IMMANUEL YOUTH
SERVICE
Minggu,
01 Juli 2018.
Nas : Yeremia 29:11, Sebab Aku ini mengetahui
rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku mengenai kamu, demikianlah firman
TUHAN, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk
memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan.
PENDAHULUAN.
Sebagai manusia, kita dilahirkan
dengan berbagai macam harapan. Itu sebabnya, ketika kita lahir, orang tua kita
memberikan suatu nama sesuai dengan harapan-harapan mereka. Suatu harapan yang terbaik untuk kita di masa depan.
Beberapa bulan lalu, sempat ramai di media diberitakan tentang nama-nama beberapa orang yang lucu dan
unik. Mulai dari “Dontworry”, “Selamet Dunia Akhirat”, hingga “ Andy Go To
School”. Meskipun lucu, namun nama-nama mereka sesunggguhnya menggambarkan
harapan dari orang tua dan keluarganya. Hal ini mengkonfirmasikan kepada kita
bahwa “harapan” sama tuanya dengan usia manusia. Semenjak manusia hadir di
dunia ini mereka memiliki beragam harapan dalam hidupnya, bahkan orang yang
ingin mengakhiri hidupnya karena tidak ada harapan pun, sesungguhnya juga
memiliki harapan. Apakah harapannya? Harapannya agar ia cepat-cepat
meninggalkan dunia ini.
Demikian halnya dengan iman. Semua
umat manusia, baik yang beragama maupun yang tidak beragama, sesungguhnya hidup
berdasarkan iman. Contoh sederhananya
adalah ketika Saudara duduk di bangku gereja ini, Saudara tentu percaya bahwa
bangku tersebut dapat menopang Saudara bukan? Sadar atau pun tidak, hal
tersebut merupakan suatu tindakan iman, karena “Iman” adalah tindakan percaya
dan mempercayakan diri kita kepada suatu objek. Kita percaya bahwa kursi/bangku
itu mampu menopang kita ketika kita duduk, maka kita “mempercayakan diri” kita
untuk duduk di atasnya. Juga ketika menumpang dalam suatu kendaraan—pesawat
terbang misalnya. Semua yang menumpang di dalamnya, baik orang beragama maupun
ateis sekalipun, pada akhirnya harus percaya dan mempercayakan dirinya pada
pesawat dan crewnya. Demikian juga ketika kita minum atau makan, kita percaya
(atau kita beriman) bahwa makanan/minuman ini baik dan akan menjadi berkat bagi
kita, maka kita memakannya tanpa keraguan. Setiap hari kehidupan kita berkutat
dengan persoalan iman. Itulah iman dalam pengertian sederhana. Kehidupan kita (dan
umat manusia pada umumnya) ternyata tidak terlepas dari beragam tindakan iman
dan pengharapan. Terpelepas dari benar tidaknya iman dan pengharapan itu.
Dari dua hal ini, kita dapat menarik
kesimpulan bahwa semua manusia yang hidup selalu bertindak dengan iman menuju
pengharapan-pengharapannya. Atau jika disandingkan dengan tema di atas maka dengan
kata lain, “Iman adalah kendaraan yang setiap manusia kita gunakan, sementara
Pengharapan adalah tujuan yang akan mereka capai di masa depan”. Akan tetapi Iman dan Pengharapan seperti apakah yang
menjadi pedoman kita dalam menyongsong masa depan?
Yeremia 29:11, Sebab
Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku mengenai kamu,
demikianlah firman TUHAN, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan
kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan.
Konteks pada ayat ini berbicara
mengenai surat nabi Yeremia kepada umat Israel (Kerajaan Yehuda—Selatan) di
pembuangan Babel. Suatu janji yang Tuhan nyatakan melaluinya bahwa masa depan
umat Israel akan dipulihkan sesuai dengan rancangan Tuhan, namun mereka harus menunggu selama tujuh puluh
tahun (Yer. 29:10) akibat pelanggaran mereka. Suatu bentuk anugerah yang
disampaikan mendahului masa penghukuma Tuhan terhadap ketidak-setiaan Israel.
Tuhan menghukum dosa dan pelanggaran mereka, namun Ia tetap mengasihi mereka. Dari
pengalaman iman umat Israel (Kerajaan Selatan) ini, kita memperoleh dua hal penting
mengenai janji Tuhan tentang iman dan pengharapan masa depan kita.
1. Iman dan
Pengharapan yang disandarkan pada Tuhan.
“Sebab Aku ini mengetahui
rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku mengenai kamu, demikianlah firman
TUHAN”.
Ayat ini berbicara dengan sangat jelas
bahwa Tuhan memiliki rancangan-rancangan mengenai kita, rancangan mengenai
Saudara dan saya. Ada perbendaan yang mencolok antara “Rencana” dan “Rancangan”.
Rencana dapat berubah, karena bersifat situasional—tergantung kondisi! Tetapi
Rancangan, Tidak! Rancangan bersifat final, selesai. Rancangan suatu bangunan
yang telah dibangun tidak dapat diubah, jika dirubah maka harus mengubah secara
keseluruhan bagunan tersebut mulai dari pondasi hingga bangunannya. Sementara
“Rencana” dapat berubah. Kita mungkin dapat merencanakan untuk berlibur ke
Bali, namun karena libur yang diajukan tidak kunjung di acc oleh atasan, maka
rencan teresebut pun tertunda atau mungkin juga batal. Inilah perbedaan
mendasar dari kedua kata tersebut, dan secara mengagumkan ayat ini (dan
sebagian besar ayat-ayat Alkitab) menggunakan kata “Rancangan” dan bukan
“Rencana” untuk menegaskan bahwa “Ketika Tuhan merancang sesuatu tentang hidupmu,
rancangan itu tidak akan pernah gagal, meskipun kita sering gagal!” Hal ini
menggambarkan providensi Allah yang absolut dalam hidup kita. Karena
rancangan-Nya itu bergantung semata-mata pada sifat Allah yang maha kuasa dan
bukan pada kemampuan kita (tentu saja kita sering gagal dengan rancangan
“butut” kita), maka kalimat “Rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku” dalam
ayat ini menggambarkan dengan sangat kuat bahwa Allah memiliki rancangan yang
jauh lebih baik, lebih indah, dan lebih sempurna dari apa yang kita rancangkan
bagi masa depan kita.
Sayangnya, kita terlalu sibuk membuang
waktu, tenaga, usaha, dan bahkan terkadang memaksa Tuhan dengan doa-doa kita untuk
ikut pusing dengan segala macam rancangan kita yang “butut” itu. Saya dahulu demikian, begitu bangga dengan
“gaya hidup yang rock n’ roll”, bangga dengan rancangan-rancangan yang saya
buat untuk masa depan saya sendiri. Namun karena hal tersebut tidak sesuai
dengan rancangan Tuhan, maka di kemudian hari saya pun menyadari betapa
banyaknya waktu, uang, tenaga yang sudah dihamburkan untuk rancangan saya yang
“ecek-ecek” itu. Itulah kita… setelah menyadari bahwa “rancangan yang kita buat
itu salah” maka mau tidak mau, kita harus membayar mahal dengan “membongkar”
ulang rancangan kehidupan kita dan
memulai lagi dari nol! Maka perhatikan dengan baik, bertanyalah kepada Tuhan
selalu, mintalah tuntunan-Nya, agar kita dapat menangkap maksud dan rancangan
Tuhan dalam hidup kita, serta hidup di dalamnya.
Ayat di atas memulai dengan pernyataan
yang tegas bahwa “Tuhan memiliki rancangan-rancangan bagi kita”, maka jangan
ngogot dengan rancangan Saudara, itu semua sia-sia! Jangan mengejar sesuatu
yang hanya menghabiskan energi. Karena Tuhan maha tahu, maka rancangan-Nya
pasti “Ya” dan “Amin”. Rancangan-Nya bersifat eskatologis—menjangkau hingga masa
depan yang tak terlihat mata kita, tak terjangkau oleh pikiran kita, dan bahkan
hingga kehidupan kekal. Sementara kita?, kita terbatas dalam segala hal,
rancangan kita dibatasi oleh mata dan pikiran kita yang terbatas, itu sebabnya
biarkanlah Tuhan menggenapi Rancangan-Nya dalam hidup kita.
Lantas apa yang harus kita lakukan?
Ini yang perlu kita lakukan, percayakanlah iman dan pengharapan kita kepada
Tuhan, sebagaimana kita yakin ketika duduk di atas kursi/bangku gereja ini!
Saudara percaya bahwa kursi/bangku yang saudara duduk itu mampu menopang
Saudara? Jika kursi itu saja saudara percaya, lantas mengapa terkadang kita
malah meragukan iman kepercayaan kita kepada Allah? Bukankah itu sangat
memalukan? Kursi itu memberikan jawaban yang paling konkret mengenai bagaimana
seharusnya kita beriman dan berpengharapan. Bagaimana seharusnya kita percaya
dan mempercayakan masa depan kita kepada Tuhan!
2. Tujuan akhir masa
depan kita.
“Rancangan
damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari
depan yang penuh harapan.”
Di atas saya telah sampaikan bahwa “Iman”
adalah kendaraan yang kita gunakan untuk mencapai “Pengharapan” sebagai tujuan
akhirnya. Ayat ini memberikan tujuan akhir mengenai pengharapan di dalam
rancangan Tuhan.
“…damai sejahtera dan
bukan…kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan.”
(TB).
“Aku mempunyai
rencana yang baik bagimu. Aku tidak merencanakan melukai kamu. Rencana-Ku ialah
memberikan pengharapan dan masa depan yang baik bagimu.” (Terjemahan Mudah
Dibaca).
Tujuan akhir yang Tuhan rancangkan bagi
umat-Nya adalah untuk suatu masa depan yang baik. Masa depan yang penuh damai
sejahtera dan pengharapan. Kata “damai sejahtera” dalam ayat ini menggunakan
kata “Shalom” yang berarti “sehat, utuh, dan dalam keadaan baik”. Suatu keadaan
ideal yang diidamkan oleh manusia karena baik secara jasmani, rohani, maupun sosial
ekonomi, semuanya baik. Inilah janji Tuhan. Tuhan menghendaki agar Saudara dan
saya memperoleh janji berkat ini.
Meskipun demkian, pada kenyataannya sebagian
besar dari umat Tuhan justru terlalu asik dengan tujuan-tujuan duniawinya yang
membuang-buang waktu. Kebenaran ini seharusnya mendorong kita untuk mengalihkan
fokus hidup kita pada rancangan-rancangan Tuhan, serta tujuan akhir yang telah
Ia tetapkan bagi umat-Nya dimana “syalom” merupakan buahnya. Tidak lagi sibuk
dengan rencana-renaca yang tidak berfaedah.
3. Iman dan
pengharapan kristiani harus ekspresif!
Seorang hamba Tuhan mengungkapkan suatu
kalimat yang cukup baik berkaitan dengan beriman dan masa depan, “Hidup
bagaikan roda yang berputar, kadang di atas–kadang dibawah, namun roda itu
tidak akan pernah ke atas jika Saudara tidak berjuang untuk memutarnya.” Tepat sekali. Iman dan pengharapan
kristiani tidak menjadikan kita sebagai seorang yang pemalas. (Amsal 10:4;
12:24; 22:29). Itu sebabnya kita mengenal suatu istilah “Ora et Labora”—Berdoa
dan bekerja. Alm. Gembala kita, Pdt. Hengky Setiawan adalah salah satu contoh
yang paling jelas tentang bagaimana menjadi seorang yang “Beriman dan Bekerja”.
Ia menunjukan kepada kita suatu teladan sebagai seorang anak Tuhan yang hidup
oleh Iman namun juga berjuang menghidupi iman itu dalam tindakan praktis setiap
hari. Iman yang benar seharusnya teraplikasikan dalam tindakan yang benar pula.
Ini merupakan prinsip dasar kekristenan. Prinsip dasar ini dinyatakan dalam
ayat berikut,
Mat.
7:7, “Mintalah, maka akan diberikan kepadamu; carilah, maka kamu akan mendapat;
ketoklah, maka pintu akan dibukakan bagimu.”
Ayat
ini merupakan prinsip dasar kita menghadapi masa depan dengan iman dan
pengharapan.
·
“Minta” berbicara mengenai
Iman yang dinyatakan dalam permohonan doa kepada Tuhan. Suatu bentuk ekspresi
iman dan kebergantungan kita kepada Tuhan.
·
“Cari” berbicara mengenai
tindakan iman yang dipraktekkan melalui usaha dan kerja keras.
·
“Ketok” merupakan
pengharapan iman dimana penggenapan waktu Tuhan untuk “membuka pintu jawaban
doa” bukan bergantung pada kita akan tetapi pada pengharapan iman di dalam
kedaulatan kuasa dan waktu Tuhan.
Tuhan tidak pernah menekankan pada
salah satu hal saja dari ketika unsur di atas. Ia tidak pernah menyarankan agar
kita hanya “meminta” tanpa “mencari”. Kalau hanya “meminta”, kita akan menjadi
orang Kristen yang peminta-minta, orang-orang yang bermental pengemis. Kalau hanya
“mencari”, kita akan menjadi anak Tuhan yang tidak tahu bersyukur atas berkat
Tuhan, mengandalkan kekuatan sendiri, dan memberhalakan pekerjaan serta materi.
Tuhan mengajarkan secara seimbang untuk “Meminta” dan pergi “Mencari”. Berdoa
dan berjuang! Itu bahagian kita, suatu panggilan iman kristiani yang
diaplikasikan dalam dunia kerja untuk mencapai masa depan. Sedangkan perihal
“Ketok” dan pintu dibukakan adalah bagian Tuhan. iman dan pengharapan yang
diekspresikan dalam tindakan praktis adalah bukti dari orang-orang yang takut
akan Tuhan. dan bagi orang-orang yang takut akan Tuhan, Amsal mengatakan
demikian, “… takutlah akan TUHAN senantiasa! Karena masa depan sungguh ada, dan
harapanmu tidak akan hilang.” (Ams. 23:17-18).
PENUTUP.
Iman
adalah kendaraan yang kita tempu untuk sampai kepada pengharapan, yaitu tujuan
akhir kita. Namun iman dan pengharapan kristiani tidak meniadakan tindakan
iman. Dengan kata lain, beriman dan berpengharapan di dalam Kristus tidaklah
menjadikan kita menjadi seorang pemalas. Berdoa dan berpengharapan saja tidak
cukup untuk menjadikan Saudara seorang menejer perusahaan yang berhasil, maka
perlu tindakan dan langkah-langkah iman yaitu melakukan apa yang menjadi bagian
kita—sekolah dengan baik, belajar dengan giat, dan gapai masa depan yang cerah
bersama dengan Tuhan. Hanya dengan tindakan
iman demkianlah kita akan siap menghadapi dan menyongsong masa depan yang penuh
damai sejahtera dan pengharapan. Amin, Tuhan Yesus memberkati Saudara/i.
Salam,
yb.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar