Senin, 29 Oktober 2018

RENUNGAN : FOKUS MATA DAN HIDUP KRISTIANI

Nas  :  Lalukanlah mataku dari pada melihat hal yang hampa, hidupkanlah aku dengan jalan-jalan yang Kautunjukkan! (Mzm. 119:37).
_____

Kehidupan manusia adalah suatu kehidupan yang didasari oleh serangkaian pilihan-pilihan. Setiap hari mata kita "menikmati" berbagai macam hal yang tersaji. Sayangnya kita tidak dapat membatasi kondisi di sekitar kita yang menyajikan sesuatu untuk dilihat mata kita. Kita tidak dapat melarang cara berbicara, berpakaian, berperilaku orang lain. Yang dapat kita lakukan adalah melalukan mata kita dari hal-hal hampa pada saat kita menjumpainya.

        Pemazmur menyadari hal ini dengan baik. Ia menyadari bahwa disekitarnya banyak sekali "pemandangan yang hampa". Pemandangan yang dapat mengalihkan fokus hidupnya dari Tuhan kepada hal-hal duniawi. Namun ia juga menyadari satu hal dengan baik. Ia menyadari bahwa dengan kekuatannya sendiri ia tidak akan mampu memalingkan pandangan matanya dari hal-hal hampa tersebut tanpa pertolongan Tuhan. Itu sebabnya ia berdoa, "Lalukan mataku dari pada melihat hal yang hampa".

       Kecenderungan hati manusia kepada dosa, tidak akan mampu membawa fokus hidupnya kepada Tuhan, selain oleh karena pertolongan dan anugerah Tuhan. Kita tentu tahu, bahwa melanggar sepuluh hukum Musa yang mengangkut hukum-hukum moral adalah suatu perbuatan dosa, namun pada kenyataannya perbuatan-perbuatan dosa itu justru menyenangkan. Maka jangankan sepuluh hukum, satu hukum saja tdak akan mampu dijalankan secara mutlak.

       Keadaan inilah yang disadari pemazmur sehingga dengan pengakuan yang jujur ia memohon kepada Tuhan untuk, "lalukanlah mataku dari hal-hal hampa dan hidupkanlah aku dengan jalan-Mu". Kalimat "hidupkanlah aku" memberi penegasan berikutnya mengenai keadaan manusia sebagai orang-orang yang telah mati dalam dosa, oleh karena perbuatan-perbuatan hampa. Dengan kata lain, pemazmur berdoa agar kiranya Tuhan lalukan pandangannya dari hal-hal yang tidak berkenan, dan memimpinnya dalam kebenaran firman Tuhan yang membawa kehidupan.

       Tanpa pertolongan Tuhan, kita tidak mungkin dapat menghindarkan diri dari jerat kehidupan duniawi yang hampa. Keberdosaan kita tidak memungkinkan kita untuk lepas dari jerat dosa, selain oleh karena anugerah dan pimpinan Tuhan. Seperti doa pemazmur dalam ayat singkat ini, kiranya setiap hari kita berdoa dan berjuang untuk dapat memfokuskan mata serta kehidupan hidup kita bukan kepada hal-hal yang hampa, namun hal-hal yang kekal, serta semoga kita dipimpin senantiasa dalam kebenaran firman-Nya. Amin! (yb).

Selasa, 23 Oktober 2018

RENUNGAN : BELAJAR MENGANDALKAN TUHAN

Nas      : Yeremia 17:5, 7 (TB) Beginilah firman TUHAN: "Terkutuklah orang yang mengandalkan manusia, yang mengandalkan kekuatannya sendiri, dan yang hatinya menjauh dari pada TUHAN! .... Diberkatilah orang yang mengandalkan TUHAN, yang menaruh harapannya pada TUHAN! 

Mengcopy-paste dan memposting dua ayat ini hanya membutuhkan satu menit. Membaca dua ayat ini juga tidak akan membutuhkan waktu lebih dari dua menit. Namun untuk mempraktekkan salah satu saja dari ayat ini, akan menghabiskan seluruh waktu dalam kehidupan kita. Mengapa demikian? Karena kita telah terbiasa dengan "cara dunia" yang memuja diri sendiri (narcisme dan antroposentris). Puas dengan diri sendiri. Percaya dengan apa yang kita miliki. Bangga dengan pencapaian-pencapaian diri sendiri sehingga tanpa sadar kita tidak lagi berfokus pada Tuhan, tetapi pada manusia (realisme model baru dalam Kekristenan). Pada titik ini, kita menyingkirkan kuasa Tuhan dan mengandalkan kekuatan sendiri. Suatu kebanggaan semu yang justru dikutuk. Kehidupan yang tidak berdokus pada Tuhan tetapi pada diri sendiri merupakan bentuk lain dari cara seseorang mengungkapkan ketidak-percayaannya kepada Tuhan. Dengan kata lain, meskipun ia seorang Kristen, namun ia sesungguhnya tidak percaya kepada Tuhan.

            Di sisi lain, kita dituntut untuk bergantung sepenuhnya kepada Tuhan. Suatu panggilan iman yang radikal. Radikal karena kita harus menaruh pengharapan sepenuhnya kepada Tuhan yang secara empiris tidak terjangkau oleh panca indra kita, selain oleh iman. Hal ini pun sebuah konsep keyakinan yang terbalik dengan cara dunia. Cara-cara dunia membutuhkan fakta-fakta empiris untuk dapat menyokong apa yang kita yakini. Semenjak kecil, kita telah dilatih untuk bergumul dan berpengharapan dengan cara demikian, namun tidak di dalam iman. Iman yang sejati membutuhkan totalitas untuk berpengharapan pada Tuhan tanpa pembuktian empiris yang mendahuluinya. Abraham adalah salah satu contohnya (Bd. Rm. 4:12). Suatu teladan iman yang radikal dalam perngaharapan yang tidak pernah kadalwarsa oleh waktu.

             Menulis kebenaran ini bukan berarti saya telah "lulus" di dalamnya, namun kiranya kita sama-sama berjuang untuk mempraktekkannya karena lebih baik menjadi pelaku, daripada hanya menjadi pembaca (apalagi sekedar mengejar "like" pada postingan di akun media sosial) firman Tuhan. Selamat beraktifitas Saudara, tetap andalkan Tuhan selalu. Salam. (yb).

Minggu, 14 Oktober 2018

RENUNGAN : PANGGILAN DAN KESETIAAN ALLAH


Nas    : 1 Tesalonika 5:24 (TB) Ia yang memanggil kamu adalah setia, Ia juga akan menggenapinya. 

_________

Panggilan Tuhan bagi semua hamba, pelayan, dan umat Tuhan untuk masuk dalam suatu persekutuan intim dengan-Nya, selalu memiliki corak, cara , serta cerita yang beragam. Panggilan ini pun menuntut perubahan dan keputusan-keputusan yang radikal dalam hidup seseorang. Tidak sampai di situ, karena panggilan ini pula lah, umat dan para hamba Tuhan telah masuk dalam suatu kehidupan yang penuh tantangan dan pergumulan bagaikan "Domba di tengah serigala". Seperti kawanan rusa yang dikelilingi oleh singa-singa buas. Sebuah panggilan menuju kematian. Panggilan yang seketika merenggut kenyamanan hidup.

          Pergumulan tiada akhir ini seringkali membuat banyak orang percaya menjadi undur, beberapa kepahitan, dan bahkan hingga menyangkal Tuhan. Pada titik kritis dalam sebuah panggilan itulah kita harus menyadari satu hal penting bahwa ketika Tuhan memanggil kita untuk persekutuan maupun pelayanan, Ia tahu semua hal dan resiko yang akan kita hadapi, maka Ia menasehatkan kita melalui kebenaran ini, "Ia yang memanggil kamu adalah setia, Ia juga akan menggenapinya". Kebenaran ini menyatakan dua hal, pertama, Tuhan yang memanggil kita itu adalah setia. Setia berarti kita tidak pernah dibiarkan sendirian atau dikhianati. Di dalam keadaan apapun Dia ada di sana bersama kita, menopang dan menghibur, menguatkan serta memimpin. Providensi serta imanensi Allah ini memberikan jaminan yang teguh bahwa kita tidak sendirian meskipun secara fisik kita tidak dapat melihat kehadiran-Nya seperti yang nyata dalam janji Tuhan, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman." (Mat. 28:20; Yoh. 14:16).

          Kebenaran kedua adalah Ia akan menyelesaikannya. Menyelesaikan apa? Menyelesaikan panggilan yang Ia nyatakan dalam hidup kita itu. Kalimat singkat ini mengungkapkan dengan jelas bahwa bukan Saudara dan saya yang menyelesaikan panggilan kita, kita tidak akan mampu, tetapi Tuhanlah yang mengerjakannya di dalam kita. Roh Kudus-Nya yang memampukan dan mendorong kita untuk menghadapi segala situasi untuk tetap berjuang dan hidup dalam panggilan itu. Kebenaran ini menyatakan dua hal, bahwa tanpa Tuhan, kita tidak akan memapu berjuang dalam panggilan kita, dan karena keadaan ketidak mampuan kita itu, maka kita perlu bersandar sepenuhnya kepada Tuhan dalam segala sesuatu. Tidak mengandalkan kemampuan kita, tetapi bergantung sepenuhnya kepada Tuhan.

           Kiranya kebenaran singkat ini mendorong kita untuk terus tekun berjuang dengan pengharapan penuh, tidak mudah kecewa, serta dapat terus berkarya bagi kemuliaan Tuhan dalam panggilan kita masing-masing di segala bidang. Amin! (yb).

Minggu, 07 Oktober 2018

RINGKASAN KHOTBAH : “FOLLOW ME!”

Nas    : Lukas 9:23,  Kata-Nya kepada mereka semua: "Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya setiap hari dan mengikut Aku.” (TB).
 
Then Jesus said to all of them, "If anyone would come after Me, he must deny himself and take up his cross daily and follow Me. (NIV).



Pendahuluan.

          Ketika kita berbicara mengenai “Follow Me” atau “Mengikut Yesus”, berarti kita sedang berbicara mengenai dua hal, yaitu mengenai “Objek” dan “Alasan”. Objeknya tentang “Siapa yang diikuti” dan alasanya, “Mengapa kita mengikutinya”. Dua hal ini menjadi pola dan pertimbangan mendasar bukan hanya dalam hal rohani namun juga dalam hal umum lainnya seperti mengapa kita menjadi follower dari seorang tokoh di Medsos, atau bergabung dengan suatu organisasi, partai, hingga berjemaat di suatu gereja. Objek dan alasan, selalu menjadi dua hal yang tak terpisahkan dalam pengambilan suatu keputusan. 

          Dalam hubungan “Ikut-mengikuti”, terdapat dua perbedaan yang signifikan antara cara-cara dunia dan cara Kristus. 

Pola Dunia dan Pola Yesus.

          Dunia dan Pengikutnya. Dalam dunia politik terdapat tiga kelompok pemilih/followers,  sosiologis, psikologis, dan rasional. Pada masa kampanye politik seperti saat ini, kalangan politisi beramai-ramai menggunakan pemetaan dari teori ini untuk “menjual” berbagai macam “dagangan dan dagelan” demi meraih simpati dan pengikut. Di sini “Objek” dan “Alasan” disajikan kepada masyarakat, mulai dari program-program spektakuler hingga ragam sandiwara yang sarat dengan intrik dan penipuan publik. Saudara, dunia memiliki seribu satu cara untuk menjaring simpati para pengikutnya, termasuk cara-cara manipulatif. Disisi lain sebagai lembaga yang diberi otoritas Ilahi, sangat disayangkan bahwa masih banyak gereja yang juga tanpa sadar memiliki cara pikir duniawi dengan menerapkan pola-pola pendekatan yang juga manipulatif. Perhatikanlah iklan-iklan yang terpampang di media-media masa, gereja-gereja modern justru sibuk memamerkan bintang tamu, pengkhotbah, mujizat, doorprize, dan sederet artis pendukung sebagai “nilay jualnya” dan daya tarik pengunjung. Kristus tidak memiliki tempat dalam kegiatan-kegiatan demikian! Suatu gagasan sekuler yang justru bertentangan dengan firman Tuhan (Yoh. 12:32), dan bahkan ditolak oleh Kristus (Mat. 7:21-23). Kristus juga tidak pernah mempraktekkan cara-cara manipulasi seperti ini untuk memperoleh simpati dari pengikut-Nya! Sangat mengerikan bahwa gereja-gereja modern justru berbangga  ketika mempraktekkan hal itu.

          Yesus dan Pengikut-Nya. lantas bagaimana cara Than Yesus berinteraksi dengan pada pengikut-Nya? Berbeda dengan cara-cara dunia yang manipulatif, Kristus tidak pernah tergiur dengan banyaknya pengikut, Dia tidak pernah terpengaruh oleh pujian dan tepuk tangan para Netizen! Tidak tergiur dengan orang-orang hebat, kaya, dan berpangkat yang berebutan untuk mengikut-Nya. Dia adalah Pribadi agung yang blak-blakan dengan siapapun tanpa takut akan kehilangan pengikut! Dia tidak pernah menawarkan program-program spektakuler seperti ahli-ahli kampanye, meskipun Ia yang merancang dan meletakan dasar bumi ini. Ia tidak mencoba untuk merangkai kata-kata indah dalam khotbah seperti seperti para orator ulung, meskipun Ia adalah Sang Firman Allah yang penuh hikmat. Ia  bahkan tidak pernah sibuk mencuri domba tetangga untuk dengan bangga memenuhi daftar member gereja-Nya seperti yang banyak dilakukan gereja-gereja modern! Tidak. Yesus tidak melakukan itu! Sebaliknya, Ia justru mengungkapkan serangkaian konsekwensi berat dan penderitaan yang akan dialami kelak jika kita bersedia mengikuti-Nya. Suatu hal yang berbanding terbalik dengan cara-cara dunia!

          David Platt mengomentari hal ini dengan nada yang lucu namun memukau. Platt mengatakan, Yesus bukanlah seorang calon pemimpin yang lihai dalam hal mencari pengikut. Bisa Saudara bayangkan jika Saudara menjadi salah satu Murid Tuhan pada saat itu Saudara pasti akan kecewa. Baimana tidak, ketika orang banyak berkerumun hendak mengikut Dia, Yesus malah mengeluarkan pernyataan-pernyataan “aneh” yang justru membuat pengikut-Nya itu mundur dengan teratur.  Mulai dari kamu harus makan daging-Ku dan minum darah-Ku, sangkal diri, pikul salibmu, oiya, juga membeci Orang tua, Saudara, anak, menjual harta, dan memberikan nyawanya. kalau kamu tidak melakukan hal-hal ini kamu tidak dapat menjadi Murid-Ku. Mungkin Murid-murid-Nya langsung berkata, “Ooh, Guru, jangan mulai lagi dengan pernyataan-pernyataan “aneh” itu! Itu hanya akan membuat orang banyak ini pergi meninggalkan kita! kita akan kehilangan banyak aset!”. Tetapi perhatikan, Yesus tidak bergeming dengan cara-cara yang manipusai untuk memperoleh keuntungan dari pengikut-Nya! Dia menawarkan harga mahal dan berat di depan, bagi siapa saja yang bersedia mengikut-Nya! Inilah gambaran dari Kristus yang sejati, Pribadi agung yang hidup dalam kebenaran tanpa manipulasi dan kompromi.  

          Sosok Kristus yang berbeda dengan Kristus yang dipopulerkan oleh gereja-gereja pemuja kemakmuran. Kristus yang tidak dapat disogok oleh banyaknya perpuluhan. Kristus yang tidak dapat diperintah-perintah, seolah-olah Dia pembantu yang siap melayani kebutuhan kita. Kristus yang disajikan Alkitab kali ini adalah Kristus yang sangat berbeda, Kristus yang menuntut dari Saudara dan saya untuk sangkal diri, pikul salib, dan mengikuti Dia setiap hari. Tidak ada kenyamanan yang ditawarkan Kristus dalam pergumulan iman umat-Nya. Ini merupakan syarat yang berat bagi seorang pengikut Kristus sejati! Maka sebelum saya melanjutkan khotbah ini, ada baiknya saya bertanya kepada Saudara, bersediakah Saudara untuk mendengarkan khotbah yang keras ini? 

Kata-Nya kepada mereka semua: "Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya setiap hari dan mengikut Aku.” (TB).

1. SANGKAL DIRI : KETIKA YANG ENAK-ENAK DILARANG.”

          Ada yang menarik dengan lagu Rhoma Irama yang berjudul “Haram”. Pada bagian reff lagu ini berbunyi demikian, Kenapa semua yang enak-enak, itu diharamkan...Kenapa semua yang asyik-asyik, itu yang dilarang”.  Terdapat nilay kebenaran universal dalam penggalan lirik lagu ini. Kebenaran universal yang menyatakan bahwa keinginan daging itu merupakan hal-hal yang paling enak, mengasikkan, dibandingkan keinginan Roh. Mengapa demikian? Karena semua manusia berada dalam kuasa dan perbudakan dosa sehingga kecenderungan hati serta perbuatannya selalu ingin berbuat dosa (Kej. 6:5; Mzm. 78:32; Rm. 6:16; 7:19-20). Dosa menjadi sesuatu yang nikmat. Ini merupakan natur manusia lama kita (Gal. 5:19). Meskipun dunia sekuler menyangkali kebenaran dari natur dosa asal ini, namun sesungguhnya tanpa sadar mereka mendengungkannya di dalam kehidupan mereka. suatu kebenaran Alkitab yang tidak dapat ditolak.

          Fakta dari kebenaran ini membawa kita kepada satu pertanyaan penting mengenai perihal tuntunan Tuhan ini, "Mengapa kita perlu menyangkal diri?" Jawabannya sederhana, karena penyangkalan diri merupakan tindakan iman yang menyatakan komitmen kita setelah lahir baru sebagai pengikut dan milik Kristus (Gal. 5:24). Apa yang “enak-enak” dalam kehidupan lama kita, kini menjadi sesuatu yang perlu disangkal, dibuang, dan diganti dengan yang baru yaitu apa yang berkenan kepada Allah (Rm. 12:2; Gal. 5:20-23). Penyangkalan diri merupakan sebuah proses pembentukan dimana kita mulai masuk dalam kehidupan yang dipimpin oleh Roh dan bukan daging.

          Ini merupakan syarat pertama sebagai seorang pengikut Kristus. Bersedia untuk menyangkal diri, suatu perjuangan seumur hidup kita untuk tekun membuang semua kebiasaan buruk dan perbuatan-perbuatan dosa serta menggantinya dengan kehidupan yang disiplin dalam kebenaran.

2. PIKUL SALIB : KETIKA PENDERITAAN MENJADI KEMULIAAN.”

         “Salib” merupakan lambang penderitaan dan kehinaan.  Hal ini digambarkan Alkitab dengan sangat jelas, Salib Kristus merupakan lambang penderitaan (1Pet 2:21; 4:13), kematian (Kis 10:39), kehinaan (Ibr 12:2), cemoohan (Mat 27:39), penolakan (1Pet 2:4) serta penyangkalan diri (Mat 16:24). 

          Memikul salib berarti sebuah panggilan untuk hidup seperti Kristus. Suatu kehidupan baru yang siap untuk menderita, dihina, dicemooh, ditolak, bahkan dalam batasan anugerah tertentu, “salib” berarti bersedia menjadi martir bagi Kristus. Beberapa minggu lalu kita mendengar mengenai berita penutupan tiga gereja di Jambi. Suatu berita yang menyayat hati karena ditengah-tengah perjuangan untuk menegakkan nilay-nilay Pancasila dan kebhinekaan, perlakukan yang diskriminatif masih saja terjadi. Reaksi beragam pun muncul dari kalangan umat Tuhan, namun satu hal yang perlu kita pahami adalah bahwa “Inilah Salib yang harus kita pikul!” Inilah harga dari mengikut Yesus yang harus kita bayar. Saudara, kita harus mengasihi Yesus sampai dunia membenci kita. Karena jika dunia belum membenci kita, itu berarti kita masih serupa dengan dunia! (Yoh. 15:19). Hal ini jangan diartikan sebagai suatu tindakan ngawur untuk mencari-cari masalah, bukan, akan tetapi suatu tindakan iman yang mencolok dan menelanjangi kegelapan dunia sehingga dunia membenci kita karena kita tidak hidup dengan cara dan sistem dunia yang korup dan gelap.

          Randy Alcorn, seorang hamba Tuhan yang juga perjuang kemanusiaan bagi hak hidup anak-anak yang ingin diaborsi memberikan kesaksian dimana ia harus memikul panggilan Tuhan ini meskipun keluarganya terancam. Ia memberikan suatu kesaksian iman yang luar biasa, Alcorn mengatakan, “Orang-orang yang berniat baik memperingatkan kami bahwa anak-anak kami akan menderita karena keputusan saya (menolak legalitas hukum aborsi). Tetapi kami percaya bahwa anak-anak menderita bukan saat orang tua mereka melakukan kehendak Allah, tetapi waktu orang tua mereka tidak melakukan kehendak Allah!” Alcorn memiliki pemahaman yang benar mengenai tanggung-jawab yang diberikan Tuhan sebagai sebuah salib yang harus ia pikul. Dan salib yang hina itu memiliki konsekwensi berat terhadap kehidupannya serta keluarga, namun ia juga menyadari bahwa tidak ada mahkota tanpa Salib, karena satu-satnya jalan untuk memperoleh mahkota kemuliaan itu haruslah melalui jalan salib.

          Seperti perjuangan Alcorn, salib Kristus harus nyata dan termanifestasikan dalam kehidupan kita. Meskipun berat namun salib adalah satu-satunya jalan menuju kemuliaan karena tidak ada mahkota tanpa  salib. Sejak perintah ini dikatakan Yesus, saat itu pula semua umat Tuhan di dunia ini bergumul dengan salib mereka masing-masing, mulai dari para Murid, Bapa-bapa gereja, dan hingga kita saat ini. Tidak ada satupun dari mereka yang tidak bergumul dengan pencobaan dan penderitaan. Kekritstenan yang sejati tidak perlah lepas dari kata ini, “Salib!”, karena itu Tuhan Yesus mengatakan bahwa siapa yang tidak memikul salibnya, ia tidak layak bagi-Ku (Mat. 10:38). Hari-hari ini sebagian besar orang percaya justru bertindak sebaliknya, mereka sedang berusaha untuk “membuang salib mereka” dengan berbagai macam cara. Satu diantaranya adalah pemahaman teologis yang keliru bahwa menjadi orang percaya pasti kaya, diberkati, dan tidak menderita. Sebuah ajaran yang menyesatkan!  Salib adalah konsekwensi logis bagi semua pengikut Kristus. Tidak memilkul salib berarti tidak menjadi murid Kristus. That’s the Christ Command!

3. “IKUT AKU : KETIKA GEMBALA MEMANGGIL.”
          “Ikut Aku”. Kata ikut/mengikut (Yun. Akoloutheite) bermakna sangat dalam. Suatu perintah yang berarti memerlukan tindakan tak putus-putus, “Hendaklah dia terus mengikut Aku” (Wycliffe). Setiap hari, di manapun kita mengikut dan menjadi pengikut Yesus. Kita membawa nama itu dan menjadi misionaris-misionaris Allah di dalam pekerjaan, sekolah, di rumah, di lingkunagn sosial. Dimanapun kita berada, jangan pernah lupa bahwa kita adalah pengikut Yesus.  
          Kata “Aku” menunjuk kepada objek dari keputusan kita. Dan objek itu adalah Yesus Kristus. Ini merupakan objek sekaligus alasan utama dan terpenting dari keputusan iman kita. Saudara, orang mungkin dapat tekun dan taat beragama, namun perhatikan, jika objek dari ketekunan dan kesalehan agama itu keliru, maka hal itu tidak berfaedah sama sekali. Dengan kata lain, sesaleh apapun hidup keagamaan seseorang, sebesar apapun penderitaan yang dia bayar untuk imannya itu, namun jika Tuhan yang ia sembah adalah objek yang salah, maka kesalehan dan imannya yang baik itu tidak memiliki arti apapun. Banyak orang bergama di dunia ini yang sangat baik dan saleh, namun sayang fokus imannya keliru. Untuk menegaskan dan menghindari kekeliruan itu, maka dua kata ini (“Ikut Aku!”) menjadi hal yang sangat penting dan krusial bagi iman Kisten. Setelah sangkal diri dan pikul salib, Tuhan Yesus melanjutkan dengan kalimat penutup sebagai objek dari tindakan ketaatan itu, “Ikut Aku!”. Yesus adalah objek serta alasan dari iman dan pengharapan kita, karena Dia adalah satu-satunya Jalan, Kebenaran, dan kehiidupan (Yoh. 14:6). Mengikuti Dia berarti kita berada di jalan yang tepat menuju kekekalan. Ia adalah Objek sekaligus alasan utama mengapa Saudara dan saya mengikut-Nya.
Penutup.
          Menjadi pengikut Yesus bukan hanya sekedar datang, duduk, diam, dengar pulang. Bukan juga sekedar berjalan "lenggang kangkung" tanpa beban dibelakang Sang Gembala agung, namun ada tanggung-jawab di sana, tanggung jawab untuk berjalan sambil menyangkal diri, dan memilkul salib setiap hari. Ini merupakan panggilan dari pengikut Yesus yang sejati. Menjadi pengikut Yesus tidaklah mudah karena membutuhkan totalitas, komitmen yang teguh, serta daya tahan yang kuat, karena hal ini berlangsung seumur hidup kita dan dalam setiap keadaan. Tentu saja secara manusia kita tidak akan mampu, namun karena  penyertaan dan karya Allah Tritunggal jugalah, maka kita dimampukan untuk dapat tekun mengikut Kristus sampai di garis akhir kehidupan kita (Yoh. 14:26; 16:13; Fil. 2:23; Ibr. 12:2).  Kiranya kasih dan anugerah Allah memampukan Saudara dan saya selalu. Amin!
Soli Deo Gloria!
_______________
Nb. Tulisan ini merupakan ringkasan khotbah yang penulis sampaikan dalam kegiatan Ibadah Youth di GPI Immanuel, Bdg.