Rabu, 23 Mei 2018

RENUNGAN : MENGHORMATI OTORITAS

Nas : 1 Samuel 24:5, 7 (TB), Lalu berkatalah orang-orangnya kepada Daud: "Telah tiba hari yang dikatakan TUHAN kepadamu: Sesungguhnya, Aku menyerahkan musuhmu ke dalam tanganmu, maka perbuatlah kepadanya apa yang kaupandang baik." Maka Daud bangun, lalu memotong punca jubah Saul dengan diam-diam. ... lalu berkatalah ia kepada orang-orangnya: "Dijauhkan TUHANlah kiranya dari padaku untuk melakukan hal yang demikian kepada tuanku, kepada orang yang diurapi TUHAN, yakni menjamah dia, sebab dialah orang yang diurapi TUHAN."

Baca : 1 Saumuel 24.

__________

         Kehidupan sosial umat manusia tidak terlepas dari hubungannya dengan suatu otoritas. Di mana pun kita bergerak dan beraktifitas, di sana kita akan selalu berada di bawah suatu otoritas tertentu. Dalam lembaga kenegaraan, sistem organisasi hingga gereja Tuhan pun, kita akan menjumpai pemimpin-pemimpin sebagai pemegang otoritas. Kenyataan bahwa mereka yang memegang kendali atas otoritas yang diemban terkadang tidak selalu memuaskan semua orang, pada akhirnya menimbulkan berbagai macam respons—baik positf maupun negatif—terhadap otoritas tersebut. Tak terkecuali dalam konteks iman Kristen. Karena umat Tuhan pun merupakan bagian dari suatu masyarakat yang hidup dalam lingkup suatu otoritas tertentu, maka kita pun secara naluriah akan memberikan respons terhadap fenomena yang terjadi, seperti sikap Daud dalam merespons kekejaman raja Saul terhadap dirinya.

         Tidak banyak orang yang memiliki sikap hati yang lembut dan peka terhadap kehendak Tuhan seperti Daud, apalagi jika hal tersebut berhubungan dengan perebutan kekuasaan. Dalam bacaan di atas kita melihat suatu teladan yang luar biasa dari Daud ketika merespons raja Saul yang datang dengan ribuan pasukan khusus untuk membunuhnya. Para pengikutnya pun telah menyadari waktu Tuhan baginya untuk menghabisi raja Saul telah tiba, "Telah tiba hari yang dikatakan TUHAN kepadamu: Sesungguhnya, Aku menyerahkan musuhmu ke dalam tanganmu, maka perbuatlah kepadanya apa yang kaupandang baik". Suatu ajuran untuk menghabisi Saul, lawan politiknya, rivalnya, dan orang yang dengan ambisi tinggi berulang kali berusaha membunuhnya. Namun Daud memiliki cara pandang yang jauh lebih besar dari ambisi politis dan pembalasan dendamnya. Daud memiliki cara pandang Tuhan! alih-alih Daud membunuh saul, ia malah memotong ujung jubah Saul sebagai bukti bahwa ia mengasihi dan menghormati Saul. Perhatikan jawaban Daud, "Dijauhkan TUHANlah kiranya dari padaku untuk melakukan hal yang demikian kepada tuanku, kepada orang yang diurapi TUHAN, yakni menjamah dia, sebab dialah orang yang diurapi TUHAN." Luar biasa respons Daud. Setidaknya dari jawaban Daud ini kita menjumpai tiga hal penting tentang karakter Daud. Pertama, Ia memiliki hati yang mudah mengampuni. Meskipun Daud menjadi buronan dan hidup dikejar-kejar teror kematian dari Saul, namun ketika memiliki kesempatan emas untuk membunuh Saul, Daud tidak melakukannya, sebaliknya ia ingin menunjukan kebesaran hatinya dalam hal pengampunan. Daud telah menggenapi Firman yang disampaikan Tuhan Yesus 1000 tahun kemudian perihal mengampuni musuh dan mengasihi mereka! (Mat. 5:44). Sayangnya banyak di antara umat Tuhan yang justru sulit mengampuni. Jangankan untuk mengampuni musuh yang ingin mencelakakan, jempol kaki yang tidak sengaja terinjak pun kadang menimbulkan dendam dan sakit hati berbulan-bulan. Sangat disayangkan!

         Kedua, ia masih menghormati Saul sebagai raja, meskipun dihadapan Tuhan, Daud lah raja baru yang telah diurapi untuk menggantikan Saul. Darimana kita tahu akan hal ini? Dari perkataan Daud di atas, perhatikan ungkapannya ini, "Dijauhkan TUHANlah kiranya dari padaku untuk melakukan hal yang demikian kepada tuanku,”. Kata “tuanku” memberikan indikasi yang kuat kepada kita bahwa secara otoritas kepemimpinan Daud masih menganggap saul sebagai Rajanya! Daud dengan penuh rasa hormat tidak menyebutkan nama Saul tetapi menggantinya dengan sebutan kehormatan, “tuanku” di hadapan pengikutnya. Bukankah ini suatu sikap yang luar biasa? Saudara, kecenderungan sikap manusia yang disakiti adalah membalas dengan bebagai macam hal, termasuk mengganti nama musuhnya dengan sebutan-sebutan yang tidak pantas, namun Daud tidak! Hal ini seharusnya merupakan suatu pelajaran berharga bagi umat Tuhan. Otoritas di atas kita mungkin saja melakukan hal-hal yang tidak sejalan dengan kita, namun penghormatan kepada otoritas yang Tuhan berikan bagi mereka tidak boleh hilang. Sederhananya, emosi tidak boleh mempengaruhi respon kita terhadap otoritas kita, apalagi sampai merendahkan mereka dengan istilah-istilah yang menjatuhkan. Ini bukanlah gaya hidup seorang anak Tuhan. Sebagai seorang anak Tuhan, kita harus bersikap seperti Daud, tetap menghormati meski disakiti. Itu baru luar biasa!

        Dan ketiga, Daud menghargai dan menghormati pengurapan Tuhan atas Saul. Pada ayat selanjutnya, Daud melanjutkan kalimat yang luar biasa ini, “...kepada orang yang diurapi TUHAN, yakni menjamah dia, sebab dialah orang yang diurapi TUHAN.". Daud mengulangi kata “yang diurapi TUHAN” sebanyak dua kali dalam kalimat ini. Artinya persoalan urapan Tuhan atas otoritas itu penting untuk dihormati! Saudara, sikap hati demkian yang menghindarkan Daud dari kesombongan rohani. Daud menghormati otoritas orang yang diurapi Tuhan, meskipun otoritas tersebut telah menyimpang. Daud bisa saja mengatakan kepada Saul, “Boss, emangnya Lu doang yang diurapi, Gw juga di urapi Boss. Bahkan Gw lebih hebat dari Lu, Lu bunuh ribuan orang filistin, Gw berlaksa-laksa Boss”. Tetapi Daud tidak menjadi sombong dan tinggi hati, Ia bahkan memohon semoga Tuhan menjauhkan rencana demikian, "Dijauhkan TUHANlah kiranya dari padaku untuk melakukan hal yang demikian’. Daud mengerti bahwa pengurapan Tuhan itu tetap ada dalam diri Saul, sebelum Tuhan sendiri yang “memanggil” Saul pulang. Sayang disayang, terlalu banyak hamba Tuhan, pelayan, dan Gereja yang justru berbanding terbalik dengan sikap Daud. Merasa diri diurapi Tuhan, merasa gerejanya paling hebat, merasa yang hamba Tuhan lain bukan “hamba Tuhan”. Suatu sikap yang justru sama dengan Saul, tinggi hati!

       Daud meninggalkan pelajaran penting kepada kita tentang bagaimana merespons otoritas yang menyimpang. Baik terhadap otoritas Pemerintahan, Pekerjaan, Gereja, dan keluarga, sikap hati seperti Daud—Mengampuni dan menghormati—merupakan pengajaran kebenaran firman Tuhan yang perlu kita teladani, meskipun kurang menyenangkan dan terkadang pahit. Namun bukankah pengampunan itu seperti obat yang meskipun pahit namun menyembuhkan? Bukankah penghormatan kepada otoritas yang Tuhan pilih itu sama halnya dengan penghormatan kepada Tuhan? Perhatikanlah di sekeliling kita dengan seksama, hari-hari ini kita banyak menyaksikan berbagai respons negatif dengan berbagai meme dan hoax yang beredar terhadap otoritas di atas kita. Karena tidak ada otoritas yang tidak berasal dari Allah, maka sekali lagi meresponlah dengan sikap hati yang sesuai dengan kebenaran firman Tuhan seperti Daud, bukan seperti arus dunia ini yang tidak mengenal Tuhan. Amin!

Tuhan Yesus memberkati kita,
Salam,
yb.

Selasa, 22 Mei 2018

RENUNGAN : SERUAN BERITA INJIL

#PENTAKOSTA.

Nas : Kisah Para Rasul 2:3-4, 38 (TB) dan tampaklah kepada mereka lidah-lidah seperti nyala api yang bertebaran dan hinggap pada mereka masing-masing. Maka penuhlah mereka dengan Roh Kudus, lalu mereka mulai berkata-kata dalam bahasa-bahasa lain, seperti yang diberikan oleh Roh itu kepada mereka untuk mengatakannya. ..... Jawab Petrus kepada mereka: "Bertobatlah dan hendaklah kamu masing-masing memberi dirimu dibaptis dalam nama Yesus Kristus untuk pengampunan dosamu, maka kamu akan menerima karunia Roh Kudus.

Baca: Kisah Para Rasul 2.

_______________

 .         Pentakosta merupakan titik awal dimana para Rasul diperlengkapi untuk memulai perjalanan misi Gereja purba. Itu sebabnya salah satu dari tiga pilar utama Gereja adalah "Marturia", kesaksian berita Injil yang sesuai dengan amanat agung dimulai pada peristiwa ini. Pentakosta memang berbicara mengenai kuasa Roh Kudus yang memenuhi dan memperlengkapi umat Tuhan dengan berbagai macam kuasa dan karunia Roh, namun perlu diperhatikan bahwa kesaksian Alkitab tidak pernah memisahkan kuasa dan karunia Roh Kudus dengan pemberitaan Injil meskipun di beberapa denominasi gereja memisahkan keduanya (atau menekankan secara berlebihan pada kuasa Roh Kudus semata). Penekanan yang ekstrem pada karunia Roh Kudus dan mengabaikan misi Injil dalam merayakan hari Pentakosta, akan berakibat kesesatan dan mistisisme.

           Gambaran kebenaran ini dengan sangat jelas terlihat dalam bacan di atas. Setelah Rasul-rasul menerima kuasa Roh Kudus, mereka kemudian memberitakan Injil kepada semua suku bangsa di sekitar mereka. Penekanan utama yang terlihat dalam khotbah Petrus tentang keselamatan yang dijanjikan oleh Allah melaui nubuatan para nabi PL kini telah tergenapi dalam Kristus. Undangan kasih dan pengampunan Allah pada berita Injil itu dibentangkan melalui peristiwa Pentakosta bagi dunia. Maka seruan Petrus pada saat Pentakosta ini, "Bertobatlah dan hendaklah kamu masing-masing memberi dirimu dibaptis dalam nama Yesus Kristus untuk pengampunan dosamu," merupakan kelanjutan dari seruan berita Injil yang disampaikan pasca mereka menerima kuasa Roh Kudus. Kalimat “lidah-lidah seperti nyala api yang bertebaran dan hinggap pada mereka masing-masing” merupakan gambaran simbolis mengenai kuasa dan otoritas Roh Kudus yang mentransformasi mereka sehingga dengan sukacita dan semangat yang kuat mereka pergi memberitakan Injil ke seluruh penjuru dunia.

 .         Karena hasil pemberitaan Injil yang dimulai pada peristiwa Pentakosta inilah, Saudara dan saya menerima anugerah keselamatan Allah di dalam Kristus. Karena darah dan air mata yang dibayar oleh para Rasul dan para Martir pendahulu kita lah, hari ini kita dapat berjumpa dengan Tuhan dan menikmati berkat-berkat-Nya. Maka hal yang paling penting ini perlu diperhatikan; Gereja yang sehat adalah Gereja yang dipenuhi dan dipimpin oleh Roh Kudus untuk tetap dengan tekun dan setia memberitakan Injil seperti kebenaran di atas. Berita Injil adalah berita tentang kehidupan! Untuk itu Gereja yang tidak memberitakan Injil sudah pasti memberitakan kematian! Berita Injil (kabar baik tentang keselamatan di dalam Kristus) adalah satu-satunya alasan mengapa kita merayakan hari Pentakosta. Dan salah satu ciri utama dari umat Tuhan yang telah menerima kuasa Roh Kudus adalah menjadi saksi Kristus. Bagaimana dengan kita, Sudahkah kita menjadi saksi-saksi Kristus?

Semoga Roh Kudus memampukan kita. Amin!

Salam,
yb.

RENUNGAN: MENJADI SAKSI KRISTUS

#PRA-PENTAKOSTA

Nas : Kisah Para Rasul 1:8 (TB), Tetapi kamu akan menerima kuasa, kalau Roh Kudus turun ke atas kamu, dan kamu akan menjadi saksi-Ku di Yerusalem dan di seluruh Yudea dan Samariadan sampai ke ujung bumi."

Baca: Kisra Para Rasul 1.

_______________


 .         Menjadi saksi Kristus adalah salah satu panggilan utama bagi semua umat Tuhan di segala zaman. Sebuah panggilan tugas yang tidak mudah karena harus berhadapan dengan berbagai macam tantangan dan penganiayaan. Dalam Injil Matius, Tuhan Yesus sendiri telah memperlihatkan gambaran ladang tempat pelayanan itu, suatu ladang pelayanan yang gelap dan dipenuhi dengan serigala-serigala buas (Mat. 10:16). Meski demikian, Tuhan Yesus tidak pernah mengutus tanpa memperlengkapi, Ia memang kembali ke sorga namun tidak membiarkan kita berjuang sendirian. Itu sebabnya, sebelum peristiwa kenaikan, Ia berjanji untuk mengutus "Seorang Penolong" yang lain bagi kita yaitu Roh Kudus. Pribadi Allah yang akan menyertai, memimpin, mengajar, dan memberikan kuasa bagi umat Tuhan. Ia tahu betapa terbatasnya kita dalam segala hal, maka Ia tidak membiarkan kita berjuang sendiri.

 .          Dalam pengajaran kontemporer mengenai peranan serta kuasa Allah Roh Kudus saat ini, harus diakui bahwa telah terjadi banyak sekali pergeseran makna teologis. Banyak hamba-hamba Tuhan yang berlomba-lomba untuk memperoleh karunia Roh namun dengan aplikasi yang keliru. Saya katakan keliru karena karunia dan kuasa yang diberikan tersebut justru sangat dominan dipergunakan untuk meraup popularitas, dan kepentingan-kepentingan "promo" gereja lokal. Sangat menyedihkan! Sementara tujuan utama dari kuasa dan karunia Roh Kudus itu justru harus bermuara pada kemulian Tuhan dan berita Injil. Maka, sebesar apapun suatu gereja, semegah apapun suatu Ibadah, sehebat apapun hamba Tuhannya, namun jika tidak berpusat pada kemuliaan Tuhan, hal tersebut sudah dapat dipastikan menyesatkan. Dasar dari kebenaran ini berakar pada ayat di atas. Perhatikan, perihal "Kuasa" berhubungan dengan Roh Kudus sebagai Sang pemberi. Artinya tanpa peranan Roh Kudus, kita tidak dapat dan tidak sanggup untuk berhadapan dengan kuasa jahat dalam dunia ini. Kita perlu Pribadi Roh Kudus, karena eksistensi hidup kita bergantung sepenuhnya pada-Nya. Kemudian setelah diberi kuasa, maka Saudara dan saya dituntut untuk menjadi "saksi Kristus", bukan untuk pamer karunia, bukan untuk menunjukan bahwa saya dapat berbahasa Roh, bernubuat, penglihatan, dll, tetapi "Pergi!" untuk mejadi saksi Kristus di dalam dunia yang gelap itu. Hari-hari ini sudah terlalu banyak orang yang "pamer karunia Roh" di dalam gereja, namun sangat malas untuk memberitakan Injil di luar gereja. Perhatikan bagaimana Tuhan Yesus haru berjalan mengelilingi perkampungan, bahakan menyeberangi danau dan diterjang badai hanya untuk menyelamatkan seorang pendosa di Gerasa. Lihat juga pelayanan para Rasul yang melintasi benua-benua di dunia ini hanya demi menyampaikan berita Injil, bukankah hal ini berbanding terbalik dengan keadaan gereja saat ini? Saudara, tujuan utama karunia Roh Kudus (terutama yang menyangkut karunia kesembuhan dan exorcisme) adalah untuk meneguhkan kebenaran dari isi berita Injil. Karunia-karunia Roh itu menjadi materai otoritas Allah yang melegitimasi kebenaran berita yang disampaikan itu sehingga tidak ada satu kuasa apapun di dalam dunia ini yang mampu berhadapan dengan orang percaya ketika berita Injil yang murni disampaikan (saya gunakan tambahan kata "Murni", karena saat ini juga banyak "injil palsu" yang bukan meninggikan Kristus tetapi meninggikan kedagingan dan kemakmuran). Ini merupakan pesan utama dari karunia dan kuasa Roh Kudus yang sejati.

 .          Sementara pada bagian kedua, adalah perihal menjadi "saksi Kristus". untuk menjadi saksi Kristus memang bukanlah hal yang mudah, itu sebabnya sepanjang sejarah gereja kita menjumpai akhir dari kehidupan para saksi Kristus ini mengalami penganiayaan dan kematian dengan cara tragis (Bdk. dgn. sejarah kemartyran para Rasul dan Bapa-bapa gereja purba). Kata "Saksi" pada ayat di atas dalam bahasa Yunani menggunakan kata "Martus", yang secara sederhana dapat diartikan sebagai "Orang yang memberi kesaksian tentang suatu peristiwa yang ia saksikan secara langsung". Dari kata ini pulalah kita mengenal kata "Martyr" yang dalam pemahaman kristiani berarti seseorang yang wafat dengan mempertahankan imannya akan kebenaran di dalam Kristus, meskipun harus dibayar dengan nyawa. Suatu pemahaman yang berbanding terbalik dengan paham-paham kaum fundamentalis yang juga menggunakan kata "Martyr" namun berdiri di atas dasar kebrutalan. Meskipun sulit, namun kita pasti mampu menjadi saksi-Nya karena kuasa dan peranan Roh Kudus yang memimpin kita. Bukankah para Rasul dan Umat Tuhan terdahuku juga telah mengalaminya dan telah menang karena kuasa Roh Kudus?!

              Dan hal penting lainnya yang perlu diperhatikan adalah karena kesaksian bukan hanya secara lisan dalam penyampaian berita Injil, namun juga dapat termanifestasi dalam kehidupan kita, maka kehidupan pribadi kita pun perlu diperhatikan. Suatu kehidupan yang harus dibaharui dalam kebenaran berita Injil oleh karya Roh Kudus, dan yang kemudian termanifestasikan hingga menjangkau ke "Yerusalem, Yudea, Samaria dan sampai ke ujung bumi." Maka ketika kita berbicara mengenai kesaksian kristiani, hal ini haruslah mencakup keselarasan antara kebenaran berita Injil yang disampaikan dan prilaku hidup yang berpadan dengan berita Injil itu sendiri. Dalam masa perenungan Pra-Pentakosta ini, kiranya kita dapat memperbaharui diri, serta mempergunakan karunia Roh Kudus untuk menjadi saksi-saksi Kristus dalam tugas, lingkungan, dan panggilan kita masing-masing dengan benar sesuai kebenaran firman Tuhan. Kiranya Tuhan memampukan kita, Amin!

Selamat jelang hari Pentakosta, Tuhan Yesus memberkati kita,

Salam,
yb.

Selasa, 08 Mei 2018

RENUNGAN : KEMULIAAN KRISTUS

Nas : Markus 16:19-20 (TB), Sesudah Tuhan Yesus berbicara demikian kepada mereka, terangkatlah Ia ke sorga, lalu duduk di sebelah kanan Allah. Mereka pun pergilah memberitakan Injil ke segala penjuru, dan Tuhan turut bekerja dan meneguhkan firman itu dengan tanda-tanda yang menyertainya.

____________

 Sepanjang sejarah perjalanan umat manusia yang dicatat oleh kitab suci, hanya terdapat tiga orang yang diangkat ke sorga. Pertama Henok, kedua Elia, dan ketiga Tuhan Yesus. Namun Alkitab juga menekankan perbedaan yang signifikan pada ketiga tokoh ini. Henok dan Elia adalah manusia biasa yang telah membangun hubungannya sedemikian rupa dengan Tuhan sehingga kedua hamba Tuhan ini diberi anugerah khusus terangkat ke sorga. Sementara Kristus sangat berbeda. Ia bukan berasal dari dunia ini karena Ia telah ada "sebelum Abraham jadi" (Yoh. 8:58). Ia datang dari "atas" dan bukan dari dunia ini (Yoh. 8:23). Ia keluar dan datang dari Bapa (Yoh. 8:42). Ia telah memiliki kemuliaan sebelum dunia ini ada (Yoh. 17:5). Dalam konteks ini lah Tuhan Yesus dibedakan dengan manusia manapun termasuk Henok dan Elia. Ia bukan diangkat karena memperoleh anugerah seperti Henok dan Elia, akan tetapi Ia pulang ke dalam kemuliaan-Nya yang kekal (Lihat: Yoh. 17:5).Suatu penekanan pada keunikan akan hakikat keilahian dan kemuliaan Kristus.

 Dalam bacaan Injil di atas, Markus memperlihatkan kemuliaan Kristus dengan menggunakan bahasa simbolik dalam konteks pembacanya Jemaat di Roma yang kental dengan konsep Raja, yaitu dengan ungkapan "duduk di sebelah kanan Allah". "Duduk di sebelah kanan Allah" merupakan ungkapan pengharapan yang ditujukan bagi Sang Mesias, Anak Allah yang berkuasa, layaknya seorang pangeran yang memegang kekuasaan dan diberi kehormatan untuk sama-sama duduk bersanding berdampingan dengan takhta kemuliaan Allah. Hal ini juga tercermin dalam Injil Matius dengan mengutip perkataan Tuhan Yesus dengan sangat gamblang, "Kepada-Ku telah diberikan segala kuasa di sorga dan di bumi" (Mat. 28:18). Segala kuasa di sorga dan di bumi ada dalam kedaulatan Tuhan Yesus Kristus! Ketika peristiwa kenaikan, Yesus yang dikenal umat Israel pada saat itu seketika berubah total! Ia yang dahulu memasuki kehidupan fana untuk melaksanakan misi keselamatan dengan jalan penderitaan, hinaan, dan cemohan, kini telah kembali mengenakan kemuliaan-Nya sebagai Anak Allah yang maha tinggi (Fil. 2:6-8). Itu sebabnya Ia layak di sembah dan ditinggikan!

 Kedua pernyataan Injil ini mengambarkan kemuliaan Kristus yang tiada tara, yang mana sekaligus menegaskan bahwa Ia berbeda dengan tokoh atau nabi siapa pun yang pernah hidup. Selidikilah hal ini dengan serius; manusia manakah yang memiliki kemuliaan kekal, telah ada "sebelum Abraham jadi", dipermuliakan dengan duduk di sebelah kanan Allah, serta berkuasa di sorga dan di bumi? Hanya Yesus Kristus, Tuhan kita. Kemuliaan Kristus ini bukan hanya menjadi dasar pengharapan umat Tuhan, akan tetapi juga menjadi dasar misi kekristenan. Dengan kata lain, bertolak dari otoritas Kristus yang memegang kuasa di sorga dan di bumi, maka pertama, jaminan akan kehidupan di dunia ini dan dunia akan datang berada dalam kedaulatan Kristus. Karena hidup dan mati kita ada dalam kuasa Kristus, maka kita tidak perlu takut dan khawatir. Kedua, kemuliaan dan kedaulatan Kristus tersebut menjadi dasar kebenaran mutlak untuk kita menyampaikan undangan dan janji keselamatan bagi bangsa-bangsa seperti perintah Kristus di atas, "Pergilah memberitakan Injil ke segala penjuru!". Kekristenan yang sejati harus menyadari tanggung-jawabnya dalam melaksanakan misi agung ini. Kristus tidak memanggil umat-Nya untuk membangun bangunan dan tembok gereja yang tinggi dan megah, sampai-sampai tertutup bagi dunia yang gelap. Kemuliaan-Nya yang memanggil dan menerangi gereja itu justru diperuntukkan kepada mereka yang terhilang. Semoga kemuliaan Kristus terus terpancar dalam gereja-Nya sehingga banyak orang diselamatkan. Soli Deo Gloria! Amin.

Selamat hari kenaikan Tuhan Yesus Kristus.
Salam,
yb.