Kamis, 07 Maret 2019

RENUNGAN : ANTARA PERTIMBANGAN RASIO DAN FIRMAN TUHAN.


(16) Lalu bersumpahlah raja Zedekia dengan diam-diam kepada Yeremia, katanya: "Demi TUHAN yang hidup yang telah memberi nyawa ini kepada kita, aku tidak akan membunuh engkau dan tidak akan menyerahkan engkau ke dalam tangan orang-orang yang berusaha mencabut nyawamu itu!" (17) Sesudah itu berkatalah Yeremia kepada Zedekia: "Beginilah firman TUHAN, Allah semesta alam, Allah Israel: Jika engkau keluar menyerahkan diri kepada para perwira raja Babel, maka nyawamu akan terpelihara, dan kota ini tidak akan dihanguskan dengan api; engkau dengan keluargamu akan hidup. (18) Tetapi jika engkau tidak menyerahkan diri kepada para perwira raja Babel, maka kota ini akan diserahkan ke dalam tangan orang-orang Kasdim yang akan menghanguskannya dengan api; dan engkau sendiri tidak akan luput dari tangan mereka." (Yer. 38:16-18).
 
_______________

Pasal tiga puluh delapan kitab Yeremia merupakan klimaks pelayanan nabi Yeremia di kerajaan Yehuda (selatan), sebelum kerajaan ditakhlukkan dan diangkut ke pembuangan Babel. Penolakan demi penolakan diterima Yeremia hingga pada puncaknya, raja Zedekia yang masih ragu-ragu bertanya sekali lagi kepada Yeremia perihal firman Tuhan perihal masa depan kerajaan Yehuda. Jawaban sang nabi  pun tetap sama, Jika engkau keluar menyerahkan diri kepada para perwira raja Babel, maka nyawamu akan terpelihara, dan kota ini tidak akan dihanguskan dengan api; engkau dengan keluargamu akan hidup.” 
Siapapun yang berada dalam posisi Zedekia, pasti mengalami dilema. Di satu sisi, Zedekia sebagai Raja Yehuda harus mempertahankan martabatnya dengan tetap bertahan terhadap gempuran serangan Babel. Keputusan politik Zedekia juga didukung oleh semua tua-tua Yehuda, dan para nabi pada zaman itu kecuali Yeremia. Dukungan Hal ini menyebabkan Zedekia berada dalam posisi dilematis yang sulit. Ia menyadari betul bahwa Yeremia adalah abdi dan nabi Allah yang senantiasa menyuarakan kebenran firman Tuhan. Namun ia juga tidak dapat memungkiri dukungan dari para pembesar dan nabi-nabi lain di belakangnya. Dorongan yang kuat antara sikap patriotisme, agama, serta nama besar sebagai raja Yehuda pada akhirnya menghantarkan Zedekia pada keputusan akhir menolak firman Tuhan.

Selain hal-hal ini terdapat satu pertimbangan lain yang mungkin saja menjadi hal utama dari keputusan keliru Zedekia tersebut. Hal tersebut adalah pertimbangan logis mengenai resiko dari firman Tuhan yang disampaikan Yeremia. Bagi Zedekia, adalah mustahil bahwa raja Babel akan melepaskan dirinya, ia tidak akan mati, dan Yerusalem tidak akan dihancurkan. Memang secara logis hal ini sangat sulit diterima dengan pertimbangan rasional. Bagaimana mungkin secara nalar sehat Zedekia dapat percaya bahwa ketika ia menyerahkan diri kepada seorang raksasa pemberangus kerajaan-kerajaan besar, maka ia justru akan selamat, terpelihara, kota tetap aman. Sebaliknya, jika ia berusaha melawan atau melarikan diri, maka ia pasti akan mati. 

Bertahan dan melarikan diri adalah pertimbangan yang paling patriotis, dan masuk akal, juga memiliki peluang untuk hidup lebih besar dibandingkan menyerahkan diri kepada raja babel yang sama dengan mati konyol. Minimal, jika beruntung, Zedekia dapat selamat dan tidak dijajah. Mungkin demikian pertimbangan Zedekia. Dan jalan inipula lah yang ditempu Zedekia, sehingga ia harus menerima penggenapan dari peringatan firman Tuhan yang disampaikan bahwa, “kota ini akan diserahkan ke dalam tangan orang-orang Kasdim yang akan menghanguskannya dengan api; dan engkau sendiri tidak akan luput dari tangan mereka.”

Pada titik ini Zedekia dan seluruh kerajaan Yehuda ditantang untuk memilih diantara pertimbangan rasional dan kebenaran firman Tuhan. Percaya pada strategi perang, pertimbangan rasio, patriotisme, tua-tua Yehuda, serta para nabi yang bernubuat palsu atau percaya pada kebenaran firman Tuhan yang sejati dengan sebuah langkah iman yang menggetarkan, namun dijamin oleh Tuhan?

Sebagai umat Tuhan, kita pun terkadang diperhadapkan pada situasi demikian. Dalam menghadapi suatu situasi atau dalam pengambilan suatu keputusan, segala sesuatu kita pertimbangkan dengan matang, baik setiap resiko, dan kemungkinan-kemungkinan terburuk sekalipun. Kita cenderung menghidar setiap resiko yang besar, kita percaya pada kemampuan daya nalar kita yang hebat, kita meminta saran dan pertimbangan dari orang-orang berpengalaman, dan bahkan kita mengaminkan semua “nubuatan-nubuatan” yang sesuai dengan kehendak kita dengan nada suara yang kencang. Kita pada dasarnya tidak ingin masuk dalam suatu keadaan yang beresiko apalagi membahayakan diri kita. Itulah gambaran keadaan kita, Zedekia-zedekia modern. 

Tetapi pelajaran penting dari kisah raja Zedekia dalam nats ini perlu menjadi suatu peringatan penting bahwa setiap pertimbangan dan keputusan terbaik yang kita miliki, adalah tidak lebih baik dari rencana dan rancangan Tuhan dalam hidup kita! meskipun hal tersebut terlihat seolah-olah bertentangan dengan semua pertimbangan terbaik rasio kita, namun terdapat banyak hal yang terkadang kita lupa. Kita lupa bahwa jangkauan akal budi kita terbatas, kita lupa bahwa pandangan mata jasmani kita terbatas, kita lupa bahwa rancana masa depan kita tidak bergantung pada kehebatan kita. Dan kita lupa bahwa Tuhanlah yang memegang kendali atas hidup kita. 

Konteks kebenaran bacaan ini memang menyajikan bentuk penghukuman Tuhan kepada Yehuda yang harus masuk dalam pembuangan di Babel. Akan tetapi suatu kebenaran mengenai anugerah Tuhan juga tidak terlepas dari kehidupan umat Tuhan dalam pembuangan. Dengan kata lain, meskipun Tuhan menghukum dan mengijinkan penderitaan, namun Tuhan menyertai dan memberi jaminan pemeliharaan yang ajaib di negeri orang. Hanya membutuhkan langkah iman untuk mempercayai janji Tuhan ini saja, maka pemeliharaan dan keselamatan dari Tuhan akan dinyatakan.

Saudara, ketika kita berada dalam dilema untuk mengambil suatu keputusan penting yang sulit, maka hal pertama yang kita perlu lakukan  adalah bertanyalah pada Tuhan atau pada nabi-Nya seperti Zedekia perihal kebenaran firman Tuhan. Namun langkah berikutnya, tidak seperti Zedekia yang menghindar dari pesan Tuhan, akan tetapi kita perlu taat, meskipun seolah-olah tidak ada jalan keluar. Ketaatan membutuhkan penyerahan diri total dan iman yang tidak setengah-setengah. Dengan ketaatan pula, kita bukan hanya mengakui keterbatasan pertimbangan rasio dan kemampuan kita, namun kita sekaligus memproklamirkan kedaulatan Tuhan atas hidup kita sehingga rancangan indah Tuhan yang melampaui rancangan kita yang kerdil itu dapat tergenapi.

Percaya dan melangkah lah bersama Tuhan dengan sepenuh hati, karena bersama dengan Tuhan kita memiliki dua pilihan yang lebih baik dari apa yang kita rancangkan—Memasuki pergumulan dengan penyertaan dan jaminan Tuhan serta keluar sebagai umat pemenang, atau diluputkan dari pergumulan dengan tetap tinggal dalam perkenanan Tuhan. Kedua hal ini adalah pilihan yang terbaik bagi kita dibandingkan dengan pertimbangan paling rasionil dan terbaik menurut kita, namun tidak sesuai dengan kehendak dan rencana Tuhan. Amin! (yb)._




Tidak ada komentar:

Posting Komentar