Akulah gembala yang baik; gembala yang baik memberikan
nyawa-Nya bagi domba-domba (Yoh. 10:11). "Siapakah di antara kamu yang
mempunyai seratus ekor domba, dan jikalau ia kehilangan seekor di antaranya,
tidak meninggalkan yang sembilan puluh sembilan ekor di padang gurun dan pergi
mencari yang sesat itu sampai ia menemukannya?
Dan kalau ia telah menemukannya, ia meletakkannya di atas bahunya dengan
gembira, dan setibanya di rumah ia memanggil sahabat-sahabat dan
tetangga-tetangganya serta berkata kepada mereka: Bersukacitalah bersama-sama
dengan aku, sebab dombaku yang hilang itu telah kutemukan. Aku berkata kepadamu: Demikian juga akan ada
sukacita di sorga karena satu orang berdosa yang bertobat, lebih dari pada
sukacita karena sembilan puluh sembilan orang benar yang tidak memerlukan
pertobatan." (Luk. 15:4-7).
_______________
Sewaktu
di Ambon, keluarga kami memiliki peliharaan beberapa ekor anjing. Beberapa
waktu kemudian salah satu anjing peliharaan kami itu melahirkan sekitar lima
ekor anak. Kebetulan di depan rumah kami terdapat selokan yang dalamnya
kira-kira 1 M. Sekali waktu, salah satu anak anjing itu bermain di dekat
selokan itu dan jatuh ke dalamnya. Anak anjing itu terus saja merang-raung
hingga induknya kemudian berdiri di depan selokan itu dengan gesture yang gelisah
karena tidak dapat menolongnya. Mengendar raungan anak anjing yang tidak
kunjung henti itu, saya kemudia keluar menghampirinya, masuk ke dalam selokan
tersebut dan mengangkatnya.
Kisah
singkat itu mengigatkan saya mengenai pencarian tanpa henti oleh Sang Gembala
Agung—Yesus Kristus dalam ayat di atas. Yesus mencari domba-domba-Nya yang
tersesat di antara masyarakat kelas bawah yang dianggap sampah masyarakat.
Domba-domba yang bahkan secara social dijauhi dan dipandang sebagai
“orang-orang berdosa.” Sekumpulan para pecundang yang bahkan jijik akan
kehidupan mereka sendiri. Sekumpulan pecundang yang tidak lagi memiliki
harapan. Sekumpulan pecundang yang sekarat secara spiritaual dan social. Kita
perlu ingat bahwa dalam konteks kebudayaan Yahudi kala itu, orang-orang yang
satatus kerohaniannya “tinggi,” tidak duduk, apalagi makan bersama kumpulan
orang-orang berdosa. Bahkan mereka akan “lenggang kangkung” begitu saja ketika
berpapasan dengan seseorang yang sekarat di pinggir jalan seperti dalam kisah
“Orang Samaria yang Baik Hati” demi reputasi, “kekudusan” dan kehormatan
mereka. Bukankah hari ini kita menjumpai hal yang serupa? Bukankah dalam pelayanan
gereja hari-hari ini juga secara samar nampak dualisme prioritas pelayanan bagi
“domba kaya” dan “domba miskin”? Yesus Kristus, tidak demikian! Ia justru
melayani mereka yang terpinggirkan. Sang Gembala Agung itu mencari
domba-domba-Nya yang sekarat dan ditinggalkan oleh para “gembala-gembala kapitalis”
modern.
Yesus
Kristus mencari mereka yang bahkan “berdiri
jauh-jauh, tidak berani menengadah (mukanya) ke langit” saat berdoa (Luk.
18:13). Orang-orang seperti itulah yang adalah domba sejati namun terhilang.
Domba-domba yang menyadari keadaan mereka yang sekarat dan membutuhkan Sang
Gembala Agung. Bagi mereka, Tuhan Yesus datang di dunia ini. Bagi mereka, Ia
memberikan pelukaan hangat dengan “meletakkannya
di atas bahunya dengan gembira” (Luk. 15: 5). Ia juga mengadakan perjamuan yang
penuh dengan sukacita (Luk. 15:6), dan bahkan Ia mati untuk menebus keberdosaan
mereka (Yoh. 10:11). Dan tahukah Saudara
bahwa pertobatan itu juga menghasilkan sukacita yang luar biasa di dalam Sorga!
(Luk. 15:7). Sukcaita pertobatan itu secara luar biasa digemakan di dua tempat sekaligus,
di dunia dan di sorga.
Dalam
konsepsi teologis, tentu saja tidak ada satu manusia pun yang dapat mencari
Allah dan menyelamatkan dirinya sendiri. Saudara dapat membandingkannya dengan
kisah singkat saya mengenai anak anjing yang tercebur ke dalam selokan di atas.
Anak anjing itu mustahil untuk dapat keluar dari selokan tersebut. Demikian
juga ketika induknya telah menemukannya, namun hanya mampu menatapnya dari atas
tanpa dapat berbuat apa-apa. Keadaan manusia berdosa seperti itu. Kita tidak dapat
menyelamatkan diri kita sendiri. Orang lain yang kita anggap sebagai seorang
yang mampu, bahkan dengan gelar orang suci atau nabi sekalipun, mustahil untuk
dapat menyelamatkan kita! Kita semua seperti anak-anak anjing yang sedang
terjerumus di dalam selokan, merang-raung sambil menunggu Sang Tuan datang
menolong kita! Kristus, Sang Tuan dan Sang Gembala agung itu kini sudah
menemukan kita (Why. 3:20), maukah Saudara membuka hati bagi-Nya?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar