"Waktu" merupakan anugerah umum yang Allah sediakan bagi semua
umat manusia tanpa terkecuali, baik orang percaya maupun tidak. Baik
orang saleh maupun penjahat. Semuanya memperoleh bagian yang sama dalam
satu hari: 24 jam, 1440 menit, 86.400 detik. Segala sesuatu yang kita
lakukan, semuanya dilakukan di dalam suatu rentan "waktu". Kita mandi,
makan, bekerja, berdoa, memuji Tuhan, bahkan dalam membaca tulisan ini
pun, Saudara sedang melakukannya di dalam suatu "waktu" tertentu.
Pepatah dunia sekuler mengatakan, "Time is money". Tetapi sesungguhnya
waktu tidak sama dengan uang, waktu memiliki harga yang sangat mahal!
Mahalnya harga dari "waktu" yang dianugerahkan Tuhan akan sangat terasa
ketika suatu saat Saudara mempertanggung-jawabkan segala sesuatu di
hadapan Tuhan. pada saat itulah, waktu tidak dapat diukur dengan apapun.
Uang dapat dicari gantinya, namun waktu yang telah lewat, tidak mungkin
akan kembali dan ditebus dengan bayaran berapa pun. Itu sebabnya kita
sering mendengarkan kalimat-kalimat seperti, "kalau saja waktu itu...",
"kalau saja waktunya dapat diulang kembali...", "Kalau saja Tuhan masih
memberi saya waktu", dll. Kalimat-kalimat ini merupakan ungkapan
penyesalan yang diakibatkan karena keterbatasannya waktu dalam hidup
manusia atau pun karena penggunaan waktu dengan tidak tepat. Meski
pentingnya berkat yang satu ini, namun entah disadari atau pun tidak,
waktu masih menjadi berkat Tuhan yang paling sering diabaikan.
Ketika kita memperingati hari ulang Tahun, itu berarti kita sedang
mengenang waktu-waktu yang telah Tuhan anugerahkan. Seorang hamba Tuhan
memberikan beberapa gambaran bagaimana manusia menghitung
waktu-waktunya. Dua diantaranya adalah, menghitung waktu dengan cara
menjumlahkan. Cara ini biasanya dipergunakan oleh anak-anak, dan kaum
remaja, betapa bahagianya ketika mereka menyadari bahwa mereka telah
menjadi dewasa. Usia mereka bertambah setahun. Cara berikutnya adalah
dengan mengurangkan waktu. Jika yang pertama menyoroti dari depan, maka
pola yang kedua dari belakang. Usia kita berkurang setahun. Pola ini
hanya digunakan bagi mereka yang bijak, Musa serta para penulis Alkitab
menggunakan pola ini (Mzm. 90:10; Yak. 4:14; Pkh. 3:5-8). Saudara terkasih jika kita memperhatikan pengajaran Musa dalam ayat di
atas (Mzm. 90:12), Musa memulai pengajarannya dengan satu kalimat
penting, "Ajarlah kami!". Mengapa Musa yang seorang hamba Allah masih
membutuhkan pengajaran dari Tuhan? Musa benar-benar menyadari akan
keterbatasannya sebagai manusia, dan ketidak mampuannya untuk memahami
rencana dan maksud Tuhan dalam hidupnya. Meskipun ia sangat pandai dan
bijaksana, namun ketika bersentuhan dengan makna dan tujuan hidup, ia
harus berpaling pada tuntunan Tuhan. Seperti Musa, maka hanya dengan
memohon pengajaran dari Allah, kita akan memahami betul mengenai maksud
dan tujuan hidup kita. Tujuan hidup yang diorientasikan pada diri
sendiri dapat berdampak pada pengelolaan waktu yang terbuang hanya untuk
memuaskan ego semata. Hal ini tentu sangat berbahaya, karena kita akan
menghabiskan sebagian besar waktu kita hanya untuk mengejar apa yang
bukan menjadi prioritas yang terutama dalam hidup. Bertanyalah pada
Tuhan, carilah kehendak-Nya, dan hiduplah di dalamnya. Ini merupakan
prioritas utama umat Tuhan.
Musa kemudian menghubungkan "hati
yang bijaksana" dengan "menghitung hari-hari". Dengan kata lain, mereka
yang menyadari akan keterbatasan waktu dan "menghitung" hari-hari masa
hidupnya di dunia ini, pasti akan hidup dengan bijaksana serta
memanfaatkan waktu yang Tuhan berikan dengan sebaik mungkin. Bayangkan
saja jika waktu hidup Saudara hanya tersisa beberapa hari. Apa yang akan
saudara lakukan?, Saudara pasti akan memilih untuk melakukan hal-hal
yang paling penting, terbaik, terhormat, dan termulia dalam sisa waktu
yang ada, dan semua hal ini merupakan suatu tindakan yang bijaksana.
"Hati yang bijaksana" dalam ayat ini, berbicara mengenai
keputusan-keputusan penting tersebut. Pada pemikiran yang penuh hikmat
demikianlah seharusnya kita mempergunakan waktu yang Tuhan berikan.
Seperti batas waktu (kadalwarsa) dalam suatu produk, masa hidup
manusia juga demikian. Kita hidup di dalam ruang dan waktu yang
terbatas, 70 sampai 80 tahun saja, jika lebih, hal itu merupakan
anugerah Tuhan untuk kita. Salah seorang Teolog mengakatakan bahwa
"waktu sangat kejam, Ia tidak memiliki belas kasihan." Untuk itu mari
kita merefleksikan Firman Tuhan ini dengan serius, menghargai
waktu-waktunya yang Tuhan berikan, dan mengisinya dengan melayani
pekerjaan Tuhan di mana saja Tuhan tempatkan kita. Agar ketika waktu
kita telah selesai, kita tidak menyesali apapun. Kita dapat dengan
sukacita mengatakan seperti Tuhan Yesus, "Sudah selesai!". Amin, Tuhan
Yesus memberkati kita! (yb).
___________
Nb. Tulisan ini merupakan ringkasan dari renungan yang pernah penulis sampaikan di PD Khairos Pharmindo Bdg.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar