Kamis, 02 Agustus 2018

RENUNGAN : KEKUDUSAN PERKAWINAN KRISTEN

Nas    : Matius 19: 5-6. “Dan firman-Nya: Sebab itu laki-laki akan meninggalkan ayah dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya itu menjadi satu daging. Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu. Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia."

Matius 19:1-9.
Markus 10: 1-12.


Pendahuluan.

          Keluarga dalam pengajaran iman Kristen merupakan salah satu lembaga terpenting dan paling tua di dunia. Paling tua karena sebelum ada Negara, organisasi masyarakat, dll, terlebih-dulu ada keluarga. Keluarga juga merupakan salah satu lembaga yang dibentuk secara langsung oleh Tuhan (Kej. 2:21-23) yang dilandasi atas sifat kasih dan persekuatuan Allah Tritunggal. Dengan kata lain keluarga dalam iman kristiani merupakan cerminan dari kasih dan persekutuan Allah di dalam dunia. Meski demikian, pasca kejatuhan manusia dalam dosa, Alkitab menggambarkan suatu kesaksian yang menyedihkan. Prinsip dasar perkawinan monogami, kini dirusak dengan perkawinan poligami, perceraian, dan bahkan simpanan para gundik (Bdk. dengan kehidupan bapa-bapa leluhur Israel seperti Abraham, Isak, dan Yakub. Juga Daud, Salomo, dll). Dosa benar-benar merusak kehidupan manusia dalam segala hal, termasuk perkawinan dalam keluarga Kristen.

          Kekristenan modern saat ini juga tidak lepas dari permasalan ini.  Hanya saja karena permasalahan poligami, serta “gundik” tidak memiliki tempat dalam perkawinan kristiani maka salah satu permasalahan yang paling sering dihadapi dalam keluarga kristiani adalah perceraian. Dalam sebuah survei yang dilakukan pada tahun 2016, didapati bahwa angka perceraian di Indonesia naik sekitar 16-20 % (Sumber: https://www.vemale.com), dengan kata lain setiap jamnya terjadi sekitar 25-30 kasus perceraian di Indonesia. Meskipun angka ini merupakan angka rata-rata secara umum yang sebagian besar didominasi oleh perceraian di kalangan Muslim, namun hal ini menandakan bahwa makna sakral pernikahan kudus sudah semakin luntur dalam generasi kita saat ini. Salah satu kasus yang paling menggemparkan kita beberapa bulan lalu adalah kasus perceraian Pak Ahok. Seorang teladan dan tokoh Kristen yang pada akhirnya harus mengambil keputusan kontroversial, dimana secara tidak langsung berdampak bagi keluarga-keluarga Kristen, serta menimbulkan pro dan kontra di kalangan hamba Tuhan. Lantas, apakah perceraian dimungkinkan dalam iman Kristen? Bagaimana firman Tuhan menyikapi hal ini?


          Meskipun permasalahan keluarga yang menyangkut perceraian dalam Iman Kristen masih menjadi permasalahan yang kontroversial dan diperdebatkan hingga kini, namun ada baiknya sebelum melihat kebenaran ini lebih jauh, kita perlu menjernihkan konsep kita yang mungkin saja dipengaruhi oleh sikap pro/berpihak pada suatu denominasi gereja atau hamba Tuhan tertentu, sehingga mungkin saja mengabaikan kesaksian firman Tuhan.

          Firman Tuhan dalam ayat di atas memberikan jawaban bagi kita mengenai permasalahan keluarga Kristen, terutama mengenai perceraian. Ada beberapa hal yang perlu kita perhatikan berkaitan dengan pengajaran yang disampaikan Tuhan Yesus ini,

1.   Kesatuan Yang Tak Tak Terpisahkan.

          Salah satu bagian kalimat yang diucapkan pada janji perkawinan kristiani adalah kalimat “...sampai maut memisahkan kita”. Kalimat tersebut merupakan manifestasi dari ayat firman Tuhan ini, “Dan firman-Nya: Sebab itu laki-laki akan meninggalkan ayah dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya itu menjadi satu daging”. Ketika kalimat “Sampai maut memisahkan kita!” diucapkan, itu berarti kita membuat janji di hadapan Tuhan dan jemaat bahwa kita akan setia sampai kematian memisahkan.

          Sayangnya, banyak umat Tuhan justru berpisah bukan karena maut yang menjemput, tetapi PIL/WIL yang menjemput. Apalagi yang menjemput itu menggunakan kendaraan mewah, pakaian yang parlente, parfum yang mahal dan dompet yang tebal. Seketika janji pernikahan menjadi buyar, tiba-tiba terserang amnesia, dan yang diingat hanya si Dia (PIL/WIL). Memang terkadang “rumput tetangga” terlihat lebih hijau, namun hati-hati jangan sampai terjebak, jangan-jangan rumput tetangga itu rumput palsu. Karena hanya rumput palsulah yang selalu terlihat hijau! Dengan kata lain, meskipun Istri/Suami (wanita/pria) tetangga lebih cantik/ganteng, namun percayalah, penampilan sering kali menipu. Apalagi di zaman sekarang dimana teknologi HP sudah semakin canggih, soal penampilan melalui foto cukup “klik”, Saudara akan di make-over layaknya artis Hollywood, tidak perlu mandi pun jadi kece.  Saudara, kehidupan yang sesungguhnya tidak terletak pada penampilan seseorang yang menawan, namun dari keseluruhan kehidupannya, baik jasmani, rohani, karakter, serta hubungan sosialnya. Maka, perhatikan selalu kehidupan kita, jangan sampai tergoda dengan “rumput tetangga”, nanti Saudara bisa beralih profesi menjadi tukang kebun karena hobinya pemerhati rumput-rumput tetangga. Jika saudara percaya bahwa pasangan kita adalah anugerah Tuhan, maka dia pastilah yang terbaik di antara yang lainnya, termasuk “rumput tetangga” yang menyilaukan mata. (^___^).

          Tentu bukan hanya masalah “orang ketiga” yang kadang kala mengoyahkan keluarga kristiani, masalah ekonomi, sosial, dan bahkan ego masing-masing juga terkadang menjadi andil dalam permasalahan keluarga. Namun salah satu jalan keluar yang cukup baik adalah dengan merefleksikan kembali janji nikah kita. Janji pernikahan yang diucapkan hendaknya menjadi salah satu pengingat yang akan membantu kita untuk melalui masa-masa sulit dalam kehidupan perkawinan. Karena dengan mengingat kembali janji dan komitmen perkawinan itu, kita akan diteguhkan untuk sama-sama berjuang menerima dan memperbaiki apa yang mungkin saja rusak oleh ego kita masing-masing (Ef. 5:33; Yak. 5:16).

2.   Pernikahan Kristiani Merupakan Proses Penyempurnaan.

          Pernikana kristiani merupakan proses penyempurnaan di dalam Tuhan. Dalam hubungan kudus ini kedua pasangan dibentuk dan diproses, saling melengkapi, menegur, memimpin, mengasihi, dan setia (Amsal 27:7). Siapa pun yang hendak menikah namun tidak ingin menerima konsekwensi pernikahan untuk hidup bergumul bersama dalam iman dan pengharapan, merupakan pernikahan yang keliru. Banyak anak muda yang memutuskan menikah hanya berdasarkan alasan yang sepele seperti “seks”. Saudara, membangun hubungan pernikahan di atas dasar demikian sangatlah berbahaya! Perihal seksualitas tidak dapat dijadikan dasar pernikahan, karena kita hanya akan berfokus pada penampilan fisik dan kesenangan, sementara sementara hal-hal tersebut akan sirna seiring berjalannya waktu. Pernikahan kristiani merupakan sebuah proses penyempurnaan Tuhan bagi kita.

          Ayat ini,  Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu” memberikan penegasan bahwa pernikahan Kristen merupakan proses penyatuan dua insan. Dua anak Tuhan yang berbeda pemikiran, hobi, karakter, dan kebiasaan kini disatukan.  Penyatuan dua orang memang tidak mudah, butuh proses, waktu, kesabaran, dan juga  kesetiaan. Namun kesadaran akan kebenaran firman Tuhan bahwa “Kita telah menjadi satu” haruslah menjadi semangat untuk saling menerima, memuji, dan juga mengoreksi dengan kasih, karena tentu tidak ada manusia yang sempurna. Seperti saudara yang memiliki kekurangan, pasangan Saudara pun pasti memiliki kekurangan, itu sebabnya Tuhan menempatkan Saudara untuk bersama-sama membangun kesatuan tubuh Kristus dalam keluarga. Di dalam keluargalah kita diproses; Suami mengasihi Isteri, Istri menghormati suami, anak-anak mencintai Ayah dan ibunya, Orang tua bertanggungjawab atas kehidupan anak-anaknya, dll. (1 Kor. 7:1-4; Ef. 5:22-28; 6:1-4; Kol. 3:18-19). Pernikahan kristiani merupakan proses pembentukan bagi terbentuknya suatu keluarga kristiani yang berkenan bagi Tuhan. Karena dari keluarga yang sehat, akan memiliki dampak dan buah yang baik pula dalam kehidupan bergereja dan bermasyarakat. Salah satu contoh keluarga kristiani yang paling diberkati adalah keluarga seorang hamba Tuhan asal amerika, Jonathan Edwards. Dalam sebuah survei pada abat ke 19 (200 tahun kemudian), didapati bahwa sebagian besar keturunan Jonathan Edwards menjadi orang-orang penting di Amerika.

          Berikut hasil survei yang dirilis; Jonathan Edwards  mempunyai 1000 lebih Keturunan : 13 orang menjadi rektor, 65 orang menjadi professor, 3 orang terpilih sebagai senator Amerika Serikat / anggota DPR, 30 orang menjadi hakim, 100 orang menjadi pengacara, 75 orang menjadi perwira militer, 100 orang menjadi pendeta, 60 orang menjadi penulis terkenal/penulis buku terlaris, 80 orang memegang peranan penting dalam berbagai instansi/ pemuka masyarakat, termasuk menjadi gubenur, 1 orang adalah wakil presiden Amerika Serikat, 66 orang dokter,135 orang editor, 1 orang penerbit, 100 orang lebih menjadi misionaris, 80 orang memiliki kantor publik, 1 orang menjadi wakil presiden AS,1 orang menjadi istri presiden AS,1 orang penilik keuangan AS.

          Kesusksesan keluarga Edwards tentu dilandasi atas harga yang dibayar Edwards dan istrinya. Mereka mau diproses dan dibentuk bersama dalam sebuah keluarga kristiani yang cinta Tuhan, sehingga menghasilkan keturunan Ilahi yang menjadi berkat bagi bangsanya. Pernikahan dan keluarga kristiani merupakan wadah yang Tuhan gunakan untuk memproses dan menghasilkan anak-anak-Nya yang menjadi terang dan garam dunia. Bersediakah saudara/i menjalani proses Tuhan dalam keluarga?

3.   Tidak Ada Pereraian Dalam Pernikahan Kristen.

          Poin terakhir ini merupakan poin yang kontroversial, karena dalam komunitas hamba-hamba Tuhan sekali pun masih terjadi banyak perdebatan. Namun kebenaran firman Tuhan ini kiranya memberikan pesan yang lebih jelas.

          Bagian akhir dari ayat di atas Tuhan Yesus menutup kalimat-Nya dengan pernyataan tegas, “Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia". Kebenaran ini kiranya jelas dan final bahwa tidak ada perceraian dalam iman Kristen. Perhatikan dengan baik, bahwa ayat tersebut berbicara mengenai “Allah yang mempersatukan, dan manusia yang menceraikan”. Dengan kata lain, Allah konsisten dengan apa yang telah Ia satukan, Ia memegang janji perkawinan itu dan secara konsisten menghargainya. Di sisi lain perceraian memang tetap ada, namun sekali lagi yang menyelenggarakan perceraian itu manusia bukan Allah, Allah tidak pernah menghendaki perceraian (Mal. 2:16). Itu sebabnya pada ayat 8, Tuhan Yesus mengatakan pihak manakah yang “ngotot” untuk bercerai, “Kata Yesus kepada mereka: "Karena ketegaran hatimu Musa mengizinkan kamu menceraikan isterimu, tetapi sejak semula tidaklah demikian.” Sekali lagi, karena ketegaran hatimu. Perceraian terjadi karena ketegaran hati, karena keegoisan  umat, maka Musa terpaksa mengeluarkan surat cerai. Sekali lagi, perceraian terjadi bukan karena kehendak Allah tetapi karena keegoisan hati manusia.

          Lantas bagaimana dengan ayat 9 yang secara khusus Tuhan Yesus menyatakan bahwa perceraian diperbolehkan “kecuali karena zinah?”. Meskipun dikhususkan dalam kasus perzinahan, namun perhatikan, Tuhan Yesus kemudian melanjutkan dengan pernyataan tegas bahwa orang yang bercerai/diceraikan tersebut tidak boleh kawin lagi, karena jika ia kawin lagi, ia sesungguhnya melakukan perzinahan juga (Lihat juga, 1 Kor. 7:11). Dengan kata lain, Tuhan Yesus ingin menegaskan bahwa meskipun pernikahan tersebut telah ternodai oleh perzinahan, dan kedua pasangan harus berpisah, namun keduanya tidak diperbolehkan untuk menikah kembali. Hal ini disebabkan karena janji nikah tersebut masih mengikat keduanya dihadapan Allah meskipun secara jasmanai keduanya tidak hidup bersama lagi. Demikian juga dengan penegasan oleh Rasul Paulus (1 Kor. 7:11). Penegasan ini kiranya menjadi pedoman dan pertibangan yang mendalam sebelum pasangan dalam keluarga kristiani memutuskan suatu hal terutama mengenai kelangsungan pernikahan mereka.

Penutup.

          Membangun keluarga kristiani yang berkenan kepada Allah bukanlah hal yang mudah apalagi instan. Semua membutuhkan waktu dan proses. Namun disinilah kesetiaan, kasih, serta janji suci dalam perkawinan kita diuji. Waktu merupakan alat uji yang paling sempurna terhadap kesetiaan dan ketulusan cinta kasih dalam sebuah hubungan. Di sini pulalah dasar dari suatu hubungan pernikahan diuji, dengan dasar kasih Kristus ataukah dengan kesenangan semu akan terbukti seiring dengan berjalannya waktu.

          Pemahaman yang benar mengenai makna perkawinan kristiani serta janji suci pernikahan akan membantu kita melewati setiap pergumulan hidup bersama-sama. Dan tiga pesan kebenaran ini kiranya menjadi panduan dan bekal dalam membangun hubungan suami-istri yang berkenan di hadapan Tuhan, dengan kasih Kristus sebagai landasannya.

Kiranya Tuhan menolong, dan memampukan kita. Amin! Tuhan Yesus memberkati.

Salam,
yb. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar