(16) Lalu bersumpahlah raja Zedekia dengan diam-diam
kepada Yeremia, katanya: "Demi TUHAN yang hidup yang telah memberi nyawa
ini kepada kita, aku tidak akan membunuh engkau dan tidak akan menyerahkan
engkau ke dalam tangan orang-orang yang berusaha mencabut nyawamu itu!"
(17) Sesudah itu berkatalah Yeremia kepada Zedekia: "Beginilah firman
TUHAN, Allah semesta alam, Allah Israel: Jika engkau keluar menyerahkan diri
kepada para perwira raja Babel, maka nyawamu akan terpelihara, dan kota ini
tidak akan dihanguskan dengan api; engkau dengan keluargamu akan hidup. (18)
Tetapi jika engkau tidak menyerahkan diri kepada para perwira raja Babel, maka
kota ini akan diserahkan ke dalam tangan orang-orang Kasdim yang akan
menghanguskannya dengan api; dan engkau sendiri tidak akan luput dari tangan
mereka." (Yer. 38:16-18).
_______________
Pasal
tiga puluh delapan kitab Yeremia merupakan klimaks pelayanan nabi Yeremia di
kerajaan Yehuda (selatan), sebelum kerajaan ditakhlukkan dan diangkut ke
pembuangan Babel. Penolakan demi penolakan diterima Yeremia hingga pada
puncaknya, raja Zedekia yang masih ragu-ragu bertanya sekali lagi kepada
Yeremia perihal firman Tuhan perihal masa depan kerajaan Yehuda. Jawaban sang
nabi pun tetap sama, “Jika engkau keluar menyerahkan diri kepada para
perwira raja Babel, maka nyawamu akan terpelihara, dan kota ini tidak akan
dihanguskan dengan api; engkau dengan keluargamu akan hidup.”
Siapapun yang berada dalam posisi Zedekia, pasti mengalami dilema. Di satu
sisi, Zedekia sebagai Raja Yehuda harus mempertahankan martabatnya dengan tetap
bertahan terhadap gempuran serangan Babel. Keputusan politik Zedekia juga
didukung oleh semua tua-tua Yehuda, dan para nabi pada zaman itu kecuali
Yeremia. Dukungan Hal ini menyebabkan Zedekia berada dalam posisi dilematis
yang sulit. Ia menyadari betul bahwa Yeremia adalah abdi dan nabi Allah yang
senantiasa menyuarakan kebenran firman Tuhan. Namun ia juga tidak dapat
memungkiri dukungan dari para pembesar dan nabi-nabi lain di belakangnya. Dorongan
yang kuat antara sikap patriotisme, agama, serta nama besar sebagai raja Yehuda
pada akhirnya menghantarkan Zedekia pada keputusan akhir menolak firman Tuhan.
Selain hal-hal ini terdapat satu pertimbangan lain yang mungkin saja
menjadi hal utama dari keputusan keliru Zedekia tersebut. Hal tersebut adalah
pertimbangan logis mengenai resiko dari firman Tuhan yang disampaikan Yeremia.
Bagi Zedekia, adalah mustahil bahwa raja Babel akan melepaskan dirinya, ia
tidak akan mati, dan Yerusalem tidak akan dihancurkan. Memang secara logis hal
ini sangat sulit diterima dengan pertimbangan rasional. Bagaimana mungkin
secara nalar sehat Zedekia dapat percaya bahwa ketika ia menyerahkan diri
kepada seorang raksasa pemberangus kerajaan-kerajaan besar, maka ia justru akan
selamat, terpelihara, kota tetap aman. Sebaliknya, jika ia berusaha melawan
atau melarikan diri, maka ia pasti akan mati.
Bertahan dan melarikan diri adalah pertimbangan yang paling patriotis, dan masuk
akal, juga memiliki peluang untuk hidup lebih besar dibandingkan menyerahkan
diri kepada raja babel yang sama dengan mati konyol. Minimal, jika beruntung, Zedekia dapat selamat dan tidak
dijajah. Mungkin demikian pertimbangan Zedekia. Dan jalan inipula lah yang
ditempu Zedekia, sehingga ia harus menerima penggenapan dari peringatan firman
Tuhan yang disampaikan bahwa, “kota ini akan diserahkan ke dalam tangan
orang-orang Kasdim yang akan menghanguskannya dengan api; dan engkau sendiri
tidak akan luput dari tangan mereka.”
Pada titik ini Zedekia dan seluruh kerajaan Yehuda ditantang untuk memilih
diantara pertimbangan rasional dan kebenaran firman Tuhan. Percaya pada
strategi perang, pertimbangan rasio, patriotisme, tua-tua Yehuda, serta para
nabi yang bernubuat palsu atau percaya pada kebenaran firman Tuhan yang sejati
dengan sebuah langkah iman yang menggetarkan, namun dijamin oleh Tuhan?
Sebagai umat Tuhan, kita pun terkadang diperhadapkan pada situasi demikian.
Dalam menghadapi suatu situasi atau dalam pengambilan suatu keputusan, segala sesuatu
kita pertimbangkan dengan matang, baik setiap resiko, dan
kemungkinan-kemungkinan terburuk sekalipun. Kita cenderung menghidar setiap
resiko yang besar, kita percaya pada kemampuan daya nalar kita yang hebat, kita
meminta saran dan pertimbangan dari orang-orang berpengalaman, dan bahkan kita
mengaminkan semua “nubuatan-nubuatan” yang sesuai dengan kehendak kita dengan
nada suara yang kencang. Kita pada dasarnya tidak ingin masuk dalam suatu
keadaan yang beresiko apalagi membahayakan diri kita. Itulah gambaran keadaan
kita, Zedekia-zedekia modern.
Tetapi pelajaran penting dari kisah raja Zedekia dalam nats ini perlu
menjadi suatu peringatan penting bahwa setiap pertimbangan dan keputusan
terbaik yang kita miliki, adalah tidak lebih baik dari rencana dan rancangan
Tuhan dalam hidup kita! meskipun hal tersebut terlihat seolah-olah bertentangan
dengan semua pertimbangan terbaik rasio kita, namun terdapat banyak hal yang
terkadang kita lupa. Kita lupa bahwa jangkauan akal budi kita terbatas, kita
lupa bahwa pandangan mata jasmani kita terbatas, kita lupa bahwa rancana masa
depan kita tidak bergantung pada kehebatan kita. Dan kita lupa bahwa Tuhanlah
yang memegang kendali atas hidup kita.
Konteks kebenaran bacaan ini memang menyajikan bentuk penghukuman Tuhan
kepada Yehuda yang harus masuk dalam pembuangan di Babel. Akan tetapi suatu
kebenaran mengenai anugerah Tuhan juga tidak terlepas dari kehidupan umat Tuhan
dalam pembuangan. Dengan kata lain, meskipun Tuhan menghukum dan mengijinkan
penderitaan, namun Tuhan menyertai dan memberi jaminan pemeliharaan yang ajaib
di negeri orang. Hanya membutuhkan langkah iman untuk mempercayai janji Tuhan
ini saja, maka pemeliharaan dan keselamatan dari Tuhan akan dinyatakan.
Saudara, ketika kita berada dalam dilema untuk mengambil suatu keputusan
penting yang sulit, maka hal pertama yang kita perlu lakukan adalah bertanyalah pada Tuhan atau pada
nabi-Nya seperti Zedekia perihal kebenaran firman Tuhan. Namun langkah
berikutnya, tidak seperti Zedekia yang menghindar dari pesan Tuhan, akan tetapi
kita perlu taat, meskipun seolah-olah tidak ada jalan keluar. Ketaatan membutuhkan
penyerahan diri total dan iman yang tidak setengah-setengah. Dengan ketaatan pula,
kita bukan hanya mengakui keterbatasan pertimbangan rasio dan kemampuan kita,
namun kita sekaligus memproklamirkan kedaulatan Tuhan atas hidup kita sehingga
rancangan indah Tuhan yang melampaui rancangan kita yang kerdil itu dapat
tergenapi.
Percaya dan melangkah lah bersama Tuhan dengan sepenuh hati, karena bersama
dengan Tuhan kita memiliki dua pilihan yang lebih baik dari apa yang kita
rancangkan—Memasuki pergumulan dengan penyertaan dan jaminan Tuhan serta keluar
sebagai umat pemenang, atau diluputkan dari pergumulan dengan tetap tinggal dalam
perkenanan Tuhan. Kedua hal ini adalah pilihan yang terbaik bagi kita
dibandingkan dengan pertimbangan paling rasionil dan terbaik menurut kita,
namun tidak sesuai dengan kehendak dan rencana Tuhan. Amin! (yb)._
Tidak ada komentar:
Posting Komentar