Minggu, 08 November 2020

RENUNGAN: "PENCARIAN SANG GEMBALA"

 


PENCARIAN SANG GEMBALA

Akulah gembala yang baik; gembala yang baik memberikan nyawa-Nya bagi domba-domba (Yoh. 10:11). "Siapakah di antara kamu yang mempunyai seratus ekor domba, dan jikalau ia kehilangan seekor di antaranya, tidak meninggalkan yang sembilan puluh sembilan ekor di padang gurun dan pergi mencari yang sesat itu sampai ia menemukannya?  Dan kalau ia telah menemukannya, ia meletakkannya di atas bahunya dengan gembira, dan setibanya di rumah ia memanggil sahabat-sahabat dan tetangga-tetangganya serta berkata kepada mereka: Bersukacitalah bersama-sama dengan aku, sebab dombaku yang hilang itu telah kutemukan.  Aku berkata kepadamu: Demikian juga akan ada sukacita di sorga karena satu orang berdosa yang bertobat, lebih dari pada sukacita karena sembilan puluh sembilan orang benar yang tidak memerlukan pertobatan." (Luk. 15:4-7).

_______________

            Sewaktu di Ambon, keluarga kami memiliki peliharaan beberapa ekor anjing. Beberapa waktu kemudian salah satu anjing peliharaan kami itu melahirkan sekitar lima ekor anak. Kebetulan di depan rumah kami terdapat selokan yang dalamnya kira-kira 1 M. Sekali waktu, salah satu anak anjing itu bermain di dekat selokan itu dan jatuh ke dalamnya. Anak anjing itu terus saja merang-raung hingga induknya kemudian berdiri di depan selokan itu dengan gesture yang gelisah karena tidak dapat menolongnya. Mengendar raungan anak anjing yang tidak kunjung henti itu, saya kemudia keluar menghampirinya, masuk ke dalam selokan tersebut dan mengangkatnya.

            Kisah singkat itu mengigatkan saya mengenai pencarian tanpa henti oleh Sang Gembala Agung—Yesus Kristus dalam ayat di atas. Yesus mencari domba-domba-Nya yang tersesat di antara masyarakat kelas bawah yang dianggap sampah masyarakat. Domba-domba yang bahkan secara social dijauhi dan dipandang sebagai “orang-orang berdosa.” Sekumpulan para pecundang yang bahkan jijik akan kehidupan mereka sendiri. Sekumpulan pecundang yang tidak lagi memiliki harapan. Sekumpulan pecundang yang sekarat secara spiritaual dan social. Kita perlu ingat bahwa dalam konteks kebudayaan Yahudi kala itu, orang-orang yang satatus kerohaniannya “tinggi,” tidak duduk, apalagi makan bersama kumpulan orang-orang berdosa. Bahkan mereka akan “lenggang kangkung” begitu saja ketika berpapasan dengan seseorang yang sekarat di pinggir jalan seperti dalam kisah “Orang Samaria yang Baik Hati” demi reputasi, “kekudusan” dan kehormatan mereka. Bukankah hari ini kita menjumpai hal yang serupa? Bukankah dalam pelayanan gereja hari-hari ini juga secara samar nampak dualisme prioritas pelayanan bagi “domba kaya” dan “domba miskin”? Yesus Kristus, tidak demikian! Ia justru melayani mereka yang terpinggirkan. Sang Gembala Agung itu mencari domba-domba-Nya yang sekarat dan ditinggalkan oleh para “gembala-gembala kapitalis” modern.

            Yesus Kristus mencari mereka yang bahkan  “berdiri jauh-jauh, tidak berani menengadah (mukanya) ke langit” saat berdoa (Luk. 18:13). Orang-orang seperti itulah yang adalah domba sejati namun terhilang. Domba-domba yang menyadari keadaan mereka yang sekarat dan membutuhkan Sang Gembala Agung. Bagi mereka, Tuhan Yesus datang di dunia ini. Bagi mereka, Ia memberikan pelukaan hangat dengan  “meletakkannya di atas bahunya dengan gembira” (Luk. 15: 5). Ia juga mengadakan perjamuan yang penuh dengan sukacita (Luk. 15:6), dan bahkan Ia mati untuk menebus keberdosaan mereka (Yoh. 10:11).  Dan tahukah Saudara bahwa pertobatan itu juga menghasilkan sukacita yang luar biasa di dalam Sorga! (Luk. 15:7). Sukcaita pertobatan itu secara luar biasa digemakan di dua tempat sekaligus, di dunia dan di sorga.

            Dalam konsepsi teologis, tentu saja tidak ada satu manusia pun yang dapat mencari Allah dan menyelamatkan dirinya sendiri. Saudara dapat membandingkannya dengan kisah singkat saya mengenai anak anjing yang tercebur ke dalam selokan di atas. Anak anjing itu mustahil untuk dapat keluar dari selokan tersebut. Demikian juga ketika induknya telah menemukannya, namun hanya mampu menatapnya dari atas tanpa dapat berbuat apa-apa. Keadaan manusia berdosa seperti itu. Kita tidak dapat menyelamatkan diri kita sendiri. Orang lain yang kita anggap sebagai seorang yang mampu, bahkan dengan gelar orang suci atau nabi sekalipun, mustahil untuk dapat menyelamatkan kita! Kita semua seperti anak-anak anjing yang sedang terjerumus di dalam selokan, merang-raung sambil menunggu Sang Tuan datang menolong kita! Kristus, Sang Tuan dan Sang Gembala agung itu kini sudah menemukan kita (Why. 3:20), maukah Saudara membuka hati bagi-Nya?

Tuhan memberkati Saudara,
Salam.
yb.

 

 

 

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar