah di dalam dunia. Meski demikian, pasca
kejatuhan manusia dalam dosa, Alkitab menggambarkan suatu kesaksian yang menyedihkan.
Prinsip dasar perkawinan monogami, kini dirusak dengan perkawinan poligami,
perceraian, dan bahkan simpanan para gundik (Bdk. dengan kehidupan bapa-bapa
leluhur Israel seperti Abraham, Isak, dan Yakub. Juga Daud, Salomo, dll). Dosa
benar-benar merusak kehidupan manusia dalam segala hal, termasuk perkawinan
dalam keluarga Kristen.
Kekristenan modern saat ini juga tidak
lepas dari permasalan ini. Hanya saja
karena permasalahan poligami, serta “gundik” tidak memiliki tempat dalam
perkawinan kristiani maka salah satu permasalahan yang paling sering dihadapi
dalam keluarga kristiani adalah perceraian. Dalam sebuah survei yang dilakukan
pada tahun 2016, didapati bahwa angka perceraian di Indonesia naik sekitar
16-20 % (Sumber: https://www.vemale.com), dengan kata lain setiap jamnya
terjadi sekitar 25-30 kasus perceraian di Indonesia. Meskipun angka ini
merupakan angka rata-rata secara umum yang sebagian besar didominasi oleh perceraian
di kalangan Muslim, namun hal ini menandakan bahwa makna sakral pernikahan kudus
sudah semakin luntur dalam generasi kita saat ini. Salah satu kasus yang paling
menggemparkan kita beberapa bulan lalu adalah kasus perceraian Pak Ahok.
Seorang teladan dan tokoh Kristen yang pada akhirnya harus mengambil keputusan
kontroversial, dimana secara tidak langsung berdampak bagi keluarga-keluarga Kristen,
serta menimbulkan pro dan kontra di kalangan hamba Tuhan. Lantas, apakah
perceraian dimungkinkan dalam iman Kristen? Bagaimana firman Tuhan menyikapi
hal ini?
Meskipun permasalahan keluarga yang menyangkut
perceraian dalam Iman Kristen masih menjadi permasalahan yang kontroversial dan
diperdebatkan hingga kini, namun ada baiknya sebelum melihat kebenaran ini
lebih jauh, kita perlu menjernihkan konsep kita yang mungkin saja dipengaruhi
oleh sikap pro/berpihak pada suatu denominasi gereja atau hamba Tuhan tertentu,
sehingga mungkin saja mengabaikan kesaksian firman Tuhan.
Firman Tuhan dalam ayat di atas
memberikan jawaban bagi kita mengenai permasalahan keluarga Kristen, terutama
mengenai perceraian. Ada beberapa hal yang perlu kita perhatikan berkaitan
dengan pengajaran yang disampaikan Tuhan Yesus ini,
1. Kesatuan Yang Tak Tak Terpisahkan.
Salah
satu bagian kalimat yang diucapkan pada janji perkawinan kristiani adalah kalimat
“...sampai maut
memisahkan kita”. Kalimat tersebut merupakan manifestasi dari ayat firman
Tuhan ini, “Dan firman-Nya: Sebab itu laki-laki akan
meninggalkan ayah dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya
itu menjadi satu daging”. Ketika kalimat “Sampai maut memisahkan kita!”
diucapkan, itu berarti kita membuat janji di hadapan Tuhan dan jemaat bahwa
kita akan setia sampai kematian memisahkan.
Sayangnya,
banyak umat Tuhan justru berpisah bukan karena maut yang menjemput, tetapi
PIL/WIL yang menjemput. Apalagi yang menjemput itu menggunakan kendaraan mewah,
pakaian yang parlente, parfum yang mahal dan dompet yang tebal. Seketika janji
pernikahan menjadi buyar, tiba-tiba terserang amnesia, dan yang diingat hanya
si Dia (PIL/WIL). Memang terkadang “rumput tetangga” terlihat lebih hijau,
namun hati-hati jangan sampai terjebak, jangan-jangan rumput tetangga itu
rumput palsu. Karena hanya rumput palsulah yang selalu terlihat hijau! Dengan
kata lain, meskipun Istri/Suami (wanita/pria) tetangga lebih cantik/ganteng,
namun percayalah, penampilan sering kali menipu. Apalagi di zaman sekarang
dimana teknologi HP sudah semakin canggih, soal penampilan melalui foto cukup “klik”,
Saudara akan di make-over layaknya artis Hollywood, tidak perlu mandi pun jadi
kece. Saudara, kehidupan yang
sesungguhnya tidak terletak pada penampilan seseorang yang menawan, namun dari
keseluruhan kehidupannya, baik jasmani, rohani, karakter, serta hubungan
sosialnya. Maka, perhatikan selalu kehidupan kita, jangan sampai tergoda dengan
“rumput tetangga”, nanti Saudara bisa beralih profesi menjadi tukang kebun
karena hobinya pemerhati rumput-rumput tetangga. Jika saudara percaya bahwa pasangan
kita adalah anugerah Tuhan, maka dia pastilah yang terbaik di antara yang lainnya,
termasuk “rumput tetangga” yang menyilaukan mata. (^___^).
Tentu
bukan hanya masalah “orang ketiga” yang kadang kala mengoyahkan keluarga
kristiani, masalah ekonomi, sosial, dan bahkan ego masing-masing juga terkadang
menjadi andil dalam permasalahan keluarga. Namun salah satu jalan keluar yang
cukup baik adalah dengan merefleksikan kembali janji nikah kita. Janji
pernikahan yang diucapkan hendaknya menjadi salah satu pengingat yang akan
membantu kita untuk melalui masa-masa sulit dalam kehidupan perkawinan. Karena
dengan mengingat kembali janji dan komitmen perkawinan itu, kita akan diteguhkan
untuk sama-sama berjuang menerima dan memperbaiki apa yang mungkin saja rusak
oleh ego kita masing-masing (Ef. 5:33; Yak. 5:16).
2. Pernikahan Kristiani Merupakan Proses Penyempurnaan.
Pernikana
kristiani merupakan proses penyempurnaan di dalam Tuhan. Dalam hubungan kudus
ini kedua pasangan dibentuk dan diproses, saling melengkapi, menegur, memimpin,
mengasihi, dan setia (Amsal 27:7). Siapa pun yang hendak menikah namun tidak
ingin menerima konsekwensi pernikahan untuk hidup bergumul bersama dalam iman
dan pengharapan, merupakan pernikahan yang keliru. Banyak anak muda yang
memutuskan menikah hanya berdasarkan alasan yang sepele seperti “seks”. Saudara,
membangun hubungan pernikahan di atas dasar demikian sangatlah berbahaya!
Perihal seksualitas tidak dapat dijadikan dasar pernikahan, karena kita hanya
akan berfokus pada penampilan fisik dan kesenangan, sementara sementara hal-hal
tersebut akan sirna seiring berjalannya waktu. Pernikahan kristiani merupakan
sebuah proses penyempurnaan Tuhan bagi kita.
Ayat
ini, “Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu” memberikan
penegasan bahwa pernikahan Kristen merupakan proses penyatuan dua insan. Dua
anak Tuhan yang berbeda pemikiran, hobi, karakter, dan kebiasaan kini
disatukan. Penyatuan dua orang memang
tidak mudah, butuh proses, waktu, kesabaran, dan juga kesetiaan. Namun kesadaran akan kebenaran
firman Tuhan bahwa “Kita telah menjadi
satu” haruslah menjadi semangat untuk saling menerima, memuji, dan juga
mengoreksi dengan kasih, karena tentu tidak ada manusia yang sempurna. Seperti
saudara yang memiliki kekurangan, pasangan Saudara pun pasti memiliki
kekurangan, itu sebabnya Tuhan menempatkan Saudara untuk bersama-sama membangun
kesatuan tubuh Kristus dalam keluarga. Di dalam keluargalah kita diproses;
Suami mengasihi Isteri, Istri menghormati suami, anak-anak mencintai Ayah dan
ibunya, Orang tua bertanggungjawab atas kehidupan anak-anaknya, dll. (1 Kor. 7:1-4;
Ef. 5:22-28; 6:1-4; Kol. 3:18-19). Pernikahan kristiani merupakan proses
pembentukan bagi terbentuknya suatu keluarga kristiani yang berkenan bagi Tuhan.
Karena dari keluarga yang sehat, akan memiliki dampak dan buah yang baik pula
dalam kehidupan bergereja dan bermasyarakat. Salah satu contoh keluarga
kristiani yang paling diberkati adalah keluarga seorang hamba Tuhan asal
amerika, Jonathan Edwards. Dalam sebuah survei pada abat ke 19 (200 tahun
kemudian), didapati bahwa sebagian besar keturunan Jonathan Edwards menjadi
orang-orang penting di Amerika.
Berikut
hasil survei yang dirilis; Jonathan Edwards mempunyai
1000 lebih Keturunan : 13 orang menjadi rektor, 65 orang menjadi professor, 3 orang terpilih
sebagai senator Amerika Serikat / anggota DPR, 30 orang menjadi hakim, 100
orang menjadi pengacara, 75 orang menjadi perwira militer, 100 orang menjadi
pendeta, 60 orang menjadi penulis terkenal/penulis buku terlaris, 80 orang
memegang peranan penting dalam berbagai instansi/ pemuka masyarakat, termasuk
menjadi gubenur, 1 orang adalah wakil presiden Amerika Serikat, 66 orang
dokter,135 orang editor, 1 orang penerbit, 100 orang lebih menjadi misionaris,
80 orang memiliki kantor publik, 1 orang menjadi wakil presiden AS,1 orang
menjadi istri presiden AS,1 orang penilik keuangan AS.
Kesusksesan keluarga Edwards tentu
dilandasi atas harga yang dibayar Edwards dan istrinya. Mereka mau diproses dan
dibentuk bersama dalam sebuah keluarga kristiani yang cinta Tuhan, sehingga
menghasilkan keturunan Ilahi yang menjadi berkat bagi bangsanya. Pernikahan dan
keluarga kristiani merupakan wadah yang Tuhan gunakan untuk memproses dan
menghasilkan anak-anak-Nya yang menjadi terang dan garam dunia. Bersediakah
saudara/i menjalani proses Tuhan dalam keluarga?
3. Tidak Ada Pereraian Dalam Pernikahan Kristen.
Poin
terakhir ini merupakan poin yang kontroversial, karena dalam komunitas hamba-hamba
Tuhan sekali pun masih terjadi banyak perdebatan. Namun kebenaran firman Tuhan
ini kiranya memberikan pesan yang lebih jelas.
Bagian
akhir dari ayat di atas Tuhan Yesus menutup kalimat-Nya dengan pernyataan
tegas, “Karena itu, apa yang telah
dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia". Kebenaran ini
kiranya jelas dan final bahwa tidak ada perceraian dalam iman Kristen. Perhatikan
dengan baik, bahwa ayat tersebut berbicara mengenai “Allah yang mempersatukan, dan manusia yang menceraikan”. Dengan
kata lain, Allah konsisten dengan apa yang telah Ia satukan, Ia memegang janji
perkawinan itu dan secara konsisten menghargainya. Di sisi lain perceraian
memang tetap ada, namun sekali lagi yang menyelenggarakan perceraian itu
manusia bukan Allah, Allah tidak pernah menghendaki perceraian (Mal. 2:16). Itu
sebabnya pada ayat 8, Tuhan Yesus mengatakan pihak manakah yang “ngotot” untuk
bercerai, “Kata Yesus kepada mereka:
"Karena ketegaran hatimu Musa mengizinkan kamu menceraikan isterimu,
tetapi sejak semula tidaklah demikian.” Sekali lagi, karena ketegaran hatimu.
Perceraian terjadi karena ketegaran hati, karena keegoisan umat, maka Musa terpaksa mengeluarkan surat
cerai. Sekali lagi, perceraian terjadi bukan karena kehendak Allah tetapi
karena keegoisan hati manusia.
Lantas
bagaimana dengan ayat 9 yang secara khusus Tuhan Yesus menyatakan bahwa
perceraian diperbolehkan “kecuali karena zinah?”. Meskipun dikhususkan dalam
kasus perzinahan, namun perhatikan, Tuhan Yesus kemudian melanjutkan dengan
pernyataan tegas bahwa orang yang bercerai/diceraikan tersebut tidak boleh
kawin lagi, karena jika ia kawin lagi, ia sesungguhnya melakukan perzinahan
juga (Lihat juga, 1 Kor. 7:11). Dengan kata lain, Tuhan Yesus ingin menegaskan
bahwa meskipun pernikahan tersebut telah ternodai oleh perzinahan, dan kedua
pasangan harus berpisah, namun keduanya tidak diperbolehkan untuk menikah
kembali. Hal ini disebabkan karena janji nikah tersebut masih mengikat keduanya
dihadapan Allah meskipun secara jasmanai keduanya tidak hidup bersama lagi. Demikian
juga dengan penegasan oleh Rasul Paulus (1 Kor. 7:11). Penegasan ini kiranya
menjadi pedoman dan pertibangan yang mendalam sebelum pasangan dalam keluarga
kristiani memutuskan suatu hal terutama mengenai kelangsungan pernikahan
mereka.
Penutup.
Membangun keluarga kristiani yang
berkenan kepada Allah bukanlah hal yang mudah apalagi instan. Semua membutuhkan
waktu dan proses. Namun disinilah kesetiaan, kasih, serta janji suci dalam
perkawinan kita diuji. Waktu merupakan alat uji yang paling sempurna terhadap
kesetiaan dan ketulusan cinta kasih dalam sebuah hubungan. Di sini pulalah
dasar dari suatu hubungan pernikahan diuji, dengan dasar kasih Kristus ataukah
dengan kesenangan semu akan terbukti seiring dengan berjalannya waktu.
Pemahaman yang benar mengenai makna
perkawinan kristiani serta janji suci pernikahan akan membantu kita melewati
setiap pergumulan hidup bersama-sama. Dan tiga pesan kebenaran ini kiranya
menjadi panduan dan bekal dalam membangun hubungan suami-istri yang berkenan di
hadapan Tuhan, dengan kasih Kristus sebagai landasannya.
Kiranya
Tuhan menolong, dan memampukan kita. Amin! Tuhan Yesus memberkati.
Salam,
yb.
Salam,
yb.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar