Nas : 1 Samuel 24:5, 7 (TB), Lalu berkatalah orang-orangnya kepada Daud: "Telah tiba hari yang dikatakan TUHAN kepadamu: Sesungguhnya, Aku menyerahkan musuhmu ke dalam tanganmu, maka perbuatlah kepadanya apa yang kaupandang baik." Maka Daud bangun, lalu memotong punca jubah Saul dengan diam-diam. ... lalu berkatalah ia kepada orang-orangnya: "Dijauhkan TUHANlah kiranya dari padaku untuk melakukan hal yang demikian kepada tuanku, kepada orang yang diurapi TUHAN, yakni menjamah dia, sebab dialah orang yang diurapi TUHAN."
Baca : 1 Saumuel 24.
Baca : 1 Saumuel 24.
__________
Kehidupan sosial umat manusia tidak terlepas dari hubungannya dengan suatu otoritas. Di mana pun kita bergerak dan beraktifitas, di sana kita akan selalu berada di bawah suatu otoritas tertentu. Dalam lembaga kenegaraan, sistem organisasi hingga gereja Tuhan pun, kita akan menjumpai pemimpin-pemimpin sebagai pemegang otoritas. Kenyataan bahwa mereka yang memegang kendali atas otoritas yang diemban terkadang tidak selalu memuaskan semua orang, pada akhirnya menimbulkan berbagai macam respons—baik positf maupun negatif—terhadap otoritas tersebut. Tak terkecuali dalam konteks iman Kristen. Karena umat Tuhan pun merupakan bagian dari suatu masyarakat yang hidup dalam lingkup suatu otoritas tertentu, maka kita pun secara naluriah akan memberikan respons terhadap fenomena yang terjadi, seperti sikap Daud dalam merespons kekejaman raja Saul terhadap dirinya.
Tidak banyak orang yang memiliki sikap hati yang lembut dan peka terhadap kehendak Tuhan seperti Daud, apalagi jika hal tersebut berhubungan dengan perebutan kekuasaan. Dalam bacaan di atas kita melihat suatu teladan yang luar biasa dari Daud ketika merespons raja Saul yang datang dengan ribuan pasukan khusus untuk membunuhnya. Para pengikutnya pun telah menyadari waktu Tuhan baginya untuk menghabisi raja Saul telah tiba, "Telah tiba hari yang dikatakan TUHAN kepadamu: Sesungguhnya, Aku menyerahkan musuhmu ke dalam tanganmu, maka perbuatlah kepadanya apa yang kaupandang baik". Suatu ajuran untuk menghabisi Saul, lawan politiknya, rivalnya, dan orang yang dengan ambisi tinggi berulang kali berusaha membunuhnya. Namun Daud memiliki cara pandang yang jauh lebih besar dari ambisi politis dan pembalasan dendamnya. Daud memiliki cara pandang Tuhan! alih-alih Daud membunuh saul, ia malah memotong ujung jubah Saul sebagai bukti bahwa ia mengasihi dan menghormati Saul. Perhatikan jawaban Daud, "Dijauhkan TUHANlah kiranya dari padaku untuk melakukan hal yang demikian kepada tuanku, kepada orang yang diurapi TUHAN, yakni menjamah dia, sebab dialah orang yang diurapi TUHAN." Luar biasa respons Daud. Setidaknya dari jawaban Daud ini kita menjumpai tiga hal penting tentang karakter Daud. Pertama, Ia memiliki hati yang mudah mengampuni. Meskipun Daud menjadi buronan dan hidup dikejar-kejar teror kematian dari Saul, namun ketika memiliki kesempatan emas untuk membunuh Saul, Daud tidak melakukannya, sebaliknya ia ingin menunjukan kebesaran hatinya dalam hal pengampunan. Daud telah menggenapi Firman yang disampaikan Tuhan Yesus 1000 tahun kemudian perihal mengampuni musuh dan mengasihi mereka! (Mat. 5:44). Sayangnya banyak di antara umat Tuhan yang justru sulit mengampuni. Jangankan untuk mengampuni musuh yang ingin mencelakakan, jempol kaki yang tidak sengaja terinjak pun kadang menimbulkan dendam dan sakit hati berbulan-bulan. Sangat disayangkan!
Kedua, ia masih menghormati Saul sebagai raja, meskipun dihadapan Tuhan, Daud lah raja baru yang telah diurapi untuk menggantikan Saul. Darimana kita tahu akan hal ini? Dari perkataan Daud di atas, perhatikan ungkapannya ini, "Dijauhkan TUHANlah kiranya dari padaku untuk melakukan hal yang demikian kepada tuanku,”. Kata “tuanku” memberikan indikasi yang kuat kepada kita bahwa secara otoritas kepemimpinan Daud masih menganggap saul sebagai Rajanya! Daud dengan penuh rasa hormat tidak menyebutkan nama Saul tetapi menggantinya dengan sebutan kehormatan, “tuanku” di hadapan pengikutnya. Bukankah ini suatu sikap yang luar biasa? Saudara, kecenderungan sikap manusia yang disakiti adalah membalas dengan bebagai macam hal, termasuk mengganti nama musuhnya dengan sebutan-sebutan yang tidak pantas, namun Daud tidak! Hal ini seharusnya merupakan suatu pelajaran berharga bagi umat Tuhan. Otoritas di atas kita mungkin saja melakukan hal-hal yang tidak sejalan dengan kita, namun penghormatan kepada otoritas yang Tuhan berikan bagi mereka tidak boleh hilang. Sederhananya, emosi tidak boleh mempengaruhi respon kita terhadap otoritas kita, apalagi sampai merendahkan mereka dengan istilah-istilah yang menjatuhkan. Ini bukanlah gaya hidup seorang anak Tuhan. Sebagai seorang anak Tuhan, kita harus bersikap seperti Daud, tetap menghormati meski disakiti. Itu baru luar biasa!
Dan ketiga, Daud menghargai dan menghormati pengurapan Tuhan atas Saul. Pada ayat selanjutnya, Daud melanjutkan kalimat yang luar biasa ini, “...kepada orang yang diurapi TUHAN, yakni menjamah dia, sebab dialah orang yang diurapi TUHAN.". Daud mengulangi kata “yang diurapi TUHAN” sebanyak dua kali dalam kalimat ini. Artinya persoalan urapan Tuhan atas otoritas itu penting untuk dihormati! Saudara, sikap hati demkian yang menghindarkan Daud dari kesombongan rohani. Daud menghormati otoritas orang yang diurapi Tuhan, meskipun otoritas tersebut telah menyimpang. Daud bisa saja mengatakan kepada Saul, “Boss, emangnya Lu doang yang diurapi, Gw juga di urapi Boss. Bahkan Gw lebih hebat dari Lu, Lu bunuh ribuan orang filistin, Gw berlaksa-laksa Boss”. Tetapi Daud tidak menjadi sombong dan tinggi hati, Ia bahkan memohon semoga Tuhan menjauhkan rencana demikian, "Dijauhkan TUHANlah kiranya dari padaku untuk melakukan hal yang demikian’. Daud mengerti bahwa pengurapan Tuhan itu tetap ada dalam diri Saul, sebelum Tuhan sendiri yang “memanggil” Saul pulang. Sayang disayang, terlalu banyak hamba Tuhan, pelayan, dan Gereja yang justru berbanding terbalik dengan sikap Daud. Merasa diri diurapi Tuhan, merasa gerejanya paling hebat, merasa yang hamba Tuhan lain bukan “hamba Tuhan”. Suatu sikap yang justru sama dengan Saul, tinggi hati!
Daud meninggalkan pelajaran penting kepada kita tentang bagaimana merespons otoritas yang menyimpang. Baik terhadap otoritas Pemerintahan, Pekerjaan, Gereja, dan keluarga, sikap hati seperti Daud—Mengampuni dan menghormati—merupakan pengajaran kebenaran firman Tuhan yang perlu kita teladani, meskipun kurang menyenangkan dan terkadang pahit. Namun bukankah pengampunan itu seperti obat yang meskipun pahit namun menyembuhkan? Bukankah penghormatan kepada otoritas yang Tuhan pilih itu sama halnya dengan penghormatan kepada Tuhan? Perhatikanlah di sekeliling kita dengan seksama, hari-hari ini kita banyak menyaksikan berbagai respons negatif dengan berbagai meme dan hoax yang beredar terhadap otoritas di atas kita. Karena tidak ada otoritas yang tidak berasal dari Allah, maka sekali lagi meresponlah dengan sikap hati yang sesuai dengan kebenaran firman Tuhan seperti Daud, bukan seperti arus dunia ini yang tidak mengenal Tuhan. Amin!
Tuhan Yesus memberkati kita,
Salam,
yb.