Kamis, 14 Juni 2018

STUDI PASTORAL : “Pentingnya Penggembalaan Terhadap Pelayan Musik Gerejawi”



Oleh : Yosep Belay.




BAB I. PENDAHULUAN.


Latar Belakang Masalah.
        
          Peningkatan dan pertumbuhan gereja-gereja Pentakosta-Kharismatik[1] di perkotaan memberikan dampak bagi kebutuhan akan pelayan mimbar dalam bidang music gerejawi. Kebutuhan tersebut seringkali memaksa pejabat gereja mengambil tindakan yang kompromi dalam merekrut para pemusik. Dilain pihak, para pemusik sering melihat hal tersebut sebagai suatu peluang untuk mendapatkan “berkat”. Hal-hal tersebut yang kemudian hari menimbulkan berbagai macam persoalan.

       Bulan agustus lalu, publik dikagetkan dengan pengakuan FS dan FF yang mempublikasikan hubungan mereka secara resmi di depan media masa[2]. Pengakuan tersebut bukan hanya mengagetkan kalangan selebriti dan para fans mereka, namun pemberitaan tersebut sekaligus menjadi pukulan telak bagi dunia pelayanan gerejawi, terutama dalam bidang musik gereja. Sebagaimana yang diketahui keduanya merupakan publik figur yang menjadi idola bagi banyak generasi muda gereja, dan kalangan musisi gereja.

Kedua tokoh di atas mewakili sekian banyak permasalahan dan pergumulan para pelayan musik gereja saat ini. Dunia pelayanan musik gerejawi, memang tidak sindah dan serohani yang dibayangkan. Berkecimpung kurang lebih tujuh tahun dalam bidang musik gereja, Penulis mendapati berbagai hal yang menjadi permasalahan dalam bidang musik. Kedangkalan pemahaman terhadap tata ibadah, liturgi, pengaruh budaya, serta tekanan sosial ekomoni menjadi tantangan tersendiri bagi para pelayan mimbar. Tak jarang isu-isu permasalahan serius seperti perselingkuhan,  PK (persembahan kasih), persaingan antar pelayan, dan masalah sepele mengenai kegemaran terhadap gendre musik tertentu, hingga mengikuti trend musik dan style (mode pakaian) dari gereja-gereja besar, menjadi hal yang lumrah dijumpai dalam komunitas pelayan mimbar saat ini. Menyingkapi fenomena ini, dengan tepat Wilfred J. Samuel mengkritisi tata ibadah gereja-gereja Kharismatik yang mulai kehilangan keseimbangan. Ia  mengatakan,

”…dalam menegaskan unsur selebratif dalam ibadah, banyak jemaat  Kharismatik dewasa ini telah kehilangan unsur celebral (intelek) atau meditative dalam ibadah[3].

Penekanan yang berlebihan pada “selebrasi” telah mengakibatkan gereja-gereja Kharismatik saat ini kehilangan makna penting mengenai liturgi. Puji-pujian yang dinyanyikan menjadi rutinitas yang membosankan dan hanya terbatas pada semacam terapi psikologis sesaat bagi jemaat, seperti halnya musik dan lagu sekuler. Dilain pihak, para pemain musik dapat memainkan musik dan bernyanyi dengan meriah tentang Allah, namun belum tentu mereka dapat dengan sungguh merenugkan dan mengagungkan Allah[4] dalam penyembahan dan sikap hati yang benar.

          Menyadari akan potensi besar yang rentan menggerogoti para pelayan musik gerejawi masa kini, maka tidak ada jalan lain selain memperbaharui pemahaman para pelayan dengan mengadakan berbagai macam pendekatan. Dalam makalah singkat ini, penulis akan menganalisa dan menguraikan berbagai macam faktor-faktor penting mengenai permasalahan yang ada, dan kemudian mencoba untuk mengajukan beberapa solusi yang sesuai dengan prinsip-prinisp kebenaran Firman Tuhan.


BAB II. ISI

Landasan Teori dan Kajian Teologis.


Penggembalaan.

          Mengutib beberapa tokoh Bons-storm menulis, Pengembalaan menurut Thurneysen adalah merupakan suatu penerapan khusus Injil kepada anggota jemaat secara pribadi, yaitu berita Injil yang dalam khotbah disampaikan kepada semua orang. Menurut Dr. J.W. Herfst, penggembalaan ialah”menolong seiap orang untuk menyadari hubungan dengan Allah, dan mengajar orang untuk mengakui ketaatannya kepada Allah dan sesamanya, dalam situasinya sendiri. Sedangkan menurut Dr. H. Faber, “Penggembalaan itu ialah tiap-tiap pekerjaan yang didalamnya si pelayan sadar akan akibat yang ditimbulkan oleh percakapannya atau khotbahnya, atas kepribadian orang yang pada saat itu dihubunginya”[5]

          Ia kemudian menkonfimasikan dengan Alkitab dan memberi penjelasan bahwa hal-hal tersebut tercermin dari gaya penggembalaan Tuhan Yesus dalam Yohanes 10:1-21. Dalam hal ini, maka seorang gembala yang baik haruslah mengenal dombanya, memelihara, dan membimbing, agar selamat dan tidak sesat, serta kelaparan[6].

Pelayan Musik Gerejawi.

          Pelayan musik gerejawi yang penulis maksud adalah para pelayan (baik jemaat mapun pendeta) yang memiliki kapasitas (baik skill maupun spiritual) dalam memainkan alat musik—secara  individu maupun team—serta  mampu menggubah setiap pujian menjadi satu harmonisasi yang sesuai dengan prinsip-prinsip liturgi, dengan tujuan untuk mempermuliakan Tuhan dan memberkati jemaat. Dasar Alkitab dari pandangan tersebut dapat dijumpai dalam, 1 Taw. 15:16, 16:42, 23:5 dan 2 Taw. 5:13, 7:6, 23:13, 29:26-27, 34:12. Juga pada beberapa bagian Mazmur dan tradisi gereja.

          Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pengembalaan tidak hanya bersifat pasif dan satu arah dalah kegiatan khotbah mingguan. Tugas penggembalaan pun menyinggung hingga berbagai aspek kehidupan jemaat, dan tak terkecuali para pelayan musik gerejawi.

Analisa Permasalahan.

          Seperti yang telah disinggung di atas, berbagai macam faktor menjadi latar belakang yang mengancam Gereja dan para pelayan musik, maka para para Gembala perlu menyadari akan hal tersebut. Secara umum ada dua faktor penting yang mendorong terjadinya berbagai permasalahan, yaitu faktor internal dan eksternal, baik dalam konteks pelayan musik sebagai petugas yang melayani maupun gereja sebagai penyelenggara kebaktian.

Pribadi pelayan.

Faktor Internal. Faktor internal yang penulis maksudkan adalah faktor-faktor negatif dari dalam pribadi pemusik, yang kemudian berpotensi memicu munculnya berbagai masalah dalam diri pelayan. Sedikitnya ada lima faktor, yaitu: Spiritualitas, Karakter, Etika, Kerja sama team, Skill dan Talenta.

Faktor Ekternal. Sedangkan faktor eksternalnya adalah, kebutuhan ekonomi, popularitas, dan wadah ekspresif (maksud-maksud terselubung untuk diperhatikan “seseorang”).

Gereja sebagai Penyelenggara.

          Faktor Internal. Seperti halnya pelayan musik, dari sudut pandang gereja, berbagai hal juga dapat memberikan dampak buruk bagi para pelayan musik. Faktor-faktor pendorong seperti, Kebutuhan akan pelayan musik, Minimnya jemaat yang memiliki talenta, Kurangnya pemahaman koordinator bidang musik mengenai musik dan pemusik, serta Kondisi yang belum memungkinkan (misalnya gereja dalam perintisan).

          Faktor Eksternal. Dan fakor-faktor eksternal yang ikut mempengaruhi rapuhnya dunia pelayan musik gerejawi adalah, Adanya persaingan dibalik layar pada wilayah musik dan pemusik, Terkena imbas dari fenomena “selebrasi” gereja-gereja besar, Maraknya lagu-lagu rohani kontemporer yang kurang berbobot dalam makna teologis, menjadi hal-hal yang akhirnya membuka peluang bagi para musisi sekuler[7] yang hanya berfokus pada materi dan popularitas (sebagaimana filosofi musik sekuler).

Dibagian lain, baik pemusik maupun gereja lokal, saling berinteraksi dan mempengaruhi satu sama lain. Pemusik yang memiliki skill namun minim spiritual akan cendrung untuk memanfaatkan gereja yang membuka celah, demikian sebaliknya, gereja yang terlalu “memanjakan” pemusik tanpa ada pembinaan serius akan mengakibatkan motivasi yang melenceng bagi para musisi gereja.

 Penyelesaian Masalah dan Relevansi.

          Menganalisa berbagai macam latar belakang serta permasalahan-permasalahan yang ada maka satu-satunya penyelesaian yang terbaik adalah dengan mengadakan penggembalaan. Penggembalaan yang dilakukan dapat dibagi kedalam beberapa bagian kegiatan. Penulis mengelompokan kegiatan-kegiatan tersebut kedalam dua kelompok. Pertama, Penggembalaan Kelompok, dan yang kedua Penggembalaan Pribadi.

Penggembalaan Kelompok.

          Penggembalaan kelompok meliputi pembinaan secara umum kepada para Pelayan Musik—baik melalui mimbar, maupun kegiatan khusus—yang   meliputi pemahaman-pemahaman mendasar mengenai Tata Ibadah, Liturgi, Etika Pelayan, Musik gerejawi, serta pemahaman umum lainnya yang menyangkut kerja sama team dan pelatihan pengembangan talenta.

Penggembalaan Pribadi.

          Sedangkan dalam konteks penggembalaan pribadi, penggembalaan yang dilakukan meliputi kegiatan seperti Konseling, Pembinaan Spiritual, dan follow-up yang berkelanjutan bagi para pelayan musik secara pribadi, baik oleh Gembala jemaat atau pembina yang ditugaskan.  

          Namun ada dua catatan penting yang perlu diperhatikan. Pertama, Gereja perlu memiliki pemahaman yang cukup mengenai musik gereja, liturgi, etika pelayanan dan mengadakan seleksi yang ketat terhadap para pelayan musik baru. Hal-hal tersebut dapat mendukung kemajuan program gereja dalam penggembalaan, baik penggembalaan kelompok, maupun pribadi. Pembenahan dari kedua sisi tersebut (baik pihak Gereja maupun Pribadi pelayan) akan memberikan dampak yang lebih baik dalam penata-layanan musik gereja.

Catatan yang kedua adalah, mengingat para pelayan musik bukan hanya sebagai “pelayan” namun juga sebagai “model” yang menarik perhatian jemaat, maka baik Spiritualitas, Karakter, Motivasi hati, Etika, dan  maupun Skill masing-masing individu haruslah menjadi bagian penting dari program pembenahan pelayan gereja.



BAB III. KESIMPULAN DAN SARAN.


Kesimpulan.

Sebagai bab penutup, beberapa hal yang menjadi kesimpulan dari tulisan ini adalah:

1.    Penggembalaan  bagi para pelayan musik saat ini, merupakan kebutuhan yang harus dipenuhi oleh Gereja lokal. Hal ini disebabkan karena berbagai macam latar belakang yang mendorong seseorang terjun ke dalam dunia pelayanan musik.
2.   Dengan strategi dan metode penggembalaan yang tepat, dapat meningkatkan kualitas bagi para pelayan musik, baik yang telah aktif maupun para musisi baru.
3.       Keseimbangan antara Spiritual, Karakter, Etika, dan Skill, akan berdampak pada pelayanan musik yang menyenangkan hati Tuhan dan memberkati jemaat.

Saran.

          Saran-saran praktis dari tulisan ini Penulis  tujukan kepada para Gembala Jemaat, Pelayan musik, dan Calon pelayan musik, agar dapat mempertimbangkan dan memperhatikan dengan teliti mengenai pentingnya peranan musik gereja dalam tata liturgi, serta pentingnya peranan seorang musisi gerejawi dalam mempersiapkan diri untuk melayani.

          Akhir kata, semoga makalah singkat ini dapat memberkati para Hamba-Nya yang ingin terjun dalam bidang musik gerejawi.
Soli Deo Gloria!.



KEPUSTAKAAN.


          Alkitab (TB), LAI.

          M. Bons-Storm, Apakah Penggembalaan itu?: Petunjuk Praktis Pelayanan Pastoral (Jakarta: BPK-Gunung Mulia, 2011).

         Wilfred J. Samuel—Terj.Liem Sien Kie, Kristen Kharismatik: Refleksi atas Berbagai Kecendrungan Pasca-Kharismatik (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2006).

         Yohanis Herman, Relvansi Liturgi bagi Perumbuhan Gereja (Bandung: Kalam Hidup, 2013).





[1] Terlepas dari berbagai macam kontroversi, baik yang positif maupun negative mengenai pembukaan cabang-cabang suatu gereja diberbagai tempat, namun harus diakui bahwa kesan pertama dari sudut kuantitas yang terlihat adalah “suatu pertumbuhan”.

[3] Wilfred J. Samuel—Terj.Liem Sien Kie, Kristen Kharismatik: Refleksi atas Berbagai Kecendrungan Pasca-Kharismatik (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2006), 55-56. Kritikan serupa juga disampaikan oleh seorang Dosen STT Pontianak. Beliau berargumen bahwa: “Dalam sejarah perkembangan liturgy, diungkapkan bahwa munculnya aliran Kharismatik telah menimbulkan adanya kesan yang dangkal karena terlalu menekankan aspek horizontal, dan emosional”. Lihat: Yohanis Herman, Relvansi Liturgi bagi Perumbuhan Gereja (Bandung: Kalam Hidup, 2013), 20.

[4] Ibid.
[5] M. Bons-Storm, Apakah Penggembalaan itu?: Petunjuk Praktis Pelayanan Pastoral (Jakarta: BPK-Gunung Mulia, 2011), 1.

[6] Ibid, hal.2.
[7] Para musisi yang aktif dalam musik sekuler tanpa pemahaman, motivasi serta basic yang matang dalam tata ibadah dan musik gerejawi.

____________

NB: Tulisan ini disadur dari tugas mata kuliah "Teologi Penggembalaan" penulis, pada tahun 2015.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar