Senin, 02 Juli 2018

RINGKASAN KHOTBAH : “MENGHADAPI MASA DEPAN DENGAN IMAN DAN PENGHARAPAN”


IMMANUEL YOUTH SERVICE
Minggu, 01 Juli 2018.

Nas    : Yeremia 29:11, Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku mengenai kamu, demikianlah firman TUHAN, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan.




PENDAHULUAN.

          Sebagai manusia, kita dilahirkan dengan berbagai macam harapan. Itu sebabnya, ketika kita lahir, orang tua kita memberikan suatu nama sesuai dengan harapan-harapan mereka. Suatu  harapan yang terbaik untuk kita di masa depan. Beberapa bulan lalu, sempat ramai di media diberitakan  tentang nama-nama beberapa orang yang lucu dan unik. Mulai dari “Dontworry”, “Selamet Dunia Akhirat”, hingga “ Andy Go To School”. Meskipun lucu, namun nama-nama mereka sesunggguhnya menggambarkan harapan dari orang tua dan keluarganya. Hal ini mengkonfirmasikan kepada kita bahwa “harapan” sama tuanya dengan usia manusia. Semenjak manusia hadir di dunia ini mereka memiliki beragam harapan dalam hidupnya, bahkan orang yang ingin mengakhiri hidupnya karena tidak ada harapan pun, sesungguhnya juga memiliki harapan. Apakah harapannya? Harapannya agar ia cepat-cepat meninggalkan dunia ini. 

          Demikian halnya dengan iman. Semua umat manusia, baik yang beragama maupun yang tidak beragama, sesungguhnya hidup berdasarkan iman.  Contoh sederhananya adalah ketika Saudara duduk di bangku gereja ini, Saudara tentu percaya bahwa bangku tersebut dapat menopang Saudara bukan? Sadar atau pun tidak, hal tersebut merupakan suatu tindakan iman, karena “Iman” adalah tindakan percaya dan mempercayakan diri kita kepada suatu objek. Kita percaya bahwa kursi/bangku itu mampu menopang kita ketika kita duduk, maka kita “mempercayakan diri” kita untuk duduk di atasnya. Juga ketika menumpang dalam suatu kendaraan—pesawat terbang misalnya. Semua yang menumpang di dalamnya, baik orang beragama maupun ateis sekalipun, pada akhirnya harus percaya dan mempercayakan dirinya pada pesawat dan crewnya. Demikian juga ketika kita minum atau makan, kita percaya (atau kita beriman) bahwa makanan/minuman ini baik dan akan menjadi berkat bagi kita, maka kita memakannya tanpa keraguan. Setiap hari kehidupan kita berkutat dengan persoalan iman. Itulah iman dalam pengertian sederhana. Kehidupan kita (dan umat manusia pada umumnya) ternyata tidak terlepas dari beragam tindakan iman dan pengharapan. Terpelepas dari benar tidaknya iman dan pengharapan itu.

          Dari dua hal ini, kita dapat menarik kesimpulan bahwa semua manusia yang hidup selalu bertindak dengan iman menuju pengharapan-pengharapannya. Atau jika disandingkan dengan tema di atas maka dengan kata lain, “Iman adalah kendaraan yang setiap manusia kita gunakan, sementara Pengharapan adalah tujuan yang akan mereka capai di masa depan”. Akan tetapi Iman dan Pengharapan seperti apakah yang menjadi pedoman kita dalam menyongsong masa depan?


Yeremia 29:11, Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku mengenai kamu, demikianlah firman TUHAN, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan.

          Konteks pada ayat ini berbicara mengenai surat nabi Yeremia kepada umat Israel (Kerajaan Yehuda—Selatan) di pembuangan Babel. Suatu janji yang Tuhan nyatakan melaluinya bahwa masa depan umat Israel akan dipulihkan sesuai dengan rancangan Tuhan, namun  mereka harus menunggu selama tujuh puluh tahun (Yer. 29:10) akibat pelanggaran mereka. Suatu bentuk anugerah yang disampaikan mendahului masa penghukuma Tuhan terhadap ketidak-setiaan Israel. Tuhan menghukum dosa dan pelanggaran mereka, namun Ia tetap mengasihi mereka. Dari pengalaman iman umat Israel (Kerajaan Selatan) ini, kita memperoleh dua hal penting mengenai janji Tuhan tentang iman dan pengharapan masa depan kita.

1. Iman dan Pengharapan yang disandarkan pada Tuhan. 

Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku mengenai kamu, demikianlah firman TUHAN”.

          Ayat ini berbicara dengan sangat jelas bahwa Tuhan memiliki rancangan-rancangan mengenai kita, rancangan mengenai Saudara dan saya. Ada perbendaan yang mencolok antara “Rencana” dan “Rancangan”. Rencana dapat berubah, karena bersifat situasional—tergantung kondisi! Tetapi Rancangan, Tidak! Rancangan bersifat final, selesai. Rancangan suatu bangunan yang telah dibangun tidak dapat diubah, jika dirubah maka harus mengubah secara keseluruhan bagunan tersebut mulai dari pondasi hingga bangunannya. Sementara “Rencana” dapat berubah. Kita mungkin dapat merencanakan untuk berlibur ke Bali, namun karena libur yang diajukan tidak kunjung di acc oleh atasan, maka rencan teresebut pun tertunda atau mungkin juga batal. Inilah perbedaan mendasar dari kedua kata tersebut, dan secara mengagumkan ayat ini (dan sebagian besar ayat-ayat Alkitab) menggunakan kata “Rancangan” dan bukan “Rencana” untuk menegaskan bahwa “Ketika Tuhan merancang sesuatu tentang hidupmu, rancangan itu tidak akan pernah gagal, meskipun kita sering gagal!” Hal ini menggambarkan providensi Allah yang absolut dalam hidup kita. Karena rancangan-Nya itu bergantung semata-mata pada sifat Allah yang maha kuasa dan bukan pada kemampuan kita (tentu saja kita sering gagal dengan rancangan “butut” kita), maka kalimat “Rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku” dalam ayat ini menggambarkan dengan sangat kuat bahwa Allah memiliki rancangan yang jauh lebih baik, lebih indah, dan lebih sempurna dari apa yang kita rancangkan bagi masa depan kita.

          Sayangnya, kita terlalu sibuk membuang waktu, tenaga, usaha, dan bahkan terkadang memaksa Tuhan dengan doa-doa kita untuk ikut pusing dengan segala macam rancangan kita yang “butut” itu.  Saya dahulu demikian, begitu bangga dengan “gaya hidup yang rock n’ roll”, bangga dengan rancangan-rancangan yang saya buat untuk masa depan saya sendiri. Namun karena hal tersebut tidak sesuai dengan rancangan Tuhan, maka di kemudian hari saya pun menyadari betapa banyaknya waktu, uang, tenaga yang sudah dihamburkan untuk rancangan saya yang “ecek-ecek” itu. Itulah kita… setelah menyadari bahwa “rancangan yang kita buat itu salah” maka mau tidak mau, kita harus membayar mahal dengan “membongkar” ulang  rancangan kehidupan kita dan memulai lagi dari nol! Maka perhatikan dengan baik, bertanyalah kepada Tuhan selalu, mintalah tuntunan-Nya, agar kita dapat menangkap maksud dan rancangan Tuhan dalam hidup kita, serta hidup di dalamnya.

          Ayat di atas memulai dengan pernyataan yang tegas bahwa “Tuhan memiliki rancangan-rancangan bagi kita”, maka jangan ngogot dengan rancangan Saudara, itu semua sia-sia! Jangan mengejar sesuatu yang hanya menghabiskan energi. Karena Tuhan maha tahu, maka rancangan-Nya pasti “Ya” dan “Amin”. Rancangan-Nya bersifat eskatologis—menjangkau hingga masa depan yang tak terlihat mata kita, tak terjangkau oleh pikiran kita, dan bahkan hingga kehidupan kekal. Sementara kita?, kita terbatas dalam segala hal, rancangan kita dibatasi oleh mata dan pikiran kita yang terbatas, itu sebabnya biarkanlah Tuhan menggenapi Rancangan-Nya dalam hidup kita. 

          Lantas apa yang harus kita lakukan? Ini yang perlu kita lakukan, percayakanlah iman dan pengharapan kita kepada Tuhan, sebagaimana kita yakin ketika duduk di atas kursi/bangku gereja ini! Saudara percaya bahwa kursi/bangku yang saudara duduk itu mampu menopang Saudara? Jika kursi itu saja saudara percaya, lantas mengapa terkadang kita malah meragukan iman kepercayaan kita kepada Allah? Bukankah itu sangat memalukan? Kursi itu memberikan jawaban yang paling konkret mengenai bagaimana seharusnya kita beriman dan berpengharapan. Bagaimana seharusnya kita percaya dan mempercayakan masa depan kita kepada Tuhan!  

2. Tujuan akhir masa depan kita.

“Rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan.”

          Di atas saya telah sampaikan bahwa “Iman” adalah kendaraan yang kita gunakan untuk mencapai “Pengharapan” sebagai tujuan akhirnya. Ayat ini memberikan tujuan akhir mengenai pengharapan di dalam rancangan Tuhan.


“…damai sejahtera dan bukan…kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan.” (TB).

“Aku mempunyai rencana yang baik bagimu. Aku tidak merencanakan melukai kamu. Rencana-Ku ialah memberikan pengharapan dan masa depan yang baik bagimu.” (Terjemahan Mudah Dibaca).
         
          Tujuan akhir yang Tuhan rancangkan bagi umat-Nya adalah untuk suatu masa depan yang baik. Masa depan yang penuh damai sejahtera dan pengharapan. Kata “damai sejahtera” dalam ayat ini menggunakan kata “Shalom” yang berarti “sehat, utuh, dan dalam keadaan baik”. Suatu keadaan ideal yang diidamkan oleh manusia karena baik secara jasmani, rohani, maupun sosial ekonomi, semuanya baik. Inilah janji Tuhan. Tuhan menghendaki agar Saudara dan saya memperoleh janji berkat ini.

          Meskipun demkian, pada kenyataannya sebagian besar dari umat Tuhan justru terlalu asik dengan tujuan-tujuan duniawinya yang membuang-buang waktu. Kebenaran ini seharusnya mendorong kita untuk mengalihkan fokus hidup kita pada rancangan-rancangan Tuhan, serta tujuan akhir yang telah Ia tetapkan bagi umat-Nya dimana “syalom” merupakan buahnya. Tidak lagi sibuk dengan rencana-renaca yang tidak berfaedah.

3. Iman dan pengharapan kristiani harus ekspresif!

          Seorang hamba Tuhan mengungkapkan suatu kalimat yang cukup baik berkaitan dengan beriman dan masa depan, “Hidup bagaikan roda yang berputar, kadang di atas–kadang dibawah, namun roda itu tidak akan pernah ke atas jika Saudara tidak berjuang untuk memutarnya.” Tepat sekali. Iman dan pengharapan kristiani tidak menjadikan kita sebagai seorang yang pemalas. (Amsal 10:4; 12:24; 22:29). Itu sebabnya kita mengenal suatu istilah “Ora et Labora”—Berdoa dan bekerja. Alm. Gembala kita, Pdt. Hengky Setiawan adalah salah satu contoh yang paling jelas tentang bagaimana menjadi seorang yang “Beriman dan Bekerja”. Ia menunjukan kepada kita suatu teladan sebagai seorang anak Tuhan yang hidup oleh Iman namun juga berjuang menghidupi iman itu dalam tindakan praktis setiap hari. Iman yang benar seharusnya teraplikasikan dalam tindakan yang benar pula. Ini merupakan prinsip dasar kekristenan. Prinsip dasar ini dinyatakan dalam ayat berikut,

Mat. 7:7, “Mintalah, maka akan diberikan kepadamu; carilah, maka kamu akan mendapat; ketoklah, maka pintu akan dibukakan bagimu.”


Ayat ini merupakan prinsip dasar kita menghadapi masa depan dengan iman dan pengharapan.

·         “Minta” berbicara mengenai Iman yang dinyatakan dalam permohonan doa kepada Tuhan. Suatu bentuk ekspresi iman dan kebergantungan kita kepada Tuhan.

·         “Cari” berbicara mengenai tindakan iman yang dipraktekkan melalui usaha dan kerja keras.

·         “Ketok” merupakan pengharapan iman dimana penggenapan waktu Tuhan untuk “membuka pintu jawaban doa” bukan bergantung pada kita akan tetapi pada pengharapan iman di dalam kedaulatan kuasa dan waktu Tuhan.

          Tuhan tidak pernah menekankan pada salah satu hal saja dari ketika unsur di atas. Ia tidak pernah menyarankan agar kita hanya “meminta” tanpa “mencari”. Kalau hanya “meminta”, kita akan menjadi orang Kristen yang peminta-minta, orang-orang yang bermental pengemis. Kalau hanya “mencari”, kita akan menjadi anak Tuhan yang tidak tahu bersyukur atas berkat Tuhan, mengandalkan kekuatan sendiri, dan memberhalakan pekerjaan serta materi. Tuhan mengajarkan secara seimbang untuk “Meminta” dan pergi “Mencari”. Berdoa dan berjuang! Itu bahagian kita, suatu panggilan iman kristiani yang diaplikasikan dalam dunia kerja untuk mencapai masa depan. Sedangkan perihal “Ketok” dan pintu dibukakan adalah bagian Tuhan. iman dan pengharapan yang diekspresikan dalam tindakan praktis adalah bukti dari orang-orang yang takut akan Tuhan. dan bagi orang-orang yang takut akan Tuhan, Amsal mengatakan demikian, “… takutlah akan TUHAN senantiasa! Karena masa depan sungguh ada, dan harapanmu tidak akan hilang.” (Ams. 23:17-18).

PENUTUP.

          Iman adalah kendaraan yang kita tempu untuk sampai kepada pengharapan, yaitu tujuan akhir kita. Namun iman dan pengharapan kristiani tidak meniadakan tindakan iman. Dengan kata lain, beriman dan berpengharapan di dalam Kristus tidaklah menjadikan kita menjadi seorang pemalas. Berdoa dan berpengharapan saja tidak cukup untuk menjadikan Saudara seorang menejer perusahaan yang berhasil, maka perlu tindakan dan langkah-langkah iman yaitu melakukan apa yang menjadi bagian kita—sekolah dengan baik, belajar dengan giat, dan gapai masa depan yang cerah bersama dengan Tuhan.  Hanya dengan tindakan iman demkianlah kita akan siap menghadapi dan menyongsong masa depan yang penuh damai sejahtera dan pengharapan. Amin, Tuhan Yesus memberkati Saudara/i.

Salam,
yb.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar