Selasa, 10 November 2020


Petunjuk-petunjuk dalam
Memahami Ayat-ayat Alkitab yang Sulit 

by. Gleason L. Archer

 

            Waktu menghadapi masalah-masalah Alkitab jenis apapun, apakah itu bersifat faktual atau doktrinal, lebih baik mengikuti pedoman-pedoman yang tepat untuk menentukan jalan keluarnya. Ini paling mudah dilakukan oleh orang-orang yang telah secara cermat serta penuh doa mempelajari Alkitab selama bertahun-tahun dan telah dengan konsisten serta setia menghafal Alkitab. Beberapa pedoman adalah sebagai berikut:

            1. Tetaplah pada pendirian Saudara sendiri bahwa ada penjelasan yang memadai meskipun Saudara belum menemukannya. Seorang insinyur penerbangan (aerodinamik) mungkin tidak mengerti bagaimana seekor lebah besar bisa terbang, namun dia yakin bahwa pasti ada satu penjelasan memadai tentang kemampuan yang mengagumkan dari binatang ini karena kenyataannya hewan itu bisa terbang! Kendati demikian, kita yakin sepenuhnya bahwa Sang Penulis ilahi menjaga setiap manusia yang menulis masing-masing kitab dalam Alkitab itu dari kesalahan atau kekeliruan ketika dia menuliskan naskah asli teks yang sakral itu.

            2. Janganlah berpindah dari satu apriori ke apriori yang berlawanan setiap kali suatu persoalan muncul. Alkitab adalah Firman Allah yang bebas dari kesalahan atau kalau tidak maka Alkitab merupakan catatan yang tidak sempurna dari manusia yang bisa saja melakukan kekeliruan. Sekali kita telah sepakat dengan Yesus bahwa Alkitab mutlak dapat dipercaya serta mempunyai otoritas, maka sama sekali mustahil bagi kita untuk berpindah ke asumsi yang berlawanan, bahwa Alkitab hanyalah catatan tidak sempurna dari orang-orang yang bisa saja keliru ketika mereka menulis tentang Allah. Jika Alkitab adalah benar-benar Firman Allah seperti dikatakan Yesus, maka Alkitab harus dihormati, dipercayai dan ditaati. Tidak seperti buku-buku lainnya yang dikenal oleh manusia, Alkitab turun kepada kita dari Allah dan di dalamnya kita berhadapan dengan Allah yang selalu hidup dan selalu hadir (Il Tim. 316-17). Ketika kita tidak dapat mengerti jalan Allah atau tidak mampu memahami Firman-Nya, kita harus dengan rendah hati berlutut di hadapan Nya serta bersabar menunggu Dia menjelaskan kesulitan itu atau melepaskan kita dari pergumulan kita setelah Dia menganggapnya tepat. Sangat jarang Allah akan berlama-lama bersembunyi dari orang percaya sejati yang menyerahkan hati dan pikirannya.

            3. Pelajarlah secara cermat konteks dan kerangka (latar belakang) dari ayat yang menimbulkan kesulitan itu sampai Saudara mendapatkan gagasan tentang apa yang dimaksudkan oleh ayat tersebut dalam konteksnya sendiri. Mungkin Saudara perlu mempelajari isi seluruh kitab di mana ayat itu ada, dan secara cermat memperhatikan bagaimana setiap istilah kunci dipakai dalam perikop-perikop lain. Bandingkan kitab satu dengan kitab lain, khususnya semua perikop pada bagian lain dari Alkitab yang membicarakan pokok atau ajaran yang sama.

            4 Ingat, tidak ada tafsiran Alkitab yang benar jika tidak didasarkan pada eksegese yang cermat, yakni pada komitmen sepenuh hati untuk mengetahui apa yang dimaksud oleh penulis zaman dulu itu dengan kata-kata yang digunakannya Ini dilakukan dengan studi yang saksama terhadap kata-kata kunci sebagaimana didefinisikan oleh kamus-kamus bahasa Ibrani dan bahasa Yunani) dan sebagaimana dipergunakan dalam perikop-perikop yang parallel. Teliti juga pengertian khusus kata-kata ini dalam frasa-frasa ungkapan (idiomatik) seperti terlihat pada bagian-bagian lain dari Alkitab Perhatikan betapa seorang asing pasti bingung bila ia membaca pada sebuah harian Amerika: "The Prospectors made a strike (membuat galian) yesterday up in the mountains. "The Union went on strike (pemogokan) this morning. "The batter made his third strike (pukulan) and was called out by the umpire." "Strike up (mulai menyanyikan) with the Star Spangled Banner "The fisherman got a good strike (tangkapan) in the middle of the lake." Rupanya setiap penggunaan yang sama sekali berbeda atas kata yang sama ini (strike) berasal dari akar kata yang sama serta mempunyai etimologi yang sama. Tetapi bisa benar-benar membingungkan kalau orang salah memahami maksud pembicara memakai kata tersebut. Hendaknya diingat bahwa sifat tidak mungkin salah itu mengandung arti diterima serta dipercayainya apapun yang dimaksudkan oleh si penulis Alkitab dengan kata-kata yang ba gunakan. Jika yang dimaksud adalah arti harfiah, maka adalah keliru kalau kata itu diterima menurut arti kiasannya, tetapi jika yang dimaksud adalah arti kiasan, maka adalah keliru kalau kata itu diterima menurut arti harfiahnya. Jadi, kita harus menggunakan eksegese yang saksama agar bisa mengetahui apa yang penulis maksudkan menurut keadaan dan pemakaian pada zamannya. Itu memerlukan kerja keras. Intuisi dan penilaian tergesa-gesa bisa menjerat orang dalam kekeliruan dan praduga subyektif. Hal ini sering menimbulkan aliran sesat yang menghambat maksud Tuhan yang kepada-Nya orang mengaku melayani,

            5. Dalam kasus ayat-ayat yang paralel, satu-satunya cara yang dapat dibenarkan adalah harmonisasi. Artinya semua cerita dari banyak saksi mengenai apa yang telah dikatakan dan dilakukan ketika di hadapan mereka, harus diterima sebagai laporan yang bisa dipercaya kendatipun mereka mungkin melihat kejadian itu dari perspektif yang agak berbeda. Jika kita memilah-milah berbagai derita itu, menaruhnya berderetan, kemudian mempersatukan mereka kembali, maka kita akan mendapatkan pengertian lebih lengkap mengenai kejadian tersebut dibanding jika kita mengambil kesaksian tunggal yang diperoleh secara individual. Namun, sebagaimana halnya setiap penyelidikan yang dilakukan dengan sebaik-baiknya dalam satu peradilan hukum, hakim dan juri diharapkan menerima kesaksian masing- masing saksi sebagai benar jika dilihat dari perspektifnya sendiri - tentu saja, kecuali jika dia dinyatakan sebagai pendusta yang tidak bisa dipercayai Asumsi yang lain hanya akan menghasilkan ketidakadilan, misalnya bahwa setiap saksi diasumsikan tidak benar kecuali jika kesaksiannya dikuatkan oleh sumber-sumber dari luar. (Ini tentunya adalah asumsi yang dibuat para penentang pendapat bahwa Alkitab bebas dari kesalahan, dan itu membawa mereka kepada hasil-hasil yang sama sekali tidak benar.)

            6. Bacalah buku-buku tafsiran terbaik yang ada, terutama yang ditulis oleh para pakar injili yang mempercayai integritas Alkitab. Sembilan puluh persen dari masalah-masalah itu pasti dibicarakan dalam buku-buku tafsiran yang baik (lih. Bibliografi). Kamus-kamus dan ensiklopedi Alkitab yang baik bisa memperjelas banyak pokok yang membingungkan Konkordansi analitis akan membantu membuktikan pemakaian kata (mis. Strong's, Young's)

            7. Banyak hal yang sulit dalam Alkitab timbul karena kesalahan kecil si penyalin waktu menyebarkan teks tersebut. Dalam Perjanjian Lama kesalahan-kesalahan penyalinan seperti itu terjadi karena pembacaan (lafalisasi) yang tidak baik terhadap lambang bunyi-bunyi huruf hidup (vokal), pada mulanya Bahasa Ibrani hanya ditulis memakai huruf-huruf konsonan, serta tidak ditambahkan bunyi-bunyi huruf hidup (vokal) sampai seribu tahun sesudah diselesaikannya kanon Perjanjian Lama. Tetapi, ada juga beberapa konsonan yang mudah menimbulkan kesulitan karena mereka sangat mirip (mis. konsonan “Daleth dan "Resh atau “Yod dan “Waw). Selain itu, beberapa kata dipertahankan dalam bentuk ejaan yang kuno sehingga sangat mudah disalahtafsirkan (di salah mengerti) oleh para penyalin kitab berbahasa Ibrani yang belakangan. Dengan kata lain, kesulitan tersebut hanya bisa dijelaskan melalui penelitian Alkitab dari segi tekstual serta analisisnya terhadap jenis-jenis kekeliruan serta kesalahan yang paling sering terjadi (untuk bibliografi mengenai hal ini, bdg. Pengantar). Ini mencangkup juga kekeliruan pencatatan angka-angka, di mana berbagai kesalahan statistik ditemukan dalam teks Alkitab yang ada sekarang ini (mis. Il Raj. 18:13).

            8. Jika catatan-catatan sejarah mengenai Alkitab diragukan berdasarkan dugaan ketidaksesuaian dengan temuan-temuan arkeologis atau kesaksian dari dokumen-dokumen kuno di luar dokumen Ibrani, maka harus selalu diingat bahwa Alkitab sendiri adalah dokumen arkeologis dengan kaliber paling tinggi. Merupakan prasangka yang sangat bodoh kalau kritikus berpendapat, bahwa bila terdapat catatan di luar Alkitab yang tidak cocok dengan catatan Alkitab, maka yang salah pasti si penulis Ibrani. Sebagaimana penguasa kafir zaman modern, raja-raja kafir dulu melakukan propaganda memuji-maji diri; dan adalah sangat naif jika ada beranggapan bahwa hanya karena suatu pernyataan ditulis dalam huruf paku Asyur atau hieroglif Mesir maka pernyataan itu lebih dapat dipercaya daripada Firman Allah yang ditulis dalam bahasa Ibrani. Selain Perjanjian Lama, tidak ada dokumen kuno lain dalam periode sebelum Masehi yang mempunyai begitu banyak bukti jelas tentang keakuratan serta integritas, karena itu adalah melanggar kaidah tentang pembuktian apabila beranggapan bahwa pernyataan Alkitab adalah salah kalau tidak cocok dengan tulisan atau naskah sekular yang sejenis. Dari semua dokumen yang diketahui manusia, hanya Alkitab salinan bahasa Yunani Ibrani yang telah dijamin keakuratan serta otoritas ilahinya mereka melalui pola nubuat serta penggenapan secarasempurna yang adalah di luar kemampuan manusia, dan yang hanya mungkin dilakukan oleh Allah.

 

Sumber: Gleason L. Archer, Encyclopedia of Bible Difficulties, pen. Suhandi Yeremia (Malang: Gandum Mas: 2004), 21-25.

Minggu, 08 November 2020

RENUNGAN: "PENCARIAN SANG GEMBALA"

 


PENCARIAN SANG GEMBALA

Akulah gembala yang baik; gembala yang baik memberikan nyawa-Nya bagi domba-domba (Yoh. 10:11). "Siapakah di antara kamu yang mempunyai seratus ekor domba, dan jikalau ia kehilangan seekor di antaranya, tidak meninggalkan yang sembilan puluh sembilan ekor di padang gurun dan pergi mencari yang sesat itu sampai ia menemukannya?  Dan kalau ia telah menemukannya, ia meletakkannya di atas bahunya dengan gembira, dan setibanya di rumah ia memanggil sahabat-sahabat dan tetangga-tetangganya serta berkata kepada mereka: Bersukacitalah bersama-sama dengan aku, sebab dombaku yang hilang itu telah kutemukan.  Aku berkata kepadamu: Demikian juga akan ada sukacita di sorga karena satu orang berdosa yang bertobat, lebih dari pada sukacita karena sembilan puluh sembilan orang benar yang tidak memerlukan pertobatan." (Luk. 15:4-7).

_______________

            Sewaktu di Ambon, keluarga kami memiliki peliharaan beberapa ekor anjing. Beberapa waktu kemudian salah satu anjing peliharaan kami itu melahirkan sekitar lima ekor anak. Kebetulan di depan rumah kami terdapat selokan yang dalamnya kira-kira 1 M. Sekali waktu, salah satu anak anjing itu bermain di dekat selokan itu dan jatuh ke dalamnya. Anak anjing itu terus saja merang-raung hingga induknya kemudian berdiri di depan selokan itu dengan gesture yang gelisah karena tidak dapat menolongnya. Mengendar raungan anak anjing yang tidak kunjung henti itu, saya kemudia keluar menghampirinya, masuk ke dalam selokan tersebut dan mengangkatnya.

            Kisah singkat itu mengigatkan saya mengenai pencarian tanpa henti oleh Sang Gembala Agung—Yesus Kristus dalam ayat di atas. Yesus mencari domba-domba-Nya yang tersesat di antara masyarakat kelas bawah yang dianggap sampah masyarakat. Domba-domba yang bahkan secara social dijauhi dan dipandang sebagai “orang-orang berdosa.” Sekumpulan para pecundang yang bahkan jijik akan kehidupan mereka sendiri. Sekumpulan pecundang yang tidak lagi memiliki harapan. Sekumpulan pecundang yang sekarat secara spiritaual dan social. Kita perlu ingat bahwa dalam konteks kebudayaan Yahudi kala itu, orang-orang yang satatus kerohaniannya “tinggi,” tidak duduk, apalagi makan bersama kumpulan orang-orang berdosa. Bahkan mereka akan “lenggang kangkung” begitu saja ketika berpapasan dengan seseorang yang sekarat di pinggir jalan seperti dalam kisah “Orang Samaria yang Baik Hati” demi reputasi, “kekudusan” dan kehormatan mereka. Bukankah hari ini kita menjumpai hal yang serupa? Bukankah dalam pelayanan gereja hari-hari ini juga secara samar nampak dualisme prioritas pelayanan bagi “domba kaya” dan “domba miskin”? Yesus Kristus, tidak demikian! Ia justru melayani mereka yang terpinggirkan. Sang Gembala Agung itu mencari domba-domba-Nya yang sekarat dan ditinggalkan oleh para “gembala-gembala kapitalis” modern.

            Yesus Kristus mencari mereka yang bahkan  “berdiri jauh-jauh, tidak berani menengadah (mukanya) ke langit” saat berdoa (Luk. 18:13). Orang-orang seperti itulah yang adalah domba sejati namun terhilang. Domba-domba yang menyadari keadaan mereka yang sekarat dan membutuhkan Sang Gembala Agung. Bagi mereka, Tuhan Yesus datang di dunia ini. Bagi mereka, Ia memberikan pelukaan hangat dengan  “meletakkannya di atas bahunya dengan gembira” (Luk. 15: 5). Ia juga mengadakan perjamuan yang penuh dengan sukacita (Luk. 15:6), dan bahkan Ia mati untuk menebus keberdosaan mereka (Yoh. 10:11).  Dan tahukah Saudara bahwa pertobatan itu juga menghasilkan sukacita yang luar biasa di dalam Sorga! (Luk. 15:7). Sukcaita pertobatan itu secara luar biasa digemakan di dua tempat sekaligus, di dunia dan di sorga.

            Dalam konsepsi teologis, tentu saja tidak ada satu manusia pun yang dapat mencari Allah dan menyelamatkan dirinya sendiri. Saudara dapat membandingkannya dengan kisah singkat saya mengenai anak anjing yang tercebur ke dalam selokan di atas. Anak anjing itu mustahil untuk dapat keluar dari selokan tersebut. Demikian juga ketika induknya telah menemukannya, namun hanya mampu menatapnya dari atas tanpa dapat berbuat apa-apa. Keadaan manusia berdosa seperti itu. Kita tidak dapat menyelamatkan diri kita sendiri. Orang lain yang kita anggap sebagai seorang yang mampu, bahkan dengan gelar orang suci atau nabi sekalipun, mustahil untuk dapat menyelamatkan kita! Kita semua seperti anak-anak anjing yang sedang terjerumus di dalam selokan, merang-raung sambil menunggu Sang Tuan datang menolong kita! Kristus, Sang Tuan dan Sang Gembala agung itu kini sudah menemukan kita (Why. 3:20), maukah Saudara membuka hati bagi-Nya?

Tuhan memberkati Saudara,
Salam.
yb.