Kamis, 24 Januari 2019

STUDI TEOLOGI : Apakah wawasan Dunia Itu?

Dunia kita telah dibudayakan dengn beragam jenis ide-ide mengenai kebenaran dan realitas. Latar belakang perspektif saya berbeda dengan tetangga di sebelah saya, yang memiliki beranekaragam asumsi, sama seperti tetangga di seberang jalan. Seseorang mungkin percaya jawaban untuk permasalahan kita terletak pada apa yang dimaksudkan sebagai kejahatan oleh orang-orang lain. Nirwana seseorang adalah neraka bagi orang-orang lain. Pada inti tampilan yang berbeda ini terbentang pandangan seseorang mengenai Allah dan bagaimana sifat-sifat ilahi itu berhubungan dengan dunia. Lensa intelektual tempat kita mengamati dan menginterpretasikan segala sesuatu ini disebut wawasan dunia (worldview), dan setiap orang telah memilikinya.

Worldview adalah sekumpulan asums-asumsi dasar yang menata penjelasan-penjelasan kita tentang hidup dan segala sesuatu di dalamnya – sekumpulan pokok-pokok kepercayaan yang kita anut dengan tanpa disadari ketika kita memilihnya. Cara pandang semesta kita merupakan gambaran besar yang menuntun kita menempuh hidup, dan kita harapkan juga akan menuntun kita melalui kematian. Landasaan kerangka acuan ini menggarisbawahi filsafat hidup dan teologi kita.

Beberapa contoh worldview sebagai berikut: Teisme. Teisme mempercayai sesuatu yang terbatas, Allah yang berpribadi ada dan berhubungan dengan dunia ciptaan-Nya. Deisme. Deisme menerima Allah menciptakan alam semesta, tetapi kemudian Ia dipercaya tidak lagi berhubungan dengan ciptaan-ciptaan-Nya. Ateisme. Ateisme menolak sepenuhnya kepercayaan kepada Allah. Panteisme. Panteisme percaya alam semesta adalah Allah, tempat dimana Politeisme percaya kepada banyak allah.

Kata “worldview” terdengar abstrak dan lepas dari kehidupan sehari-hari. Tetapi, sangatlah penting bahwa sebuah wordlview perlu dipahami dan dibedakan dari worldview-worldview lainnya. Setiap kepercayaan yang kita anut, setiap isu yang kita pertimbangkan, setiap topik yang kita diskusikan, merupakan perpanjangan dari wordlview kita. sebagain besar konflik manusia muncul dari benturan antyar-worldview ini. Apakah kita telah memikirkannya dengan sadar atau tidak, wordlview kita menembus kehidupan kita, menentukan nilai-nilai kita, dan menjadi kompas kehidupan kita. Pikiran-pikiran kita dan pilihan-pilihannya disaring melalui wordlview ini, dan tindakan-tindakan kita pun akan merefleksikannya.
___________
Sumber: Rick Cornish, 5 Menit Apologetika (Bandung: Pionir Jaya, 2007), 81.


Selasa, 22 Januari 2019

RENUNGAN : SANG PERANCANG AGUNG

Yeremia 1:5 (TB) "Sebelum Aku membentuk engkau dalam rahim ibumu, Aku telah mengenal engkau, dan sebelum engkau keluar dari kandungan, Aku telah menguduskan engkau, Aku telah menetapkan engkau menjadi nabi bagi bangsa-bangsa."
______

"Tuhan tidak pernah bermain dadu", demikian kata Einstein. Fisikawan ulung yang serius menggeluti hukum-hukum dasar kosmologi, menyadari betul akan suatu prinsip yang tak terelakan mengenai rancangan agung dengan rangkaian hukum-hukum yang teratur serta tujuan tertentu bagi kelangsungan eksistensi alam semesta. Seperti Einstein yang melihat ke atas untuk mengapai realitas mengenai Sang Perancang Agung, demikian juga dengan Luis Pasteur yang melihat "ke bawah" untuk berjumpa dengan Sang Perancang itu. Luis Pasteur, Ilmuan terkemuka yang menggeluti bidang kimia ini menjumpai suatu realitas bahwa, "Omne vivum ex ovo, omne ovum ex vivo" (Semua kehidupan berasal dari telur, semua telur berasal dari kehidupan). Eksistensi kehidupan di alam raya ini tidak dapat tidak, harus berasal dari Sang Hidup pula, karena tidak ada kehidupan yang berasal dari ketiadaan kehidupan.

Demikianlah kebenaran yang dinyatakan Tuhan pada saat Ia memanggil Yeremia. Tuhan bukan hanya membentuk Yeremia, namun Ia juga mengenal, Ia menguduskan, dan Ia juga memiliki suatu tujuan serta tugas tertentu bagi Yeremia. Kebenaran ini memberikan makna penting bagi jawaban eksistensial umat manusia tentang "mengapa dan untuk apa kita hidup?". Tuhan punya suatu rancangan dan tujuan yang mulia bagi kehidupan kita, tidak peduli bagaimana bentuk tubuh, wajah, hidung, kulit, dan rambut. Kita semua berarti bagi-Nya. Ia mengenal, mengasihi, dan memiliki suatu rencana yang mulia dalam hidup kita.

Namun sayangnya kita terlalu sering memfokuskan diri kepada hal-hal sekunder untuk menyenangkan manusia seperti selalu mengeluhkan bentuk tubuh, hidung, rambut, dsb. Kita lupa bahwa Tuhan menerima dan mengasihi kita bukan karena alasan-alasan tersebut namun karena Ia memang mengasihi oleh karena kita adalah ciptaan-Nya yang mulia. Terlebih lagi kita, ciptaan-Nya yang berdosa ini telah ditebus oleh-Nya untuk dikembalikan kepada rancangan-Nya yang semula. Seperti yang dikemukakan Rasul Paulus kepada Jemaat Efesus, "Karena kita ini buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan baik, yang dipersiapkan Allah sebelumnya. Ia mau, supaya kita hidup di dalamnya" (Ef. 2:10).

Tuhan tidak bermain dadu, Ia tidak sembarangan menciptakan manusia. Ia memiliki tujuan yang mulia bagi Saudara dan saya, maka hendaklah kita tidak memfokuskan diri dan menghabiskan sisa hidup kita pada hal-hal yang tidak berfaedah, namun berjuang untuk hidup dalam kehendak dan rencana Tuhan, serta dalam pimpinan-Nya. Kiranya Tuhan memampukan kita. Amin! Tuhan Yesus memberkati. Salam. (yb).

Selasa, 01 Januari 2019

RENUNGAN : MELANGKAH BERSAMA ALLAH

Nas : “Pada mulanya Allah...” [Kejadian 1:1]
__________

Setiap kali kita merayakan dan memasuki tahun baru, kita sesungguhnya sedang merayakan suatu fakta tentang realitas hidup umat manusia yang terbatas dalam “ruang” dan “waktu”. Kita terikat dalam dua dimensi ini. Tidak ada satu makhluk hidup di bawah kolong langit ini yang tidak takhluk di dalam ruang dan waktu. Suatu fakta yang mengkonfirmasikan bahwa Saudara dan saya memiliki keterbatasan eksistensial yang memaksa kita untuk tunduk dan takhluk di hadapan dua realitas tersebut. Merayakan tahun baru memang mengasikkan dan menggembirakan, namun sekaligus juga mengekspresikan misteri mengenai keterbatasan kita sebagai manusia di dunia fana ini.

Kebenaran ini mendorong kita untuk mau tidak mau harus bergantung pada Sang Khalik yang melampaui ruang dan waktu, dan yang kekal itu. Bukan suatu kebetulan jika di pasal pertama dan ayat pertama dalam Alkitab dimulai dengan satu pewahyuan kebenaran yang sahih sebagai jawaban dari kekosongan eksistensialis umat manusia. “Pada mulanya Allah...”, mengkonfirmasikan bahwa Ia selalu ada sebelum keberadaan yang berada, dan Ia juga yang menjadi satu-satunya penopang bagi kefanaan kita di dalam ruang dan waktu. Allah harus menjadi yang terutama dalam kehidupan kita, termasuk ketika kita membuka lembaran yang baru di tahun yang baru ini.

Seperti Alkitab yang memulai pewahyuan kebenaran dari keyakinan mendasar akan Allah yang hidup, yang mencipta, menopang, memelihara, dan mengendalikan perjalanan hidup manusia serta sejarah alam semesta, demikian halnya kita sebagai umat-Nya. Hari pertama di tahun yang baru ini kiranya kita tidak hanya berfokus dan larut dalam euforia perayaan sehingga melupakan esensi dan refleksi iman bahwa kita tidak dapat memulai sesuatu yang baru tanpa penyertaan, pimpinan dan anugerah Allah. Mulailah segala sesuatu dengan Allah, dengan demikian kita akan mampu menghadapi setiap kemungkinan hidup yang terburuk sekalipun hingga di akhir tahun baru ini, karena Ia bukan hanya Sang Alfa namun juga Sang Omega; Yang awal dan Yang akhir, dan Yang melampaui ruang dan waktu. Selamat tahun baru, sertakan Tuhan selaludalam segala langkah hidup kita. Amin. Tuhan Yesus memberkati. (yb)_