YOUTH
AND POSTMODERN MINDED[1]
Oleh:
Yosep Belay
Matius 16:1-4, Kemudian datanglah
orang-orang Farisi dan Saduki hendak mencobai Yesus. Mereka meminta supaya Ia
memperlihatkan suatu tanda dari sorga kepada mereka. Tetapi jawab Yesus:
"Pada petang hari karena langit merah, kamu berkata: Hari akan cerah, dan
pada pagi hari, karena langit merah dan redup, kamu berkata: Hari buruk. Rupa
langit kamu tahu membedakannya tetapi tanda-tanda zaman tidak. Angkatan
yang jahat dan tidak setia ini menuntut suatu tanda. Tetapi kepada mereka tidak
akan diberikan tanda selain tanda nabi Yunus." Lalu Yesus meninggalkan
mereka dan pergi.
Pendahuluan
Kebudayaan
dimana manusia hidup dan berinteraksi di dalamnya adalah merupakan sebuah ekspresi
dari pemikiran manusia itu sendiri. Kebudayaan adalah hasil dari beragam
pemikiran manusia yang dituangkan dalam berbagai bidang seperti agama,
filsafat, pendidikan, seni, ilmu pengetahuan dan teknologi, juga dalam bidang
arsitektur (mis. candi Borobudur, 800-an M). Dari sini kita dapat melihat bahwa
kebudayaan tidak pernah terlepas dari nilai-nilai filosofis yang diyakini oleh
manusia yang kemudian menjadi suatu objek/karya yang nampak.
Kekristenan
yang lahir dan hadir di dalam kebudayaan manusia pada akhirnya tidak dapat
dilepaskan dari pertarungan ide-ide dan dan konsep-konsep yang saling
mempengaruhi satu dengan yang lainnya (bdk. Ef. 2:6; Kol. 2:8). Perkembangan
zaman yang terus maju hingga saat ini, juga berdampak bagi keragaman budaya dan
ide di belakangnya, baik ide filsosofis yang sesuai dengan kebenaran maupun tidak. Kalimat yang kita gunakan untuk
bertutur, gaya rambut, pakaian, selera music, hobi, dan sebagainya semuanya itu
dibentuk oleh suatu budaya dan filosofi tertentu.
Menjelajah Peta Zaman
Untuk
mengenali zaman kita hari ini, penulis memberikan gambaran ringkas mengenai
peta zaman yang mnejadi latar belakang bahasan kita kali ini. Dalam kajian ilmu
social budaya, pada umumnya zaman kehidupan manusia dibagi menjadi tiga masa.
Pertama, zaman pra modern, kedua, zaman modern, dan ketiga zaman postmodern.
Zaman pra
modern biasanya diidentikkan dengan kehidupan masyarakat yang belum mapan perihal
sains dan teknologi sehingga pada zaman ini masyarakat hidup dalam
kesederhanaan dengan namun nilai religius dan unsur interaksi sosial yang
sangat tinggi. Zaman ini diidentikkan dengan zaman tradisi Kristen yang kuat yang
berlangsung dari abat keempat (pemerintahan raja Konstantin-kekaisaran Romawi
Timur/Byzantium) hingga tahun 1500 pasca kejatuhan pada 29 Mei 1453 oleh sultan
Mehmed II (kerajaan Islam Ottoman). Meski demikian di akhir zaman ini, gereja
berada dalam masa kegelapan. Ambisi-ambisi beberapa Paus dan kehidupan
spiritual sebagian pastor yang bobrok di kemudian hari menimbulkan reaksi yang
berakhir pada reformasi Martin Luther (1517).
Zaman
modern diperkirakan berlangsung pada tahun 1600 yang dikenal dengan masa
Renaisans dimana perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi semakin pesat.
Masa modern ini berlangsung hingga mencapai puncaknya pada awal tahun 2000an. Hal
menarik adalah bahwa perkembangan ini justru didasari atas pergeseran pemikiran
dan iman masyarakat zaman itu yang menganggap bahwa manusia dapat memenuhi
kebutuhannya sendiri dengan bantuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pada masa
inilah mucul berbagai macam pemikiran filsafat dan ateisme yang menentang iman
Kristen. Masyarakat modern di satu sisi maju dalam hal teknologi namun di sisi
lain justru semakin memudar secara spiritualitas.
Zaman postmodern mulai berlangsung pada sekitar tahun
1930 dari pengkajian bidang seni, dan terus berkembang dan mempengaruhi
berbagai bidang hingga saat ini. Kata “postmodernisme” berasal dari tiga kata
dasar yaitu, “post”—pasca/melampaui, “modern”—modern/zaman modern, dan
“isme”—paham/mazhab. Singkatnya kebudayaan postmodernisme dapat diartikan
sebagai perubahan radikal kebudayaan yang bertolak dari kritik filsafat dan
seni terhadap era modern dan menuju era postmodern dimana mempengaruhi secara
signifikan perihal seni, social ekonomi, spiritual, gaya hidup, digitaisasi,
dan paradigma berpikir masyarakat sebagai akibat dari perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi informasi yang pesat.
Manifestasi
Spirit 666 Dalam Zaman Modern dan Postmodern
Bagi sebagain penafsir eskatologis, angka 666 pada
binatang di dalam kitab Wahyu 13:18 selalu dimaknai secara rohani dan abstrak
sehingga sulit untuk menemukan titik temu dari rujukan nubuatan tersebut. Hal
berbeda ketika kita melihat fenomena ini dari perspektif kebudayaan dan
filsafat manusia. Bagi penulis, angka 666 yang secara jelas dinyatakan Alkitab
sebagai “bilangan seorang manusia” tersebut secara implisit menyatakan suatu
zaman di mana manusia akan dimuliakan menggantikan Allah, dan nubuatan bagi
zaman ini justru telah digenapi pada masa kita saat ini. Ketika kita dengan
teliti melihat peta zaman yang bergerak dari abat kejayaan Kristen menuju masa
modern dan postmodern saat ini, maka hal utama yang jelas terlihat adalah bahwa
manusia modern dan postmodern mulai mengkudeta Allah dari takhta-Nya.
Dalam kedua masa itu, Allah ditinggalkan dan manusia
menjadi allah bagi dirinya sendiri. Saat itulah penggenapan nubuatan spirit angka
manusia 666 itu tergenapi. Ilmu pengetahun dan teknologi yang dikreasikan dan
dikembangkan oleh manusia justru berubah menjadi harapan bagi manusia itu
sendiri menggantikan Allah. Maka penggenapan akhir zaman itu sudah dimulai
ketika gereja Tuhan memasuki masa modern dan berlanjut hingga saat ini ketika
kita hidup di zaman postmodern yang semakin kacau. Manusia modern dan
postmodern menjadi “allah” bagi dirinya sendiri. Saat ini adalah masa dimana
manusia menjadi yang paling utama dibandingkan dengan Allah.
Filosofi
Postmodern dan Manifestasinya Dalam Budaya
Di atas. penulis telah menyampaikan bahwa budaya manusia
lahir dari ide-ide filosofis di belakangnya. Pada bagian ini, kita akan
sama-sama belajar mengenai ide-ide filosofis di balik layar budaya postmo.
Budaya modern menghasilkan produk yang berbeda dengan budaya postmodern.
Gambaran budaya modern dapat dilihat dari film-film super hero seperti karya
Marvel yang pesan filosofisnya pada kekuatan dan kekuasaan manusia super.
Berbeda dengan budaya postmo.
a.
Ciri-ciri Filosofi Postmodern.
- · Tidak ada kebenaran mutlak, kebenaran itu
bersifat relatif.
- ·
Semua agama, keyakinan, paham, adalah
sama benarnya dan sama baiknya.
- ·
Matinya oposisi biner (hitam vs putih,
menjadi hitam & putih).
- ·
Yang tidak penting, menjadi sama
pentingnya dengan yang penting.
- · Yang nyata/riil berbaur dengan yang ilusi/palsu.
b.
Manifestasi Filosofi Postmo Dalam Budaya.
· Film.
Film-film
di era postmo mengabsurdkan pesan implisit yang dibangun oleh keyakinan
religius. Film-film itu memberikan ruang bagi tercampurnya ide-ide gila seperti
setan adalah pahlawan menggantkan Tuhan, setan dapat bersekutu menjadi
pengharapan bagi manusia. Kegilaan-kegilaan ini tanpa sadar dinikmati oleh
generadi milenial dengan antusias. Kuasa gelap dipoles sedemikian rupas
sehingga tersamarkan oleh riuhnya sound sistem dan aksi-aksi heroic palsu.
o
Batman
o
Joker
o
Hellboy
o
Twilight
· Seni.
Bidang
seni juga memiliki efek yang serupa. Seni postmo hanya menghasilkan kritik bagi
modernism sehingga karya yang dihasilkan semuanya beruba parody dan tidak
memiliki pesan apapun selain hal-hal yang membingungkan oleh karena, “Dalannya
bingung, wayangnya bingung, yang penting bisa ketawa.”
o
Lukis: parody lukisan monalisa, abstrak
o
Tattoo: abstrak
o
Teater: mis. OVJ
o
Batik: Batik bermotif club bola
o
Fashion: Lady Gaga
o
Tv show: wawancara, parody, music dalam
satu kemasan acara.
· Arsitektur.
Arsitektur
postmo juga demikian, tidak memiliki pesan sentral kesatuan dan nilai seni,
selain hanya perkembangan dan konstruksi dengan beragam motif yang unik dan
nyentrik.
o
Arsitektur anti mainstream.
· Musik.
Dalam
bidang music, sprit postmo merduksi nilai-nilai kesatuan dan gendre music
sehingga melahirkan beragam corak musaik baru yang saling berbaurdan tumpang
tindih satu dengan lainya. Percampuran tersebut diperkuat dengan gaya,
dandanan, serta lirik-lirik lagu dengan pesan pemberontakan dan perlawanan yang
kuat.
o
Progresif rock
o
Detah Metal
o
Punk Rock
o
RockDut
· Game.
Beragam
jenis game online mulai membajak otak anak-anak, remaja bahkan hingga orang tua.
Berbagai macam karakter, gendre dan pilihan disajikan secara gratis. Mulai dari bentuk game yang sederhana, horror,
petualangan, perkelahian, peperangan, semuanya ada. Delapan puluh persen dari
game online ini dengan sangat menyedihkan justru menanamkan sebuah wawasan
dunia yang penuh dengan kekerasan dan sadisme.
· Gawai.
Persaingan
industry gawai juga tak kalah sengitnya, setiap bulan meuncul model dan
keragaman vitur yang semakin canggih. Masyarakat postmo diseret dan dipaksa
untuk mengikuti tren yang sedang berlangsung. Gawai bukan lagi menjadi alat
komunikasi, namun telah berubah menjadi alat peninggi gengsi.
· Bagaimana dengan Pornografi?
Industri
film porno juga memperoleh dukungan yang kuat dari ide-ide postmodern sehingga
bukan hanya industrinya yang semakin berkembang, komunitas-komunitas LGBTQ juga
semakin bermunculan seiring dengan kemajuan media virtual dan ide-ide postmo
yang mempengaruhi di belakangnya. Pornografi di dalam dunia postmo memiliki
ruang ekspresi yang sangat luas, tanpa batas hingga ekstrim oleh karena ide-ide
postmo yang mereduksi nilai-nilai moral serta didukung oleh kemajuan dunia teknologi
virtual. Kemudahan akses yang membelenggu masyarakat postmo menyebabkan industri
ini semakin menggila. Ribuan website-website pornografi pun bermunculan seiring
dengan tingginya “tuntutan pasar” global.
Budaya
postmo menghantarkan masyarakat dan generasi mellenial pada suatu kondisi kebebasan
berekspresi tanpa batas, tanpa nilai, tanpa tujuan yang jelas dan kebenaran
yang abu-abu. Sebuah realitas yang dengan santai dinikmati oleh masyarakat kita
hari ini.
Media Virtual Sebagai Ajang Ekspresi
Generasi Milenial
Secara
psikologis, remaja pria dan wanita memiliki dua pergumulan. Remaja pria—cinta erotis, remaja wanita—cinta
romantic. Kedua pergumulan psikologis ini kini tersalurkan dalam
aktualisasi dunia virtual yang sangat pesat. Akun-akun media social menjadi
ajang ekspresi dan fantasi dari pergumulan generasi muda postmodern.
Gambar-gambar
dan foto-foto para remaja diekspresikan
sebaik, secantik, dan seanggun mungkin dengan beragam aplikasi dengan tujuan
menarik perhatian dan menjadi pusat perhatian bagi lawan jenis. Namun hal ini
memberikan sebuah gambaran rill tentang keadaan dunia virtual saat ini yang
menyajikan nilai-nilai palsu kemudian diterima sebagai sebuah kebenaran. Kepalsuan
ini diasumsika dengan berbagai macam gambar sehingga membentuk pola tafsir bagi
mereka yang melihatnya. Dunia virtual dalah dunia kepalsuan. Relasi-relasi yang
dibangun menuju komitmen hidup yang serius, dengan sangat menyedihkan justru didasarkan
atas serangkaian tampilan-tampilan
gambar-gambar virtual demikian sebagai dasar untuk megambil keputusan membangun
hubungannya. Kebudayaan postmodern sedang mengarahkan generasi saat ini menuju
sebuah gagasan palsu melalui dunia virtual.
Belajar Dari Tiga kegagalan
Dau hal
utama yang menjadi penyebab kegagalan generasi muda gereja dalam suatu zaman
adalah pertama, kegagalan dalam memahami
zamannya. Kegagalan ini merupakan
suatu kegagalan dalam usaha untuk melihat spirit/filsafat/pesan apa yang sedang
dibangun/disodorkan/dipaksakan kepada masyarakat postmodern untuk
mengkonsumsinya.
Kedua, kegagalan memahami imannya. Pemahaman akan iman menjadi dasar yang olehnya
suatu generasi mengkaji dan mengkritisi semua nilai-nilai kebudayaan di
sekitarnya. Kegagalan dalam hal ini berarti sebuah kegagalan yang fatal karena
kita tidak memiliki nilai-nilai kebenaran sebagai pedoman hidup sehingga
cenderung disesatkan oleh zaman.
Ketiga, kegagalan dalam mempertahankan imannya. Kegagalan yang terakhir
ini merupakan dampak dari kedua kegagalan di atas. Generasi muda gereja yang
tidak memahami spiri zaman dan memiiki bekal iman yang cukup dan kokoh, sudah
dapat dipastikan tidak akan mampu mempertahankan imannya.
Di dalam
dunia kita, tidak ada kebudayaan yang bersifat netral, semuanya mengandung
pesan filsofis yang terkandung di dalam suatu produk budaya yang disajikan.
Dalam kondisi tersebut, semua generasi muda gereja tidak memiliki pilihan lain
selain memilih di antara dua hal ini; dipengaruhi
atau mempengaruhi zaman. Itu sebabnya
kegagalan dalam dua hal ini mengakibatkan genersi muda gereja akan hidup dalam
genggaman spirit ilah zaman, mengalir, dihanyutkan, dan hancur bersamanya.
Untuk itu tidak ada jalan lain yang dapat ditempu oleh kita saat ini selain back to the Bible.
Membangun Pondasi Iman Kristen yang
Kokoh.
Alkitab
adalah kebenaran Allah yang absolut. Tidak ada kebenaran lain yang melaluinya
manusia dapat membangun kehidupan pribadinya dengan Allah dan sesama secara
sempurna tanpa melalui Alkitab. Maka beberapa saran sederhana ini perlu
diperhatikan dan mulai dibangun oleh generasi milenial saat ini:
·
Membangun
dasar iman: Kol. 2:6-7.
·
Memasang
filter: Mzm 119:9.
·
Hidup
sesuai dengan firman Tuhan: Mzm. 119:105.
·
Hidup
dipimpin oleh Roh Kudus: Gal. 5:25.
·
Mempertahankan
Iman: 1 Ptr. 1:14-16.
·
Mempengaruhi
bukan dipengaruhi: Mat. 5:13-14.
·
Tertanam
dalam komunitas umat Allah yang sehat: Ibr. 10:25; 1 Tes. 5:11; Ibr. 3:13.
Penutup.
Perlu
kesadaran dan kepekaan tinggi terhadap lajunya kebudayaan yang sedang
menggiring gereja hari-hari ini. Genarasi yang gagal paham akan iman dan
kebudayaan dalam konteks dimana mereka hidup, dapat dipastikan akan mengalami
kekalahan telak. Kebudayaan postmo yang berkembang dan bergerak bersamaan
dengan kehidupan umat Tuhan saat ini adalah kebudayaan yang juga ditafsirkan
dan dihasilkan oleh serangkaian nilai-nilai filosofis ateistik dan humanisme tertentu.
Degan demikian tidak ada jalan lain, selain berjuang untuk mengkounter
kebudayaan tersebut dengan sebuah kebudayaan tandingan yang bercirikan
kebenaran alkitabiah. Pada titik ini peran perangkat gereja, parachurch sangat dibutuhkan
untuk mengedukasi jemaat dan generasi milenial.
Soli Deo
Gloria!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar